Wahyu Aji pantang menyerah menggugah kepedulian anak muda terhadap isu tata ruang kota dan berbagai permasalahannya.
Oleh
MARIA SUSY BERINDRA
·4 menit baca
Kepedulian yang besar pada berbagai masalah perkotaan membuat Wahyu Aji semakin mantap mempertahankan komunitas Pemuda Tata Ruang (Petarung Kota) di Yogyakarta. Meski bukan sebagai pendiri, dia konsisten menjalankan kegiatan komunitas dan menjadi ketua sejak 2017.
Petarung Kota merupakan komunitas anak muda yang peduli dengan tata ruang kota dan beragam permasalahannya. Awalnya, komunitas didirikan dengan memberikan perhatian ke Yogyakarta, tetapi kini mereka sudah menggandeng banyak anak muda di sejumlah kota. Komunitas ini didirikan oleh Rendy A Diningrat yang saat itu masih berstatus sebagai mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tahun 2012.
”Sebagai adik tingkat, aku bergabung tahun 2016. Saat itu, pendiri dan ketuanya sudah tidak aktif karena bekerja di luar Kota Yogyakarta. Jadi, aku meneruskannya sampai sekarang, ingin terus menyuarakan kepedulian pada tata ruang kota. Anggotanya kebanyakan dari jurusan yang sama, tetapi ada juga dari jurusan-jurusan lainnya di UGM,” kata Wahyu saat dihubungi di Yogyakarta, Senin (28/3/2022).
Selain isu penataan kota, beberapa isu yang menjadi perhatian Wahyu di antaranya masalah sampah, kelompok marjinal, ruang terbuka hijau, dan pangan. Kegiatan utama komunitas adalah sekolah tata ruang yang berlangsung setahun sekali. Wahyu mengatakan, beberapa tema yang pernah diangkat seperti penataan ruang di pinggir Kali Code dan penataan kawasan Kotabaru yang meninggalkan jejak sejarah saat pemindahan ibu kota Indonesia pada tahun 1946.
Kegiatan sekolah tata ruang terakhir dilakukan pada 2019 dengan mengambil tema penataan ruang pinggir sungai di kawasan Karangwaru Riverside, Yogyakarta. ”Selama dua hari, kami mengajak mahasiswa mempelajari bagaimana sebuah kampung bisa ditata rapi. Selain itu, mencari tahu cara partisipasi warga yang berhasil menata pinggir sungai dengan rapi,” kata Wahyu.
Hasil studi lapangan itu disusun menjadi sebuah laporan yang juga memuat masukan dan beragam ide dari mahasiswa untuk penataan tata ruang kota. Tak jarang, Petarung Kota memberikan masukan kepada pemerintah daerah atas berbagai masalah perkotaan. ”Apabila di kelas perkuliahan kami belajar teori, di komunitas ini kami langsung terjun ke lapangan,” ujarnya.
Kegiatan komunitas lainnya adalah mengajar anak-anak untuk memahami tata ruang kota dengan cara yang menyenangkan. Wahyu menceritakan, kegiatan mengajar ini bekerja sama dengan Yayasan Bintang Kidul yang dilaksanakan di Bantul. Volunter Petarung Kota mengajak anak-anak keliling kampung sambil mencatat apa saja yang dilewati mereka. Lalu, mereka diajak membuat peta kampung. Selain itu, anak-anak juga diajak membuat peta sesuai harapannya, misalnya membuat taman bermain di salah satu titik di kampung.
Kolaborasi
Sejak masih di bangku SMA, Wahyu sudah tertarik dengan masalah perkotaan. Banyak pertanyaan sekaligus ide yang ingin diungkap saat masih tinggal di Semarang. Sampai kemudian kuliah di Yogyakarta, dia semakin penasaran dengan banyak hal. Dia ingin semakin terlibat bisa ikut mencari solusi dari banyaknya masalah terkait tata ruang kota.
”Ternyata di Yogyakarta, permasalahannya tidak kalah dengan Semarang. Apalagi dengan status daerah istimewa dan pariwisata, tata ruang kotanya jadi unik. Justru aku semakin penasaran dan ingin menggerakkan anak muda untuk lebih peduli,” katanya.
Selama pandemi, Petarung Kota tetap melakukan rekrutmen anggota setiap tahun sekali. Hingga kini, anggota komunitas sebanyak 90 orang dengan anggota aktif sekitar 30 orang.
Kegiatan yang berlangsung daring justru membuat Wahyu bisa memperluas jaringannya. Komunitas berhasil melebarkan sayap mengajak anak muda di luar Yogyakarta, seperti Palu, Bogor, dan Malang untuk bergabung. Mereka sering berdiskusi secara daring untuk membicarakan masalah perkotaan di wilayah masing-masing. Anggota dari setiap kota diminta untuk mengangkat sebuah tema. Misalnya, mahasiswa dari Universitas Tadulako, Palu, yang meneliti tentang minat anak muda terhadap angkutan umum.
Berbagai cara dilakukan Wahyu agar kegiatan komunitas terus berjalan. Kegiatan yang dilakukan secara daring melalui kolaborasi dengan komunitas lainnya dilakukan demi menumbuhkan kepedulian pada anak muda terhadap tata ruang kota.
Menurut Wahyu, saat bertemu dengan komunitas yang peduli penyandang disabilitas muncul diskusi mengenai bagaimana penataan kota yang lebih inklusif bagi mereka. Di lain kesempatan, Petarung Kota bertemu dengan komunitas yang peduli sampah untuk bersama-sama mencari solusi masalah sampah perkotaan.
Meski menghadapi banyak tantangan, dari mulai pandemi yang membatasi gerak komunitas hingga mencari anak muda yang mau berkomitmen secara sukarela tanpa bayaran, Wahyu pantang menyerah. ”Kami bermimpi, isu tata ruang kota ini bisa menyatukan dari segala macam ilmu pengetahuan sehingga bisa mendapat solusi untuk semua permasalahan, dari mulai pengelolaan sampah, permukiman kelompok marjinal, hingga ruang terbuka hijau. Solusi untuk mengelola kota yang baik, inklusif, dan berkelanjutan,” kata Wahyu dengan mantap.
Wahyu Aji
Lahir : Semarang, 21 Februari 1997
Pendidikan :
-SMA Negeri 3 Semarang (lulus 2015)
-S-1 Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2022)