Elke Santa Amesa, mahasiswa dari Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, meraih juara dalam Industrial Design Student Award Ke-2 atau IIDSA 2 pada 20 Desember 2021.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Berawal dari hobi bermain gim SimCity, di kepala Elke Santa Amesa (21) tercetus ide untuk membuat miniatur bangunan untuk tugas di kampus. Ide itu tidak sia-sia. Desain produk gadis ini, Ka.Do, mendapat juara dalam Industrial Design Student Award Ke-2 atau IIDSA 2.
Sebagai mahasiswa Prodi Desain Produk, Fakultas Arsitektur dan Desain di Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Elke awalnya mengikuti program Wirausaha Desain Kampus Merdeka (WDKM), tahun lalu. WDKM adalah salah satu program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Elke mendapat tugas untuk membuat produk baru untuk dipasarkan. Kebetulan dirinya sudah sering bermain gim SimCity sejak lima tahun silam. Ia akhirnya berinisiatif membuat miniatur bangunan yang menjadi bagian dari suatu kota.
”Proyek ini kayak dari kesenangan pribadi saya yang suka melihat miniatur lucu dan crafting, seperti mewarnai, mengecat, dan menyusun. Karena idenya tentang bangunan, ini juga mengenalkan ciri khas bangunan dari Indonesia dan negara lain,” kata Elke dalam wawancara virtual dari Klaten, Yogyakarta, Selasa (15/3/2022).
Elke menciptakan 3D Coloring Puzzle dengan nama Ka.Do, sebuah produk mainan mewarnai dan merakit miniatur bangunan dengan ciri khas setiap negara. Diisi dalam kotak berukuran panjang 25 cm x 20 cm x 10 cm, Ka.Do terdiri atas miniatur bangunan yang terbuat dari kayu daur ulang dan kardus, cat, kuas, lem, serta kertas bergambar untuk pelengkap tampilan. Ka.Do saat ini memiliki dua tema, yakni toko kelontong Indonesia dan warung Jepang.
Miniatur ini menunjukkan toko kelontong Indonesia yang memiliki kulkas, kardus, minuman, dan makanan kemasan. Sementara warung Jepang menampilkan lampion, tirai bertuliskan huruf Jepang, serta makan seperti dango dan takoyaki.
Elke sengaja mengambil tema toko kelontong. Selain terinspirasi dari toko kelontong milik orangtuanya, perempuan ini juga ingin mengenalkan Indonesia dan Jepang dari hal-hal sederhana terlebih dahulu. ”Kita sering melihat warung kelontong, tetapi enggak fokus, padahal itu kekhasan kita,” ujarnya.
Nama Ka.Do juga tidak sembarang dipilih Elke. Menurut dia, Ka.Do berarti melakukan sebuah karya. Ka berasal dari kata ’karya’ yang berarti membuat suatu kreasi. Sementara itu, Do diambil dari kata ’do’ dalam bahasa Inggris yang bermakna melakukan sesuatu. Jika secara harfiah, Ka.Do juga berarti hadiah yang bisa diberikan untuk orang lain atau diri sendiri.
Pada November 2021, Elke mendaftarkan Ka.Do berkompetisi dalam IIDSA 2 yang diselenggarakan Forum Program Studi Desain Produk Indonesia yang terafiliasi dengan Aliansi Desainer Produk Industri Indonesia (ADPII) di Universitas Surabaya (UBAYA). Pemenang lomba yang diikuti mahasiswa dari sejumlah universitas di Indonesia ini berlangsung pada 20 Desember 2021.
Elke awalnya pesimistis mengikuti lomba tingkat nasional itu. Apalagi ini adalah lomba pertama yang diikutinya. Namun, ia ternyata berhasil meraih penghargaan Good Design KKNI Level 6 untuk kategori Design with Educational Purpose.
Banyak manfaat
Elke menjelaskan, Ka.Do memiliki banyak manfaat dalam membangun kecerdasan dan kesehatan mental. Permainan yang telah dijual di beberapa platform e-dagang ini cocok untuk anak-anak hingga dewasa.
”Produk permainan edukasi ini dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan kecerdasan kinestetik melalui rangkaian kegiatan bongkar pasang, mewarnai, dan dekorasi. Anak-anak bisa mengenal warna, bentuk, dan budaya,” kata Elke.
Untuk anak muda, lanjutnya, Ka.Do bisa berguna untuk pemulihan (healing) alternatif. Pemain bisa melepaskan diri sejenak dari rutinitas dan memfokuskan pikiran untuk merakit produk bersama-sama keluarga.
Elke berusaha memberikan yang terbaik dalam membuat Ka.Do. Selaku mahasiswa desain produk, dirinya mempertimbangkan konstruksi miniatur agar kokoh dan terlihat realistis, misalnya terkait letak pintu dan jendela, sirkulasi udara, tinggi bangunan, dan faktor ergonomis. Produk ini juga tidak lancip agar tidak melukai anak-anak.
Gadis yang hobi nonton drama Korea ini melanjutkan, saat menemukan tantangan, dia tak ragu untuk berkonsultasi dengan dosen ataupun memperbanyak riset. Misalnya, Elke sempat kesulitan menemukan bahan yang pas untuk bangunan. Namun, berkat konsultasi dengan mentornya, dia bisa menggunakan kayu daur ulang yang terbuat dari sisa hasil gergaji.
”Kalau mengerjakan sesuatu, saya berusaha melakukan dengan sepenuh hati dan semaksimal mungkin. Kita sudah melahirkan bayi ’produk’, jadi kita harus merawat dan membesarkannya sepenuh hati,” ujar Elke.
- Program Studi Desain Produk Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Yogyakarta (2019-sekarang)
- SMA Regina Pacis Surakarta (2016-2019)
Pengalaman:
- Asisten dosen (2021-2022)
- Pemilik usaha kerajinan tangan, Ka.Do (2021)
- Ketua Hubungan Masyarakat, Himpunan Mahasiswa Desain Produk (2020-2021)
- Desainer lepas (2019-sekarang)
Penghargaan: Good Design KKNI Level 6 untuk kategori Design with Educational Purpose, Industrial Design Student Award Ke-2, Aliansi Desainer Produk Industri Indonesia (ADPII) (2021)