”Ngos-ngosan” Dikejar Bunga Pinjaman Daring
Proses pinjaman daring yang semakin mudah membuat anak muda terjerat utang beserta bunganya.
Saat ini makin banyak jenis pinjaman daring yang mudah diakses oleh siapa saja. Apabila ingin meminjam uang, cukup menggerakkan jari di gawai. Namun, semua kemudahan itu bisa membuat peminjam ”ngos-ngosan” dikejar angsuran.
Di era digital, mencari pinjaman uang semakin mudah. Kita bisa mengunduh aplikasi pinjaman daring, daftar, masukkan foto dan identitas diri, lalu dana pun cair dalam hitungan menit. Meski begitu, angsuran pinjaman yang tanpa kita pahami mengenai bunga dan jatuh temponya bisa menyengsarakan diri kita.
Donita (26) sedang stres berat. Hidupnya yang selama ini tenang tiba-tiba seperti dikejar hantu berupa telepon dari petugas pinjaman daring yang meminta segera membayar angsuran. Tak hanya petugas dari satu perusahaan finansial pemberi kredit instan. Ia tercekik bunga pinjaman dari 10 perusahaan, baik yang legal maupun ilegal.
Pinjaman yang empat bulan lalu ia ambil sebesar Rp 10 juta sekarang membengkak menjadi Rp 50 juta, berlipat-lipat dibandingkan dengan gaji bulanannya di sebuah perusahaan swasta di Jakarta Barat. Celakanya, ia harus melunasinya secara beruntun sejak akhir September ini hingga awal Oktober 2021.
Ia menyesal sudah berutang, tetapi saat itu ia tak punya pilihan. Nestapa yang dialami Donita berawal ketika terpapar Covid-19, lalu dirawat di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Jakarta. Tak disangka, ayahnya jatuh sakit. Upaya minta bantuan ke saudara tak berhasil. Mau tak mau, di tengah menjalani isolasi, ia harus mengirimkan dana cukup besar untuk kebutuhan pengobatan.
Ayahnya hanya rawat jalan, tetapi ibunya minta tambahan dana untuk membeli aneka kebutuhan. Donita tak bisa menolak walau sedang tidak punya uang. Kondisi tubuhnya yang masih sering sesak napas dan sakit tenggorokan membuat ia harus sering membeli obat di luar dengan jasa ojek daring. Otomatis ia juga butuh pegangan uang.
”Jalan satu-satunya, cari dana ke pinjol (pinjaman online). Awalnya hanya pinjam Rp 5 juta di tiga pinjol legal, tetapi kebutuhan makin bertambah sehingga ia menambah lagi Rp 5 juta,” tutur Donita pada Selasa (22/9/2021).
Sebagian pinjaman terakhir terpaksa ia ambil dari lembaga kredit ilegal karena waktu itu ia butuh dana dari mana saja asal segera dapat duit. Jadilah gali lubang tutup lubang.
Sebenarnya ia sudah berhitung akan bisa membayar tagihan pokok plus bunga yang rata-rata berkisar 2,9 persen per bulan, tetapi ia lupa jika ada pinjaman daring ilegal yang hanya memberikan masa pinjam pendek. Dalam delapan hari ia harus sudah melunasinya. Ketika ia telat membayar, bunganya melonjak tinggi sampai 2,5 persen per hari. Jadilah utangnya makin membengkak.
Hobi utang
Pengalaman ”ngos-ngosan” karena punya tanggungan mengangsur utang dengan bunga tinggi juga dialami Rukin (27), karyawan swasta di Jakarta Pusat. Ia telah menjajal aplikasi peminjaman daring sejak tahun 2017. Ia pernah meminjam uang dari sebuah penyelenggara pinjaman daring sebesar Rp 4,8 juta. Meskipun mendaftar di aplikasi untuk membeli ponsel, ia sebenarnya menggunakan uang itu untuk membeli gitar dan jajan.
Pemuda asal Subang, Jawa Barat, itu beberapa kali meminjam dengan besaran Rp 1 juta untuk biaya hidup di akhir bulan. Dirinya biasa menggunakan uang itu untuk membeli pulsa atau token listrik. ”Bukannya gaji enggak cukup, tapi katakanlah aku ada uang sisa Rp 100.000 untuk akhir bulan jadi mending aku pinjam supaya bisa survive sampai gajian berikutnya. Jadi, pakai pas mepet aja, tetapi memang kayak enak aja namanya ada duit menganggur,” kata Rukin, Rabu (22/9/2021).
Meski sudah merasakan tak enak meminjam uang melalui pinjaman daring, Rukin tak kapok. Pada Juni 2021, ia mendapat tawaran pinjaman untuk modal usaha. Ia mendapat pinjaman Rp 15,5 juta dengan bunga 2 persen per bulan selama 35 bulan untuk usaha dengan kawannya. Ia juga menggunakan sistem paylater di sebuah e-dagang dengan bunga 2,95 persen per bulan. Ia mengaku berat mengangsurnya, tetapi merasa masih bisa mengatasi.
Menjual aset
Menanggapi kasus anak muda yang terjebak pinjol berbunga tinggi, perencana keuangan dari OneShildt Financial Planning, Budi Raharjo, mengatakan, utang timbul ketika ada kebutuhan. Terkadang, dalam situasi terdesak dan panik, keputusan diambil secara kurang tepat, termasuk akhirnya meminjam ke pinjaman online tanpa ada persiapan apa-apa sehingga terjebak pinjaman yang menggunung.
Sebelum berutang, ia menyarankan pahami dulu tujuannya. Apabila untuk tujuan konsumtif, seperti membeli gawai model terbaru, pikirkan lagi apakah dapat ditunda, sementara kita menabung dulu. ”Kalau sudah mantap meminjam, pastikan pembayarannya, pastikan kita punya penghasilan lebih untuk membayar. Kalau duit pas-pasan, bagaimana bisa membayar?” kata Budi.
Misalnya, ketika ada kebutuhan mendesak pada awal bulan, dapat dibayar pada akhir bulan setelah menerima gaji. Istilah kerennya, exit policy, yaitu bagaimana keluar dari pinjaman. Hal itu harus dirancang sebelum meminjam. Rasio yang aman untuk jumlah total cicilan bulanan adalah 30 persen dari penghasilan bulanan.
Misalnya, dengan penghasilan Rp 10 juta, maksimal cicilan utang yang dapat ditanggung adalah Rp 3,3 juta. Lebih dari itu, akan menimbulkan masalah baru, seperti mengurangi konsumsi atau bahkan meminjam lagi ke pihak lain.
Peminjam juga harus paham kapan pinjaman jatuh tempo. Biasanya, tenor atau jangka waktu pinjaman konsumtif yang diberikan penyedia kredit online tidak terlalu panjang. Ketika peminjam tidak ada uang dan tidak tahu kapan jatuh tempo pinjamannya, artinya bencana di depan mata. Bunga menumpuk, bahkan teror pun mulai terasa.
Bagi sebagian orang, solusi yang biasa dilakukan adalah meminjam kepada pinjol lain, demikian seterusnya sehingga semakin lama pinjaman semakin membengkak. Bisa jadi, cicilan menjadi jauh lebih besar dibandingkan dengan penghasilan. Jika hal ini terjadi, menjual aset merupakan salah satu pilihan untuk menutupi utang.
Untuk mengindari desakan kebutuhan yang akhirnya membuat kita berutang, Budi menyarankan untuk menabung dana darurat terlebih dahulu. ”Situasi darurat selalu ada kemungkinan menghampiri kita, saat kepepet, dana darurat dapat digunakan,” tuturnya. Ia berpendapat, edukasi seputar perusahaan teknologi finansial mutlak diperlukan agar tidak banyak orang menjadi terlibat masalah pinjaman.
Peminjam harus lebih dulu mengecek legalitas latar belakang perusahaan fintek pemberi pinjaman. Akun-akun Instagram OJK juga akun Instagram penyedia pinjaman daring resmi memberikan banyak sekali edukasi. Jadi, kita bisa mengikuti informasi dari akun-akun tersebut.
Baca Juga: Keluar dari Jeratan Utang
Secara terpisah, Lily Suriani, General Manager Kredivo, juga menekankan, calon konsumen perlu memeriksa legalitas perusahaan pinjaman online. ”Bedakan antara fintek lending legal dan pinjol ilegal,” katanya. Caranya sangat mudah, laman OJK www.ojk.go.id memuat daftar mana saja pinjol legal dan berada di bawah pengawasan OJK.
Tidak sampai 2 detik, data itu sudah dapat dilihat. Lily menambahkan, OJK juga bekerja sama dengan Google terkait syarat aplikasi pinjaman pribadi di Indonesia yang sering disalahgunakan oleh pinjaman online ilegal.
Terhitung sejak tanggal 28 Juli 2021, Google menambahkan persyaratan tambahan kelayakan bagi aplikasi pinjaman pribadi, antara lain berupa dokumen lisensi atau terdaftar di OJK, sehingga pinjol ilegal tidak dapat seenaknya mengunggah aplikasi mereka di Google.