Kucing Penyelamat Jiwa Mahasiswa
Kucing bisa menjadi pelipur duka dan lara. Bermain dengan kucing membuat mereka rileks di tengah tekanan jiwa raga.
Keberadaan kucing liar di kampus sering dianggap mengganggu karena menimbulkan bau tak sedap. Namun, di sisi lain, sebagian mahasiswa merasa berutang budi kepadanya. Hewan lucu itu bisa menjadi pelipur duka dan lara. Bermain dengan kucing membuat mereka rileks di tengah tekanan jiwa raga.
Rasa senang dan sayang para mahasiswa kepada makhluk bermata indah nan unik itu diwujudkan dalam bentuk memberi pakan secara teratur. Tak hanya menjadi teman bermain, mahasiswa juga tak segan membawa kucing yang sakit ke dokter sampai mencari biaya untuk steril buat kucing untuk mengendalikan kembang biaknya.
Untuk mengoordinasi perhatian kepada para kucing liar di kampus, hampir semua kampus punya komunitas peduli kucing. Di kampus Institut Teknologi Bandung ada ITB Streetfeeding, mahasiswa Universitas Indonesia punya Universitas Indonesia Peduli Hewan (UIPH), mahasiswa Universitas Padjajaran mendirikan Kucing antara lain ada Sastranekochan dan Kittynangor, sedangkan UGM memiliki Kucing UGM. Para pengurus dan sukarelawan komunitas bahu-membahu menyumbangkan waktu, dana, dan tenaga untuk kucing.
Tak heran apabila rata-rata kucing liar di kampus hidup makmur karena berlimpah jatah makan dari mahasiswa. Pandemi tak menghalangi perhatian mahasiswa kepada kucing kesayangan. Mereka terus berupaya menyejahterakan kucing di kampus masing-masing.
Renny Marina, salah satu anggota Universitas Indonesia Peduli Hewan (UIPH), merupakan satu dari sekian banyak mahasiswa yang giat memberi makan kucing liar di kampusnya. Saat dihubungi lewat panggilan video pada Jumat (25/6/2021), Renny sedang mengisi pakan kucing di pet feeder yang terletak di Fakultas Ekonomi UI. Ketika ia mengisi pakan ke wadah-wadahnya, lima ekor kucing mendekatinya. Tak sabar, si kucing melahap makanan.
”Kami kasih pakan Cat Choize setiap Selasa dan Jumat. Kalau kami tidak sempat keliling, bisa titip di satpam atau petugas kebersihan di fakultas-fakultas,” kata Renny, staf Logistik UI. Setelah selesai di kawasan FE UI, ia berjalan lagi menuju pet feeder di fakultas-fakultas lain.
Pada saat pandemi, UIPH lebih intens merawat kucing-kucing liar di kawasan Kampus UI. Sebelumnya, setiap fakultas yang memiliki komunitas yang mengurus puluhan kucing. Kegiatan mereka mulai memberi makan sampai merawat kucing yang sakit.
Mahasiswa di kampus lain pun demikian. Ketua Kucing UGM Damarparamananda dan kawannya yang tinggal di Yogyakarta secara rutin juga memberi makan kucing di Kampus Bulaksumur. Menurut dia, sekalipun kuliah daring, kegiatan memberi pakan kucing di kampus jalan terus.
”Sebelum pandemi, kucing-kucing itu mendapat makanan dari sukarelawan komunitas atau mahasiswa. Tak jarang, mahasiswa memberi sisa makanan di kantin kepada kucing. Ketika tak ada kegiatan di kampus, kantin tutup, kucing mesti di-support,” ujar Damar yang baru lulus dari Jurusan Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM lewat telepon pada Jumat (17/7/2021).
Kucing UGM berdiri tahun 2019 dengan sukarelawan 24 mahasiswa. Tahun 2019, Damar bergabung menjadi sukarelawan. Tahun 2020, ia terpilih menjadi Ketua Kucing UGM dengan dibantu 202 sukarelawan, tetapi saat ini sebagian besar sukarelawan sedang pulang kampung karena kampus ditutup, lalu kuliah dilakukan secara daring.
Selama pandemi di sela kuliah, ia dan beberapa kawannya tetap memberi makanan kering ke wadah makanan kucing untuk makan 52 kucing di kampus. Saat ada kesempatan dan dana, mahasiswa membawa kucing jantan maupun betina untuk disteril ke klinik kucing.
”Kami bekerja sama dengan klinik hewan milik Fakultas Kedokteran Hewan UGM dan klinik di luar kampus serta RS Hewan Dr Soeparwi milik UGM untuk memeriksa dan merawat kucing sakit,” kata Damar.
Gerak-gerik lucu
Saat ditanya apa yang membuatnya senang kucing, Damar menjawab sering gemas melihat gerak-gerik kucing yang lucu. ”Kucing-kucing itu menghibur aku, terutama saat sedang lelah. Kucing juga setia kepada orang yang perhatian sama dia. Kalau aku sampai rumah, mereka langsung menyambutku,” kata Damar pemilik enam ekor kucing.
Tingkah lucu kucing juga memikat hati Shelvi Putri Ayu, mahasiswa S-2 Jurusan Teknik Kimia ITB. ”Caraku refreshing ketika lelah karena mengejar data di laboratorium untuk menyusun tesis saat pandemi, ya bermain dengan kucing di kampus,” kata Shelvi.
Sebelum PPKM darurat, ia masih bisa masuk kampus untuk mengurus kebutuhan kuliah sehingga bisa sekaligus memberi makan dan bermain dengan kucing. Namun, saat ini ia hanya bisa bermain dari luar pagar kampus. Shelvi sudah menjadi sukarelawan di Peduli Kucing ITB yang memiliki akun Instagram itb_streetfeeding, sejak awal komunitas berdiri pada awal tahun 2020.
Bisa dikata, para pengurus dan sukarelawan Peduli Kucing ITB berjuang sepenuh hati untuk membuat sekitar 100 kucing dewasa dan anakan hidup sejahtera dan nyaman di dalam Kampus ITB. Maklumlah, seperti di beberapa kampus lain, ada pihak yang tak suka keberadaan kucing liar di kampus. Wujud ketidaksukaan mereka perlihatkan dengan berupaya membersihkan kampus dari kucing liar.
”Kami terus giat membuat kucing-kucing bisa tetap nyaman dan aman berada di Kampus ITB. Bagaimanapun, keberadaan kucing itu membantu mahasiswa bahkan menyelamatkan mahasiswa,” ujar Mambet, alumni ITB yang menjadi salah satu pengurus Peduli Kucing ITB. Ia menceritakan seorang mahasiswa ITB yang urung bunuh diri setelah sering bermain dengan kucing di kampus. Ia kemudian mengadopsi kucing liar di kampus.
Selain terus giat memberi makan kucing dari luar pagar kampus dan meminta bantuan satpam kampus, Mambet dan para pengurus juga terus membawa kucing untuk disteril. Seperti Kucing UGM, Peduli Kucing ITB bekerja sama dengan banyak klinik hewan yang memberi potongan harga sampai menggratiskan biaya streril kucing.
Rumah singgah
Cerita bagaimana merawat kucing liar di kampus terungkap dalam wawancara virtual dengan Koordinator Mahasiswa UIPH Mayke Ruth serta tiga anggota Mutiara Liswanda, Siti Sahana Aqesya, dan Vanessa Nathania, serta peneliti Fakultas Hukum UI Gita Lestari, Kamis (15/7/2021).
”Sebelumnya, kami bertemu tahun 2019, ketika ada insiden relokasi hewan liar di kawasan UI, padahal ada komunitas yang merawatnya. Lalu, grupnya berlanjut dengan berbagi cerita hewan peliharaan. Saat pandemi, komunitas di fakultas vakum, kucing dan anjing tidak terurus, akhirnya kami mengambil alih,” kata Aqesya, mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI.
Selain memberi makan dua kali seminggu, mereka juga melakukan steril kucing serta merawat hewan yang sakit. Untuk menampung kucing yang sakit, mereka menyewa rumah singgah. Vanessa menunjukkan suasana rumah singgah untuk merawat lima kucing dan dua anjing. Salah satu penghuninya, Merry, kucing yang kehilangan telinga kirinya karena tumor.
”Merry ditemukan di Farmasi UI, telinganya sudah luka, pas dibawa ke klinik, harapannya hidup tinggal 50 persen. Kami tetap merawat dia. Ketika ditawarkan untuk diadopsi enggak ada yang mau. Ya udah, kami rawat sendiri saja,” kata Vanessa sambil mengelus telinga Merry.
Vanessa mengatakan, di rumah singgah, kucing-kucing yang dirawat bergantian. Kalau sudah sehat, kucing akan ditawarkan kepada siapa saja yang mau adopsi. UIPH memberi syarat untuk mereka yang mau mengadopsi kucing, seperti mendukung dokter hewan, mendukung steril kucing, serta mau mengabarkan kondisi kucing.
Galang donasi
Mengurus puluhan bahkan hingga 100-an kucing liar tidaklah murah. Untuk membeli pakan saja misalnya, pengurus Peduli Kucing ITB butuh dana Rp 4 juta per bulan, sementara UIPH per minggu perlu dana Rp 1,6 juta. Belum lagi untuk biaya merawat kucing sakit, bahkan sampai harus operasi. Selain bekerja sama dengan pihak lain, pengurus juga rajin menggalang dana.
Vanessa, mahasiswa Fakultas Ilmu Bahasa, menyatakan, biasanya pengurus membagikan kegiatan UIPH di media sosial. Ternyata banyak banget orang mau menyumbang. Divisi dana usaha juga menggali dana dengan cara menjual masker berdesain UIPH, dan kalung kucing bekerja sama dengan Pillowy Paws!.
”Kami biasanya membagi informasi kegiatan ke medsos untuk menerima donasi dalam berbagai bentuk. Sekarang kami punya divisi dana usaha, jadi bisa bikin barang-barang untuk dijual, misalnya penjualan kalung yang kerja sama dengan Pillowy Paws!, mereka yang bikin, lalu keuntungannya untuk kami,” kata Aqesya.
Baca juga : Gaya Hidup Anjing-anjing Metropolitan
Mambet dan pengurus lain menjual kalender Kocheng tahun 2021 dengan desain lucu. Kalender yang dijual di Tokopedia itu lumayan laris sehingga bisa menutup biaya pembelian pakan selama dua bulan. Mereka kini tengah merencanakan membuat suvenir lain yang bisa dijual ke masyarakat. ”Selain dari penjualan kalender, kami juga terus mendapat donasi uang, makanan kucing, vitamin dan obat-obatan dari alumni, mahasiswa, dan masyarakat,” tambah Mambet.
Semoga kucing di kampus tetap bisa hidup nyaman dan sejahtera.