Unjuk Karya Desainer Muda
Desainer muda mendapat kesempatan bagus di gelaran Jakarta Fashion Week 2023 di Jakarta. Mereka menjadi lebih percaya diri.
Gelaran Jakarta Fashion Week 2023 hingga hari Minggu (30/10/2022) memberi kesempatan bagi desainer muda untuk unjuk gigi. Tampil di ajang besar seperti JFW membuat desainer muda semakin percaya diri dan kian semangat berkarya.
Dari sekian banyak desainer muda, tiga di antaranya yang mendapat kesempatan memanggungkan karyanya di Jakarta Fashion Week (JFW) 2023 adalah Yonatan Digo Permadi (29), Juliana Ng (27), dan Erfandi Baharuddin (32).
Juliana, pemilik jenama Starry, tak pernah membayangkan akan masuk ke panggung JFW. Namun, ketenangan dalam mengembangkan jenamanya justru membuahkan hal di luar ekspektasinya.
”Aku bukan orang yang ambisius. Yang harus begini-begitu atau setelah ini nanti harus punya target ke mana atau apa. Aku enggak gitu. Aku live in the present aja. Menjalani dan menikmati yang aku kerjakan di hari ini dan saat ini,” ujar Juliana ketika berbincang di pop-up store JFW, Senin (24/10/2022).
Sebagai debutan di pekan mode Jakarta yang sudah berlangsung sejak tahun 2008, Juliana lewat Starry memperoleh kesempatan mempresentasikan karyanya langsung pada para tamu. Koleksinya bertajuk ”A Sunday in Sun’s Embrace” menjadi pergelaran pembuka di hari pertama bersama dua jenama lain, yakni Nadjani dan Glashka. Selain itu, JFW juga memberinya satu gerai (booth) untuk menawarkan koleksinya di pop-up store yang tersedia.
Kecintaan Juliana terhadap desain terpupuk sejak sekolah menengah atas (SMA). Semula, ia hanya gemar menggambar. Hingga ia menyadari gambar yang dibuatnya tak jauh-jauh dari mode. Ia pun meminta izin kepada orangtuanya untuk melanjutkan pendidikan di bidang mode. Dukungan penuh diperolehnya. Ia pun berkuliah di Raffles College of Design and Commerce, Australia.
Sepanjang masa pendidikan, kemampuannya terasah. Ia berhasil menjadi juara ketiga kompetisi desain baju tidur. Kemudian menjadi koleksi terbaik dalam kompetisi lulusan dari institusinya dan 50 finalis dari kompetisi yang diselenggarakan Art of Fashion Foundation. Ia juga pernah bekerja untuk desainer Singapura, Alfie Leong.
Kemudian, bersama teman kuliahnya, mereka sempat membuka jenama. Namun, karena ada perbedaan visi dan misi, mereka tak melanjutkan kerja sama. Baru pada 2018, Starry ia dirikan berdasarkan pengalaman pribadinya yang sulit mencari pakaian dengan ukuran yang pas.
”Badanku ini rectangle shape. Jadi, susah kalau cari pakaian. Misal, panjangnya cukup, tapi pinggangnya kegedean. Atau pinggang pas, tapi panjangnya kurang. Dari kebutuhanku itu, aku bikin Starry karena aku yakin yang punya masalah seperti itu enggak cuma aku,” jelas Juliana.
Dalam perjalanan sebagai desainer muda, Juliana tak merasa ada kendala atau tantangan yang berarti. Menurut dia, ketenangan menjadi kunci tersendiri baginya. ”Tantangan itu aku enggak pernah merasakannya karena prinsipku apalagi di bidang fashion ini, tiap orang punya preferensi. Jadi, tiap desainer bisa menciptakan pasarnya. Tergantung bagaimana kita bisa melihat peluang itu,” ujar Juliana.
Perjalanan unik dijalani Desainer Yonatan Digo Permadi asal Surabaya. Alumnus LaSalle College Surabaya itu semula memfokuskan diri membuat desain perhiasan saja. Tahun 2016, ia ikut Lomba Perancang Aksesori Femina Group 2016 dan menjadi juara pertama. Hadiahnya ikut kursus singkat selama tiga minggu di Istituto Marangoni Milan.
Berada di salah satu kota pusat mode dunia, membuat Digo belajar banyak hal terutama soal busana. ”Wah selama di sana setiap hari lihat orang pakai baju bagus. Di sana juga banyak toko fashion yang menjual barang bagus, indah. Kan, Milan salah satu pusat fashion dunia,” kata Digo pada jumpa pers menjelang peragaan busananya di JFW 2023 pada Kamis (27/10/2022).
Dalam perjalanannya, ia malah mulai tertarik mendesain baju. Awalnya, hanya coba-coba membuat satu baju. Tatkala ada kenalannya yang melihat, eh dia tertarik dan mau membelinya. Digo pun mulai membuat baju. Sejak itu, orang makin kenal pemuda yang sekarang tinggal di Bali itu tak hanya sebagai desainer aksesori, tetapi juga busana.
Pesanan busana berdatangan. Kini ia malah lebih banyak membuat busana ketimbang aksesori. ”Tetap bikin, tapi enggak banyak atau jika ada permintaan. Yang paling banyak orang pesan baju ke aku,” jelasnya.
Pemilik jenama Digo Designs tersebut sengaja menjunjung prinsip mode berkelanjutan dalam berkarya. Ia hanya merancang busana dari sisa kain (perca) atau kain yang sudah lama tak terpakai. Ia mendapat bahan dari sisa jahitan para penjahit dan toko yang mau tutup. Ada juga pabrik kain tenun yang sudah terlalu lama menyimpan kain model lama dan tak membutuhkan lagi. ”Dengan begitu, aku mendayagunakan kain yang tak dipakai lagi,” katanya.
Menurut Digo, membuat baju dari kain perca atau sisa kain yang ada dan tidak menambah bahan dari kain yang ia beli di toko justru lebih susah. Ia menantang dirinya sendiri untuk berkarya hanya dari bahan yang ada. Lelaki berambut keriting ini menceritakan acapkali kesulitan memenuhi pesanan pelanggannya yang justru belum memahami apa itu prinsip berkelanjutan dalam mode.
Kemarin, Digo menampilkan busana berupa celana panjang dari bahan jins berpipa lebar dengan atasan tipis, terusan rok mini warna pink dipadu jaket warna hampir senada sampai setelan dari kain tenun yang cantik.
Jalan berliku
Erfandi, yang akrab dipanggil Fandi, belajar desain secara otodidak. Berbekal senang menggambar, ia memulai pekerjaan sebagai desainer dengan menggambar sendiri kemeja yang ingin ia buat. Sementara ini, ia konsentrasi membuat kemeja cowok yang ternyata pasarnya besar.
Fandi yang bermitra dengan Kemas Ahmad Farouk Khasougi, kenalannya yang alumnus Teknik Sipil Universitas Indonesia, tahun 2021 mendirikan jenama Nuc.id setelah gagal membangun usaha salah satunya restoran. Lulusan Jurusan Hubungan Internasional dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta tersebut melihat peluang untuk bisnis mode yang bisa tetap berjalan di masa pandemi.
Ia mulai belajar membuat desain baju dari melihat pergelaran busana berbagai jenama top di dalam dan luar negeri dari media sosial dan mengamati apa yang disukai lelaki. ”Ternyata cowok itu suka baju desainnya unik. Aku lalu coba-coba angkat seni budaya kita dari Jawa, misalnya surjan. Kuambil inspirasinya dari sana untuk model baju cowok. Eh laris,” ujar Fandi, Kamis (27/10/2022).
Baca juga: Mantap Melangkah di Bidang Komunikasi
Koleksi Demang ternyata laris di pasar. Ia membuat baju dari bahan katun dan lurik yang nyaman di pakai. Pada pergelaran hari Rabu (26/10/2022), Nuc.id memamerkan koleksi baru bertema Mahabarata lewat gambar wayang dan corak lain pada kemeja yang dipakai para model. Semua corak dibuat dari bordir agar tampak bagus saat dipakai.
Perjalanan karier Fandi amat berliku, pemuda asal Pulau Sebatik itu setelah lulus sarjana menjadi pramugara di dua maskapai sambil mengikuti lomba menyanyi Kontes Dangdut Indonesia. Ketika kariernya di dunia hiburan menanjak, ia mundur dari profesi awal. Di masa pandemi, seluruh kegiatan hiburan dihentikan untuk menekan penyebaran virus korona, Fandi lalu mencoba berbagai usaha sampai mendirikan jenama mode.
”Seneng banget mendapat kesempatan dari Lazada untuk tampil di JFW 2023. Kesempatan ini membuat saya makin ingin belajar desain fashion secara serius. Dalam waktu dekat aku akan ikut pelatihan singkat dulu,” tutur Fandi.
Pengalaman di panggung besar menjadi modal awal bagi desainer muda untuk melebarkan sayapnya. Mereka semakin mantap melangkah di dunia mode.