Langkah-langkah Kaki Menghidupi Mimpi
Pangalengan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sejak lama menjadi rahim bagi pelari nasional. Kini, satu per satu anak mudanya muncul mendobrak keterbatasan.
Setelah 1 jam 30 menit 5 detik jam berlari, Ai Kusmiati (22), akhirnya tiba di garis finis Half Marathon Bank Jateng Tilik Candi Borobudur Marathon 2022 Powered by Bank Jateng, Minggu (13/11/2022). Bagi anak Pangalengan, Bandung, Jawa Barat, itu, momen itu semakin meyakinkannya bahwa olahraga lari adalah jembatan menghidupi mimpi.
Ai tidak pernah menyangka bakal ada di titik ini. Hingga empat tahun lalu, anak pemetik teh ini masih mencoba realistis menapaki hidup. Seperti keinginan keluarganya, Ai hanya berharap segera mendapat pekerjaan setelah lulus SMK tahun 2018.
Ai lantas melamar kerja di pabrik sepatu di Kabupaten Bandung. Sembari menanti jawaban atas lamarannya, ia penasaran dengan Agung Mulyawan Track Club (AMTC). Klub lari itu kerap beraktivitas di Lapangan Babakan Tanara, tidak jauh dari rumahnya. Modal Ai saat itu, sepatu berharga sekitar Rp 100.000.
”Saya hobi lari karena suka makan dan gampang gemuk,” ujar Ai yang menurunkan berat badannya dari 57 kilogram (kg) lebih menjadi 52 kg.
Selama latihan, Ai tidak mengeluarkan uang. Hanya bermodal semangat dan kemauan, klub mendukung biaya makan hingga perjalanan latihan dan lomba ke luar daerah. Ia semakin giat berlatih setelah pabrik yang ia tuju tidak menerima lamarannya.
Akan tetapi, keinginan fokus di lari sempat tidak mulus. Sebagian anggota keluarga pernah meragukan masa depannya. ”Ngapain lari-lari? Apa ada hasilnya? Mending kerja aja,” ucap Ai menirukan keraguan itu.
Lihat juga: Drama di Garis Finis Borobudur Marathon 2022
Ultimatum itu jadi cambuk penyemangatnya. Ia terus berlatih lari setiap pagi dan sore dengan jarak minimal 14 km.
Jalan terjal dan curam di sekitar perkebunan teh menjadi santapannya hampir tiap hari. Bahkan, ketika hujan, ia tetap berlari di dalam rumah. Satu per satu podium ditapaki hingga yang terakhir di ajang Borobudur Marathon 2022.
Ke depan, bungsu dari dua bersaudara ini sadar prestasinya masih harus terus ditingkatkan. Selain memiliki target masuk pelatnas lari, ia berjanji terus berlatih sehingga bermanfaat bagi keluarga dan lingkungannya.
”Sebelumnya, saya jadi tanggungan dan beban orangtua. Semoga nanti bisa membantu ibu naik Haji,” ucapnya.
Dia juga punya harapan besar pada anak muda Pangalengan lainnya. Ai ingin mereka berani berlari. Ada banyak hal indah menanti di ujung finis bagi yang serius menekuninya.
”Enggak usah takut ikut lari karena bisa jadi itu jalan buat naik lebih tinggi,” ujar Ai yang ingin Pangalengan menjadi lumbung lari nasional kelak.
Edukasi lari
Pangalengan adalah kawasan legenda atletik Indonesia. Di antara hamparan kebun teh, keberadaannya dikenal sebagai rahim bagi pelari elite Indonesia.
Kawasan dengan ketinggian 1.600-1800 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu menjadi pusat pelatihan bagi pelatnas atletik lari jarak menengah-jauh sejak tahun 1985.
Jalur tanjakan dan turunannya pernah menempa Agus Prayogo, Triyaningsih, hingga Rini Budiarti. Selain atlet, warga lokal hingga pelari dari luar daerah juga banyak belajar berlari di tempat itu.
Bagi pegiat lari, karakteristik itu kurang lebih mirip dengan Iten di Kenya. Terkenal dengan slogan ”Home of Champions” (Rumah Para Juara), kota kecil di ketinggian sekitar 2.400 mdpl itu menempa banyak pelari dunia.
Salah satu yang terkenal adalah Eliud Kipchoge. Peraih dua kali emas Olimpiade itu adalah pemegang rekor maraton dunia dengan catatan waktu 2 jam 1 menit 9 detik saja.
Atau, ada juga Bekoji di Etiopia. Kawasan itu memiliki kontur alam lengkap, dari dataran rendah hingga tinggi. Salah satu nama hebat yang muncul di sana adalah Kenenisa Bekele, pemilik belasan juara dunia lari.
Uniknya, kedua daerah itu tidak hanya menjadi lumbung regenerasi. Ada kisah manusia yang bangkit dari ketimpangan jender. Perempuan yang sebelumnya kerap tersisihkan bisa berdiri tegak saat merengkuh banyak prestasi lari.
Selain itu, lewat hadiah yang didapat, banyak atlet lepas dari kemiskinan. Tidak heran apabila persaingan atlet Kenya dan Etiopia berebut podium kerap terlihat dalam berbagai kejuaraan lari bergengsi dunia.
Baca juga: Tidak Ada Mimpi Berlebihan untuk Menembus Kelas Dunia
Hanya saja, meski punya sejarah dan kondisi alam hampir serupa, Pangalengan masih harus berjuang untuk mengejar jejak Iten dan Bekoji. Banyak warga Pangalengan masih ragu lari bisa memberikan perubahan hidup yang positif.
Kondisi ini membuat Agung Mulyawan, pelatih tim nasional atletik lari, tergerak. Dia yakin, didukung alam dan sumber daya manusia ideal, Pangalengan mampu menjadi lumbung atlet lari Indonesia.
Bukan hanya wacana, mimpi itu diwujudkan saat mendirikan AMTC tahun 2018. Pesertanya puluhan anak setempat. Dia juga memberikan edukasi bagi orangtua tentang masa depan olahraga lari. Selain dibantu donatur, Agung membiayai AMTC lewat kompetisi lari.
Salah satu yang terkenal adalah lomba lari Pangalengan Track Race yang digelar untuk anak muda dan umum. Semua biaya pendaftaran digunakan sebagai beasiswa untuk atlet AMTC. Tahun ini, ajang itu akan digelar pada 3 Desember 2022.
”Sejak awal, pelari muda Pangalengan selalu menjadi inspirasi AMTC,” katanya.
Putus sekolah
Salah satu inspirasi itu adalah Tazi Ahmad Dhani (18). Sejak tahun 2017, ia kerap datang ke Babakan Tanara untuk melihat latihan atlet pelatnas. Dia bahkan nekat ikut berlari di belakang para atlet, termasuk Agus Prayogo, idolanya.
”Saya selalu ingin berlari bersamanya (Agus) di lintasan yang sama,” kata Tazi.
Agung yang melihat bakat unik itu lantas menawarkan Tazi untuk ikut berlatih. Hal ini tentu tidak disia-siakan Tazi.
“Waktu itu saya langsung bilang ke orangtua, dan mereka sangat mendukung. Kakak saya juga atlet dayung di Kabupaten Bandung,” ujar Tazi.
Selama tiga bulan pertama, Tazi diajarkan teknik dasar dan postur saat berlatih. Setelah itu, dia mulai menguji nyali mengikuti sejumlah kejuaraan, salah satunya Jakarta Open tahun 2018 dan 2019.
Di kejuaraan ini, jalan Tazi untuk menjadi atlet semakin terbuka lebar. DKI Jakarta saat itu meliriknya. Tazi dapat penawaran beasiswa di Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di Sekolah Khusus Olahragawan (SKO) Ragunan. Jejak nyaris putus sekolah akibat keterbatasan biaya sirna di lintasan lari.
”Padahal saat itu saya hanya berpikir untuk sekolah sampai SMP saja karena terkendala biaya,” ujarnya.
Tidak hanya beasiswa, peluang Tazi menjadi atlet profesional terbuka lebar. Dia mendapatkan podium ketiga untuk nomor 3.000 meter dalam Thailand Sports School Khon Kaen Games 2019. Agustus 2022, dia mengikuti Kejuaraan Nasional Atletik bersama DKI Jakarta.
Karena itu, Tazi berharap motivasi menjadi pelari itu juga ada di benak anak-anak Pangalengan. Apalagi, setiap tahun AMTC menerima sejumlah peserta didik yang bervariasi. Namun, tidak semua bisa bertahan dan tetap berlari.
”Semua seperti musiman. Jadi, semakin lama, nanti bakal semakin berkurang. Padahal, berlatih bersama coach Agung tidak dipungut biaya. Malah, pelari yang berprestasi biasanya dapat sepatu atau jersey dari donatur,” ujarnya yang masih memendam keinginan berlari bersama Agus Prayogo, idolanya.
Jadi anggota TNI
Sadar dengan fenomena itu, AMTC punya strategi mengalihkan minat dan bakat siswa didik. Tesa Sanjani Rahmawati (20), warga Pangalengan lainnya, merasakan manfaatnya. Dia banting setir dari atlet lari yang kerap cedera menjadi jalan cepat menjanjikan.
Seperti Ai dan Tazi, mata Tesa juga dibuat kagum dengan ketangguhan atlet lari yang berlatih di Lapangan Babakan Tanara.
”Agus Prayogo dan Triyaningsih itu keren-keren sekali. Saya ingin seperti mereka,” katanya.
Hingga akhirnya tahun 2019, ia ikut Pangalengan Track Race. Dari sana, dia diajak Agung ikut AMTC untuk fokus jadi pelari. Namun, seiring waktu, Tesa merasa kesulitan bersaing. Dia juga kerap cedera.
Semua membuat Tesa sempat ragu. Namun, Agung tidak menyerah. Tesa disarankan mencoba cabang olahraga jalan cepat. Bakat besar Tesa terlalu sayang dilepaskan begitu saja. Setelah didampingi intensif, Tesa ternyata menyukainya olahraga barunya itu.
Kemampuannya dengan cepat menonjol. Kabupaten Bandung menariknya ikut Pekan Olahraga Provinsi XIV Jabar 2022.
Di sana, Tesa merebut medali perak jalan cepat 20.000 meter. Sementara di nomor 10.000 meter, dia ada di posisi keempat. Kini, dia tengah memasang target ikut Pekan Olahraga Nasional 2024 di Aceh dan Sumatera Utara.
Baca juga : Agung Mulyawan Membidik Bakat Lari Anak-anak Pangalengan
Akan tetapi, seperti Ai dan Tazi, Tesa mengatakan olahraga lebih dari sekadar perkara naik podium. Prestasi dan kemampuannya yang dimiliki punya potensi besar menjadi amunisi meraih cita-cita.
”Semoga apa yang diraih sekarang bisa membantu saya menjadi personel TNI kelak,” katanya.
Anak-anak muda dari Pangalengan itu ingin terus membuktikan potensi diri. Dari tanah para legenda atletik negeri ini, langkah kaki mereka belum akan berhenti berlari menghidupi mimpi.