Aksi Keren Duta Bahasa
Duta Bahasa dari 31 provinsi di Indonesia mengikuti Bimbingan Teknis Abdi Bahasa yang terkait dengan program-program literasi yang mereka lakukan.
Anak-anak muda yang mengemban tugas sebagai Duta Bahasa dengan penuh semangat dan kebanggaan mengabdikan diri pada beragam kegiatan literasi di tengah masyarakat. Bagi mereka, itulah konstribusi nyata generasi muda sebagai agen perubahan. Duta Bahasa bukan semata pamer kebagusan fisik belaka.
Sejak mengemban tugas sebagai Duta Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016, Rahmad Alzadiman (23) bersama teman-teman Duta Bahasa yang tergabung dalam IKA Duta Bahasa Sulawesi Tenggara tak pernah lelah memasyarakatkan Trigatra Bahasa. Trigatra Bahasa adalah mengutamakan Bahasa Indonesia, melestarikan Bahasa Daerah, dan menguasai Bahasa Asing.
Selain itu, mereka juga merancang banyak program agar pembelajaran literasi tersebar ke seluruh kalangan masyarakat. Beberapa program yang telah mereka lakukan adalah Literasi Ceria, yaitu pembelajaran literasi yang berfokus pada daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal), Literasi Rumah Sakit Jiwa (RSJ) yang berfokus pada pasien di RSJ, Literasi Sekolah Luar Biasa bagi anak-anak berkebutuhan khusus, dan Literasi Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Anak bagi anak-anak di Lapas Anak Kota Kendari.
Literasi merupakan istilah yang merujuk pada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, berhitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu, yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Karena diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa. Itulah mengapa para Duta Bahasa pun aktif menggelar beragam kegiatan literasi.
”Literasi RSJ berfokus membantu kesembuhan pasien RSJ. Kami kebetulan bekerja sama dengan psikolog. Menurut beliau, literasi adalah salah satu faktor yang bisa membantu kesembuhan pasien RSJ,” tutur Rahmad, Rabu (9/6/2021), di Jakarta. Rahmad tengah berada di Jakarta untuk mengikuti Bimbingan Teknis Abdi Bahasa dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Selain Rahmad, Bimbingan Teknis juga diikuti para Duta Bahasa dari 30 provinsi lain di Indonesia. Materi-materi yang diberikan selama 7-11 Juni tersebut diharap dapat menjadi bekal untuk diaplikasikan di tengah masyarakat.
Menurut Rahmad, untuk menangani pasien RSJ, mereka menggunakan cara khusus, menyesuaikan dengan kondisi pasien. ”Kami mengunakan metode pengajaran sama seperti mengajar anak-anak karena sifat mereka yang cenderung kembali seperti anak-anak. Contoh kegiatannya membuat origami dan mewarnai,” imbuh Rahmad.
Sementara untuk literasi Lapas Anak, mereka lebih fokus menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki anak-anak tersebut, agar mereka bisa fokus mengembangkan potensi-potensi tersebut. Dengan begitu diharapkan mereka bisa meninggalkan masalah-masalah yang mengakibatkan mereka masuk Lapas.
”Saat di Lapas, kami menanyakan bakat dan keahlian apa yang mereka miliki. Kami lalu mencarikan guru dan pelatih untuk membantu mengembangkan bakat mereka. Kalau menurut mereka enggak punya bakat, kami akan memberi beberapa pelatihan sehingga nantinya mereka perlahan-lahan menemukan passion mereka. Misalnya main gitar, menggambar, pidato, tilawah dan lainnya,” kata Rahmad.
Rahmad menjelaskan, mereka memilih berliterasi bersama anak-anak lapas karena salah satu misi mereka adalah mengembangkan literasi di semua kalangan tanpa terkecuali. ”Untuk penghuni Lapas Anak, bukan berarti karena mereka penghuni lapas, pendidikan mereka terputus. Mereka harus diberi perhatian agar saat keluar lapas tidak ketinggalan pendidikan dengan anak-anak lainnya,” kata Rahmad.
Literasi PAUD
Arinda Putrisasti Hatnaningtiyas (21), Duta Bahasa Provinsi Jawa Timur Tahun 2020, pun melakukan hal serupa. Programnya bernama Genius (Gerakan Insan Literasi Nusantara), yaitu menjalankan literasi untuk anak usia dini di lingkungan rumahnya di Sidoarjo. ”Kenapa di lingkungan rumah, karena lebih mudah dijangkau di tengah kondisi pandemi. Juga agar lebih efektif dan efisien,” ujar Arinda.
Mahasiswi Program Studi Agribisnis, Fakultas Ekonomi, Universitas Trunojoyo, Madura, ini menjelaskan, Genius adalah kegiatan belajar sambil bermain yang menyasar anak-anak usia 3-5 tahun. Dalam kegiatan itu, Arinda sekaligus berupaya memasukkan budaya-budaya literasi pada anak usia dini.
”Saya mengawalinya dengan membacakan cerita menggunakan alat peraga edukatif berupa boneka tangan. Setelah itu, saya mengajak mereka untuk terlibat. Saya menawari mereka untuk bermain peran menggunakan boneka tangan dan saya bebaskan untuk bisa bercerita sesuai imajinasi mereka,” terang Arinda.
Kegiatan lalu dilanjutkan dengan memberi media belajar sesuai usia mereka. Seperti menggambar tomat di atas kertas yang diberi titik-titik pada huruf tomat agar anak-anak bisa belajar mengenal huruf. ”Ini membiasakan mereka mengenal huruf dan belajar dari awal untuk menulis. Selain itu, mereka juga diberi informasi tentang kandungan nutrisi yang ada pada tomat dan lain sebagainya,” kata Arinda.
Setelah itu, anak-anak diperbolehkan meminjam buku bacaan anak untuk dibawa ke rumah secara bergantian. Metode pengajaran seperti itu diperoleh Arinda dari sang ibu yang seorang guru PAUD. Arinda pun bekerja sama dengan PAUD tempat ibundanya mengajar dalam hal penyediaan alat peraga.
”Kenapa, kok, saya menyasar anak usia dini? Kalau di sekolah, kan, mereka bermain bersama guru mereka, namun di saat pandemi ini hanya ketemu secara virtual. Dan karena lingkungan yang sangat memengaruhi anak usia dini adalah di rumah, saya berusaha seefektif mungkin menciptakan lingkungan rumah yang mendukung mereka. Ini sedikit banyak bisa membantu para guru di luar sana yang sedang kesusahan untuk mengawasi anak didiknya atau mengembangakan anak didiknya,” ujar Arinda.
Dari Bali ada Ayu Adelia (22), Duta Bahasa Provinsi Bali Tahun 2019. Di Bali, bersama teman-temannya di IKA Duta Bahasa Bali, Ayu justru telah menjalankan kegiatan Niaga Bahasa.
”Kami, Duta Bahasa Provinsi Bali, menjual produk kebahasaan dengan cara menjual casing HP berisi puisi dan pantun-pantun yang bisa dipesan secara custom. Kami juga berjualan cendol di mana ada tag berisi puisi atau kata-kata kebahasaan seperti sekedar dan sekadar. Seperti itu. Kami juga menjual buku-buku cerita anak,” tutur Ayu, mahasiswi Psikologi Universitas Dhyana Pura, Bali.
Untuk program yang terkait dengan Abdi Bahasa, Ayu dan teman-temannya bersiap untuk bekerja sama dengan perusahaan waralaba McDonald’s sebagai pengajar literasi di Rumah Ronald yang saat ini sedang dalam pembangunan. ”Nanti juga ada kegiatan donasi di Rumah Ronald untuk pasien anak di RS Sanglah,” ujar Ayu tentang kerja sama yang direncanakan akan dimulai pada Juli 2021.
Baca juga : Penuh Cinta Merawat Cagar Budaya di Lasem
Terkait Bimbingan Teknis Abdi Bahasa yang diperuntukkan bagi para Duta Bahasa tersebut, Koordinator Kelompok Kepakaran Layanan Profesional Literasi 2021, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Dewi Nastiti Lestariningsih menuturkan, tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi para Duta Bahasa generasi muda dalam hal pembelajaran literasi, terutama literasi baca dan tulis bagi anak usia dini dan kelas awal. ”Selanjutnya, mereka diharapkan mampu mengaplikasikannya di komunitas literasi di daerahnya masing-masing,” ujar Dewi.
Materi yang diberikan terdiri dari materi dan praktik untuk pembelajaran literasi, pembelajaran literasi untuk usia dini, pembelajaran literasi untuk kelas awal, dan penulisan kreatif. Sejauh ini, ujar Dewi, persoalan keaksaraan, yaitu baca dan tulis, masih menjadi masalah utama di Indonesia. ”Kami fokus di masalah tersebut, dengan hiperfokus usia dini dan kelas awal (1, 2, dan 3 SD),” kata Dewi.
Duta Bahasa memang tak sekadar pamer kebagusan fisik belaka!