Banyak anak muda yang mencari mentor di media sosial. Tips membuat ”curriculum vitae” (CV) di medsos paling banyak diminati anak muda.
Oleh
Elsa Emiria Leba/Soelastri Soekirno
·5 menit baca
Siapa yang tak mendamba lulus kuliah bisa langsung bekerja? Sayang, realitas tidak selalu indah karena persaingan dan keterbatasan lapangan pekerjaan. Meski telah mengenyam pendidikan tinggi, anak muda ternyata tetap butuh mentor soal dunia kerja sehingga mereka berkonsultasi di media sosial.
Kesadaran untuk punya pengetahuan sebanyak mungkin tentang persiapan sebelum masuk dunia kerja membuat Adonia Bernike Anaya (21) atau Nia terus mencari info dari berbagai sumber. Mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) ini sudah mendapat masukan dari Career Development Center UMN.
Begitu mahasiswa kuliah di semester enam, kampus mengirim surel kepada mahasiswa untuk memberikan bimbingan karire. Semasa masa pandemi dan kuliah daring, bimbingan dilakukan lewat webinar, ditambah alumni yang sudah bekerja berbagi pengalaman ketika mereka lulus lalu mencari pekerjaan.
”Sebenarnya itu lumayan membantu, tapi aku ingin mencari pengetahuan lebih detail. Misalnya, bagaimana bersikap saat wawancara daring atau ketika magang bertemu dengan atasan di kantor itu,” ujar Nia lewat telepon dari Denpasar, Bali, Sabtu (27/11/2021).
Dua hal itu tampaknya sepele bagi orang lain, tetapi bagi Nia penting karena pemberi kerja akan mengamati calon pencari kerja. Kesan pertama akan menentukan apakah wawancara akan dilanjutkan atau cukup sampai di situ. Demikian juga dengan membuat CV (curriculum vitae). Jika salah atau kurang tepat, CV-nya bisa-bisa langsung dicoret pada seleksi awal.
Nia mencari informasi tambahan dari sumber lain, yakni media sosial. Akun yang biasa ia pelototi, antara lain LinkedIn, Campuspedia, Aksel, Maukerja ID, Jobstreet, dan Glints. Selain mencari tips melamar pekerjaan dan bersikap di tempat magang serta dunia kerja, Nia melengkapi bekalnya dengan banyak magang.
Rizqi Fauzi (21), mahasiswa Prodi Tadris Biologi, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus, Jawa Tengah, turut merasa khawatir soal dunia kerja setelah lulus nanti. Rizqi, yang setelah lulus berencana mengajar, khawatir peluangnya untuk bekerja tidak luas.
”Kekhawatiran itu ada. Tapi aku sendiri enggak terlalu meratapi. Kalau, misalnya, ada lowongan yang cocok, aku rencananya daftar aja gitu,” kata Rizqi, dari Pati, Jawa Tengah.
Pemuda ini telah melakukan sedikit riset untuk lebih mengetahui peluang kerja yang tersedia. Rizqi juga mengevaluasi keterampilan apa saja yang perlu dimiliki, antara lain pengalaman mengajar, kemampuan berbicara depan umum, sopan santun, dan komitmen.
Namun, Rizqi tidak tertutup kemungkinan untuk mencari beasiswa S-2 setelah lulus nanti. Selain untuk menambah ilmu, Rizqi berharap agar gelar S-2 dapat memperluas peluangnya diterima di dunia kerja.
Sebagai mahasiswa semester tujuh, ia mengaku penting untuk memiliki semacam mentor yang bisa diajak berkonsultasi tentang peluang kerja setelah lulus nanti. ”Jadi, aku bisa tahu peluang dan pengalaman apa saja yang ada di bidang sesuai kompetensi aku,” ucapnya.
Manfaat konsultasi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia sebesar 6,49 persen menjadi sebanyak 9,1 juta orang per Agustus 2021. Menurut kelompok umur, TPT penduduk usia 15-24 tahun merupakan TPT tertinggi (19,55 persen), diikuti oleh penduduk usia 25-59 tahun (4,44 persen) dan penduduk usia 60 tahun ke atas (2,73 persen).
Tantangan untuk mendapatkan pekerjaan kini dirasakan Putu Eka Parnanda Dewi (22), alumnus Institut Seni Indonesia Denpasar. Lulus pada Maret lalu, Eka tengah berjuang mencari pekerjaan di Bali. Apalagi, persaingan mencari kerja semakin sengit akibat pandemi.
”Setiap aku mau melamar kerja, pasti bersaing sama orang dengan pengalaman yang terdampak pandemi. Jadinya, semakin sedikit peluang aku,” kata Eka yang bercita-cita menjadi guru seni budaya.
Gadis ini sempat melamar di berbagai sekolah, perusahaan, dan BUMN. Rezeki Eka ternyata belum di situ. Pada Juli, Eka akhirnya sempat bekerja sebagai guru TK selama tiga bulan. Menurut dia, dirinya berhasil lolos salah satunya berkat tips melamar kerja yang diperoleh di media sosial.
Eka sering mendapat informasi soal lowongan pekerjaan dan tips melamar kerja serta berkarier lewat akun Tiktok bernama Vina Muliana, seorang kreator konten digital. Ia juga pernah berkonsultasi tentang CV-nya di akun @lokerbali di Instagram.
Eka belajar banyak. Dirinya jadi tahu cara menulis CV yang baik, etika wawancara, dan cara negosiasi gaji. Detail-detail itu terkesan remeh, tetapi menunjukkan kesiapan memasuki dunia kerja. ”Akun-akun itu bermanfaat banget supaya bisa diterima kerja,” ujarnya.
Namun, impian Eka menjadi guru seni budaya membuatnya mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai guru TK. Eka sedang mempersiapkan diri setelah memasukkan lamaran ke sebuah sekolah swasta di Denpasar.
Sebagai kreator konten digital bidang karier, Vina Andhiani Muliana Omar atau yang lebih dikenal sebagai Vina Muliana sering membagikan wawasan soal dunia karier. Ia membagikan pengalaman bekerja di BUMN, memberi tips dan trik melamar kerja, membangun karier, serta mengulas CV orang lain.
Dari pengalamannya berbagi, Vina menyadari banyak anak muda belum mempunyai kemampuan menulis yang baik, keterampilan berkomunikasi, atau bahkan pengetahuan sebaiknya bekerja di bidang apa. Alhasil, mereka bingung apa yang harus ditulis di CV tentang diri sendiri dan apa yang mereka pernah kerjakan.
”Mereka kurang mentor dan tempat cerita, jadi bingung harus ke mana. Aku rasa media sosial seperti Tiktok membantu karena mereka jadi punya tempat curhat,” kata Vina di Jakarta.
Awalnya Vina tidak berniat menjadi konten kreator. Selama pandemi, Vina mendapati banyak anak muda mengeluh susah mencari kerja di Tiktok. Ia akhirnya membuat konten berdasarkan pengalamannya di bidang jurnalistik dan sekarang di BUMN bidang pertambangan setelah berkarier sejak 2014.
Tak disangka, dari Februari lalu, akun Tiktok Vina telah menggaet lebih dari 3,3 juta pengikut dalam waktu sembilan bulan. ”Antusiasme mereka tinggi banget. Aku rasa jarang ada akun yang kasih tahu cara melamar kerja atau sesimpel buat CV dan menulis surat lamaran,” kata Vina yang memiliki demografi pengikut mayoritas di usia 18-27 tahun.
Interaksi dengan pengikutnya membuat Vina menilai kampus perlu membuat program yang lebih ekstensif guna membantu mahasiswa mengenali minat, potensi diri, dan kompetensi sebelum terjun ke dunia kerja. Mahasiswa juga perlu dibekali keterampilan membuat CV yang personal agar sesuai dengan kebutuhan tempat lamaran yang dituju.
Vina melanjutkan, untuk pencari kerja, penting untuk menerapkan know your clarity, enhance your competitiveness, dan broaden your connection. Pencari kerja perlu mengenali diri sendiri untuk menentukan jalan karier, meningkatkan kompetensi diri sesuai dengan tujuan karier, dan memperluas jejaring.
Menurut Vina, pencari kerja muda era digital memiliki kelebihan dan kekurangan. ”Mereka ekspresif, mudah mencari informasi, dan cepat belajar karena daya tangkap tinggi meskipun beberapa ada yang merasa insecure karena melihat pencapaian yang lain,” ujarnya.