Banting Tulang Kuliah Sambil Kerja
Salah satu cara mahasiswa mencari pengalaman adalah dengan magang atau menjadi pekerja lepas. Kuliah sambil bekerja menjadi lazim saat ini.
Beragam alasan memotivasi anak muda untuk kuliah sambil bekerja. Beberapa di antaranya adalah menambah pemasukan, pengalaman, atau sekadar mengisi waktu luang. Tantangannya, mereka harus pintar-pintar mengatur waktu agar tanggung jawab terhadap pekerjaan tidak mengganggu kuliah ataupun pergaulan. Susah-susah sekarang, senang-senang kemudian.
Naufal Syafiq Wakann (21) terlihat sibuk menyeduh dan menuangkan kopi untuk pelanggan di toko kopi tuku di Jalan Kemanggisan Raya, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA itu juga cekatan membersihkan mesin espreso dan menjaga kebersihan kedai kopi.
Sudah sekitar dua tahun Naufal bekerja di toko kopi Tuku. Sebelumnya, ia bekerja di sebuah restoran selama satu tahun. Pemuda ini kemudian pindah ke toko kopi Tuku karena ingin menambah pengalaman dan menimba ilmu. ”Ketika pertama kali masuk, aku sama sekali enggak bisa bikin kopi. Butuh waktu empat bulan untuk tahu cara meracik kopi,” ujarnya.
Pertama kali bekerja di Tuku, ia bertugas sebagai asisten barista. Selama empat bulan, Naufal belajar memahami produk toko kopi Tuku, racikan-racikan kopi, dan mencari barang-barang kebutuhan toko. Pelan tapi pasti, kariernya menanjak.
Sekarang, Naufal memegang posisi sebagai assistant supervisor. Seiring dengan posisi yang meningkat, tanggung jawabnya pun bertambah banyak. Kini ia mengerjakan banyak tugas. Mengawasi serta mengelola produksi dan pelayanan kepada konsumen, membimbing dan mengatur rekan kerja, hingga bertanggung jawab memecahkan masalah di toko.
Tugas-tugas ini dikerjakan Naufal sambil juga tetap kuliah. ”Kadang-kadang merasa capek. Harus mikirin kuliah, harus mikirin toko juga. Kalau memang sudah terlalu capek dan kepala penuh, akhirnya cuti kerja,” ujarnya.
Beruntung, kuliah Naufal pada Rabu hingga Jumat berlangsung sore hari. Jadi, pada hari yang sama, ia bekerja pukul 07.00-14.00. Setelah itu, ia siap-siap masuk kuliah pukul 17.00-22.00. Saat tak ada kuliah, ia bekerja pada pukul 09.00-17.00.
Naufal mengatakan, semula dirinya bekerja hanya untuk mengisi waktu luang saat tidak kuliah. ”Aku sempat bekerja sebagai graphic designer, tapi pekerjaan ini tidak pasti. Kadang ada pesanan, kadang tidak ada sama sekali,” ucapnya.
Ia kemudian mendaftar pekerjaan yang punya jam kerja lebih pasti seperti di toko kopi. Selain untuk mengisi waktu luang, Naufal ingin menimba ilmu. Untuk jangka panjang, ia bercita-cita mempunyai kedai kopi sendiri. Oleh karena itu, sejak sekarang ia belajar memahami produk kopi dan mengurusi toko kopi.
Dari pekerjaan ini, Naufal memahami bagaimana caranya mengatur keuangan, mengatur sumber daya manusia, dan memecahkan berbagai persoalan. Sebuah pelajaran yang mahal harganya mengingat itu berarti ia harus mengurangi waktu bermain atau nongkrong. Adapun penghasilan dari bekerja sebagian besar ditabung atau dipakai piknik.
Naufal menuturkan, pengalaman pernah hidup dan tinggal di Ambon memberinya pelajaran berharga. ”Di sana aku lihat anak-anak kecil bekerja naik turun bukit untuk ambil cokelat dan pala. Padahal, mereka masih kelas 2 SD. Ini bikin aku semangat. Kalau mereka bisa kerja keras sambil sekolah, aku juga bisa,” tuturnya.
Belajar banyak
M Ghaniy Pradita (23), mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, sejak semester 8 juga telah mencicipi dunia kerja. Ghaniy, sapaannya, bekerja di sebuah agensi di Jakarta sebagai social media specialist.
”Waktu itu semester 8, kan, aku skripsian. Terus, aku ngerasa, kok, kayaknya agak gabut dan ngerasa insecure sama teman-temanku yang di luar jurusan karena mereka udah pada intern di e-commerce dan start up-start up. Posisi perusahaannya juga oke-oke. Jadi aku merasa insecure. Aku juga pengin kerja kayak mereka,” ungkap Ghaniy, Kamis (2/2/2023), di Jakarta.
Sadar jurusannya tak memungkinkan Ghaniy mengambil pekerjaan yang sama, Ghaniy yang kini duduk di semester 10 lantas menambah salah satu poin yang dirasa menjadi kelebihannya di akun Linkedin dan CV miliknya, yaitu kemampuan sebagai seorang pembuat konten (content creator) Tiktok.
”Aku stalking Linkedin dan CV teman-temanku. Bagus-bagus semua. Lalu aku mikir kelebihanku apa. Kebetulan aku punya akun Tiktok, jadi aku langsung buat CV dan mention tentang Tiktok, terus daftar-daftar di bidang media sosial yang bahas Tiktok,” ungkapnya.
Sibuk memasukkan lamaran di bulan Maret melalui Linkedin dan JobStreet, sebulan kemudian Ghaniy diterima di sebuah agensi di Jakarta sebagai social media specialist. Pemuda asal Ngawi, Jawa Timur, itu pun hijrah ke Jakarta, bekerja sambil mengerjakan skripsinya.
”Ternyata, di kantor itu workload-nya gede banget. Aku kesusahan bagi waktu karena aku, kan, juga harus bagi waktu antara skripsi, kerja, sama aku, kan, juga content creator,” papar Ghaniy.
Ghaniy sudah mencoba semaksimal mungkin membagi waktunya. Senin-Jumat untuk bekerja dan membuat konten pribadi, Sabtu-Minggu untuk mengerjakan skripsi. Namun, akhirnya dia kewalahan juga.
”Kebetulan skripsinya juga tiba-tiba disuruh ke Malang buat bimbingan secara offline. Jadi di situ, setelah struggling antara kerja sama skripsian yang menghasilkan kepala pecah, akhirnya aku resign buat ngelarin skripsi,” kata Ghaniy. Di agensi itu, Ghaniy hanya bekerja selama lima bulan.
Setelah skripsinya rampung, sembari menunggu waktu ujian skripsi, Ghaniy pun kembali berburu di Linkedin dan JobStreet, hingga ia dipanggil di sebuah agensi internasional serta di sebuah kantor surat kabar di Jakarta. Dia memilih bergabung di divisi media sosial di kantor surat kabar dibandingkan kembali bergabung dengan agensi internasional.
”Mikir-nya, kalau di agensi internasional workload-nya akan segede yang dulu. Jadi, aku mau nyoba dulu di kantor yang beda sambil nyari pengalaman, juga biar konten pribadiku buat Tiktok juga bisa jalan,” lanjutnya.
Sekarang, Ghaniy sudah bekerja di kantor tersebut selama 2,5 bulan. Tugasnya di divisi medsos adalah mengembangkan akun Tiktok dengan membuat konten-konten yang sesuai dengan brand media bersangkutan.
”Sebagai lead, aku bagi-bagi tugas supaya rata, juga ngebentuk ide-idenya buat konten pilarnya. Konten yang mau dibikin kayak gimana aja strateginya biar hasilnya bagus,” katanya. Dalam satu bulan, Ghaniy dan tim setidaknya harus membuat video untuk Tiktok sebanyak 140. Per hari, dengan jam kerja mulai pukul 10.00 hingga pukul 18.00, dia rata-rata membuat 5 video.
Ghaniy belajar banyak. Dia berusaha membuat konten-konten yang bisa diterima anak muda. Konten-konten yang menarik sekaligus bisa memberi informasi dan edukasi buat anak muda. Meski dasarnya adalah seorang content creator, kesulitan tetap ada.
”Yang pertama dari bahasa karena kalau contentcreator, kan, biasanya bahasanya, ya, bahasa sehari-hari. Kalau sekarang harus pakai bahasa yang bener-bener sesuai EYD, KBBI. Jadi, aku belajar banyak juga,” tuturnya. Kesulitan lain, menyelaraskan minat antara anak-anak yang menyukai video agar mereka kemudian juga tertarik membaca surat kabar.
Namun, sejauh ini Ghaniy merasa sangat menikmati pekerjaannya. Semua bisa dijalani dengan baik. ”Kerjaan jalan, revisi jalan, konten pribadi juga tetap jalan. Kehidupan sehari-hari alhamdulillah juga jalan,” ucapnya seraya tertawa.
Ke depan, Ghaniy masih akan terus mendalami pekerjaan di bidang digital marketing karena, menurut dia, bidang itu sangat membebaskan dirinya. Dia bisa terus mengeksplorasi banyak hal dengan bebas. Denga apa yang dilakoninya sekarang, dia merasa mendapat banyak pengalaman yang bisa menjadi bekal untunya kelak.
”Sekarang perusahan-perusahaan, kan, nyaritalent orang yang berpengalaman. Jadi, kalau kita kerja dulu sebelum lulus kuliah, kita bisa dapat pengalaman yang mungkin enggak didapat orang-orang yang lulus duluan. Dari segi gaji juga bisa lebih tinggi daripada yang baru lulus tapi belum punya pengalaman,” tuturnya. Meski tidak mudah, Ghaniy mengatakan, kuncinya adalah membagi waktu, rela mengurangi waktu bermain.
Di tempat kerjanya, Ghaniy juga bekerja dengan Fadli Inzaghi Mustaqim, mahasiswa Universitas Prof Moestopo (Beragama). Fadli yang saat ini sedang menyusun skripsi sudah terbiasa bekerja sambil kuliah. Untuk pertama kalinya, dia bekerja full time di Kompas.
”Aku kerja emang buat biaya hidup dan bayar kuliah. Dari semester 3 udah bayar sendiri kuliahnya. Setiap bulan mesti mikir mencicil biaya kuliah,” ucapnya.
Bagi Fadli, bekerja sambil kuliah bisa memberikan banyak pengalaman dan menambah portofolio. ”Kalau bisa menambah pengalaman kerja dari mulai sekarang, kenapa enggak. Jadi aku mengubah mindset, harus bisa menambah portofolio,” ujarnya.
Dampak positif
Menurut Constantine Alfarinda Hygieta atau Tita, psikolog yang juga konsultan sumber daya manusia, bekerja sambil kuliah atau menjadi pekerja lepas memberikan dampak positif, yaitu membuat mahasiswa lebih siap memasuki dunia kerja yang sangat berbeda dengan dunia perkuliahan di kampus.
”Dunia kerja pasti sangat berbeda. Di kampus dalam keseharian mahasiswa menghadapi teori yang lalu diaplikasikan di dunia kerja. Ini poin penting. Jadi ada kesempatan untuk mengembangkan konsep yang didapat di kampus sambil mengenali lingkungannya. Karena mahasiswa yang sedang magang atau menjadi pekerja lepas, perlu tahu proses bisnis di sebuah perusahaan seperti apa. Jadi, bukan semata pengalaman kerja, tapi manajemen itu seperti apa,” papar Tita.
Baca juga: Siasat Berteman Kala Pandemi
Dari sisi perusahaan, keberadaan mahasiswa yang melakukan magang atau menjadi pekerja lepas juga membuat perusahaan mendapat sumber daya manusia yang lebih beragam. Perusahaan bisa menilai lebih dahulu sehingga tidak perlu mencari orang yang sudah memiliki pengalaman.
”Saat mereka magang atau menjadi pekerja lepas, mereka bisa belajar di situ agar mendapat manfaat dari pelajaran dan pengalaman, lalu mengembangkan kompetensinya. Dengan begitu, perusahaan bisa lihat, bisa menjadi prospek untuk digunakan sebagai tenaga kerja. Makanya, saat magang atau menjadi pekerja lepas, manfaatkan kesempatan sebaik-baiknya. Jangan sekadar untuk dapat sertifikat. Tapi yang lebih penting kembangkan diri saat di situ,” tuturnya.
Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.