Ade Chandra Sutrisna Merintis Kegiatan Jurnalistik untuk Anak Muda
Ade Chandra Sutrisna menggagas pelatihan jurnalistik untuk anak muda yang mengedepankan etika.
Sejak ditemukan internet pada 1990-an, banyak pihak memprediksi matinya surat kabar karena semua beralih ke digital. Namun, apa pun bentuk platformnya, nilai-nilai, etika, dan standard jurnalisme harus tetap dijaga. Ade Chandra Sutrisna (27) berusaha mempertahankan semangat dan filosofi jurnalisme dengan merintis Indonesian Youth Journalism Festival.
Ade Chandra menjelaskan, saat ini media berkembang ke arah kekinian. Kalau dulu konten-konten jurnalistik dibagikan dalam bentuk cetak, sekarang semua beralih ke ruang digital. Bentuk publikasinya beragam, seperti website, video Youtube, bahkan konten media sosial.
“Meski sudah banyak media kekinian, belum ada kegiatan atau pelatihan jurnalistik kekinian yang menyasar anak muda. Di kampus dan media komunitas, masih banyak yang berkutat pada bentuk majalah,” katanya, dihubungi dari Jakarta, Senin (10/5/2021).
Menurut lulusan dari Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang ini, lembaga pers mahasiswa, media komunitas, dan media alternatif berperan penting. Mereka berguna menyajikan informasi yang belum dilirik oleh media mainstream karena berbagai alasan, termasuk kepentingan politik dan ekonomi para pemilik media. Oleh karena itu, menyajikan berita mengikuti perkembangan zaman merupakan keniscayaan.
Bersama IYJF, Chandra bekerja sama dengan para pembicara dan komunitas jurnalistik membagikan pengetahuan dan ketrampilan baru terkait industri media kepada reporter muda. Pada Juli 2020, Indonesian Youth Journalism Festival (IYJF) memulai aktivitas perdananya dengan membuat kelas intensif Menulis Storytelling dan Digital Marketing. Meski baru pertama kali, gagasan festival ini sudah ada sejak 2012. Kegiatan yang diselenggarakan secara daring ini diikuti oleh anggota dari berbagai lembaga pers mahasiswa dan media komunitas, seperti JadiJurnalis.com, Irit.io, LintasBatas.co, Pucukmera.id dan MediaMahasiswa.com.
Pembicara yang memberikan materi antara lain Yatimul Ainun (Pemred TimesIndonesia.com) yang menjelaskan tentang Etika Pemberitaan Media Online, dan M Agiel Nugraha (programmer Irit.io) yang mengulas tentang WordPress, CMS, dan SEO. Ada pula M Natsir Arie Hatta, digital marketing PT Sentra Vidya Utama, yang menjelaskan tentang teknik menulis SEO, dan Yogi Gustawan, owner MI Studio, yang membawakan materi digital marketing dan monotesasi web traffic dan media sosial.
Keunikan dari festival ini terletak pada kolaborasi antarlembaga pers mahasiswa dan media komunitas. Meski sejauh ini baru diikuti peserta yang berasal dari Malang dan kota-kota di Jawa Timur, Ade berharap ke depannya, festival ini akan diikuti oleh jurnalis muda dari berbagai daerah di Indonesia, dan dapat diselenggarakan secara hybrid, atau menggabungkan pertemuan daring dan tatap muka. Ia juga berencana membuat materi yang lebih bervariasi sehingga peserta dapat memilih topik sesuai passion mereka.
Chandra menjelaskan, tantangan terbesar menyelenggarakan IYJF adalah pada kesibukan anggota yang berasal dari berbagai latar belakang dan organisasi. Hal ini menyulitkan ketika hendak membuat jadwal acara. Selain itu, pendanaan juga termasuk kendala mengingat komunitas yang bergabung kebanyakan tidak punya sumber pendanaan tetap. Meski ada banyak tantangan, aktivitas terus berlanjut untuk masa depan jurnalistik.
Inspirasi
Ade Chandra tertarik pada ilmu jurnalistik sejak duduk di bangku SMA Muhammadiyah Kedawung Cirebon. Ketika itu, seorang guru mengajinya menunjukkan karya tulisan yang dimuat di majalah. Sejak saat itu, Ade terinspirasi untuk mempelajari jurnalistik.
“Saat itu yang terpikirkan kalau saya terjun di dunia ini, tulisan saya bisa dibaca banyak orang. Saya juga bisa mendapatkan penghasilan dari menulis,” katanya.
Pengalaman membaca tulisan guru mengaji itu memotivasi Chandra untuk menghidupkan kembali bulletin sekolah yang sudah lama vakum, Creams, alias Creativity and Action Muslim Students. Berbekal kemampuan menulis dan design yang masih terbatas, Ade menulis, mengedit, mempublikasikan, dan menyebarkan karya tulis. Ia memuat tulisannya pada empat lembar halaman bulletin. Berkat kegigihannya, kini buletin Creams bangkit kembali.
Setelah lulus sekolah, Chandra sempat punya keinginan untuk melanjutkan kuliah di jurusan geografi yang sesuai dengan jurusan Ilmu Pengetahuan Alam di tingkat SMA. Meski sudah berjuang keras, ia gagal ketika mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Suatu hari, ketika menonton berita di televisi, ibunya bertanya mengenai jurusan untuk menjadi pembawa berita. “Kata ibu saya, ‘Kamu ‘kan sering ngomong dan aktif di organisasi, kenapa kamu tidak masuk jurusan itu saja?’,” ujar Chandra, menirukan pembicaraan dengan ibunya.
Akhirnya, Chandra mengikuti nasehat orang tua untuk melanjutkan kuliah di jurusan ilmu komunikasi. Pilihan ini ternyata membuka potensinya dan mengembalikan pada hobi tulis menulis yang sedang digeluti. “Banyak orang salah memilih jurusan, kalau aku enggak salah. Ini justru pilihan jurusan yang ‘aku banget’ karena memang sesuai dengan hobi,” katanya.
Begitu masuk di UMM, Chandra menginisiasi MediaMahasiswa.com. Dikutip dari laman situsnya, Media Mahasiswa merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang tidak berada di bawah kampus. Komunitas ini berdiri sejak 2012. Media Mahasiswa menjadi pers mahasiswa yang independen dan menjadi pers mahasiswa berjaringan pertama Indonesia.
Di situs itu terdapat aneka tulisan yang dibuat secara kritis, kreatif, dan informative. Jaringan Media Mahasiswa sudah berada di beberapa kota di Indonesia, seperti di Malang, Jember, Palembang, Surabaya, dan Samarinda.
Hampir sepuluh tahun beraktivitas dengan pers mahasiswa, Chandra menilai bahwa tantangan terbesar media era sekarang terletak pada rendahnya literasi dari masyarakat. “Semua tayangan yang diliha di elektronik dianggap suatu kebenaran. Tidak heran akhirnya masyarakat mudah menjadi korban hoax dan fake news,” katanya.
Oleh karena itu, di IYJF Chandra tidak hanya fokus membagikan pengetahuan dan keterampilan media digital, seperti data journalism, infografik, dan menulis SEO. IYJF juga dibuat untuk menanamkan nilai-nilai luhur jurnalistik yang berbasiskan fakta. Tujuannya agar media komunitas dan lembaga pers mahasiswa ini bisa melaksanakan aktivitas jurnalistik yang baik dan mempromosikan nilai-nilai keberagaman. Dengan kata lain, pelatihan-pelatihan yang dibuat ini sekaligus sebagai upaya untuk menangkal hoax dan fake news yang banyak muncul di era digital.
Untuk mencapai tujuan itu, para peserta mendapatkan tugas untuk membuat artikel yang dapat dipublikasikan di media mereka. “Kami punya cita-cita agar dapat anak muda bisa menjalankan kegiatan jurnalisme yang baik, berdasarkan ilmu dan teori yang benar, memenuhi idealisme, profesionalisme,” katanya.
Menangkal berita bohong
Seiring berkembangnya media digital, ketertarikan generasi muda terhadap kegiatan tulis menulis juga meningkat. Hal ini sangat baik untuk mempersiapkan jurnalis masa depan sekaligus untuk menangkal distribusi hoax dan fake news yang meresahkan. Ketertarikan generasi muda pada kegiatan jurnalistik ini tetap harus diimbangi dengan pendampingan dari dosen dan jurnalis yang lebih senior agar mahasiswa bisa mempublikasikan karya berdasarkan fakta, dan jauh dari masalah hukum di kemudian hari.
Dosen UMM Ilmu Komunikasi UMM Eko Widianto mengatakan, mahasiswa dan generasi muda yang bergerak di dunia jurnalistik harus terus didampingi agar bisa menulis berdasarkan standard dan etika jurnalisme. “Hal yang dikhawatirkan adalah apabila ada sengketa hukum, seperti muncul delik aduan pencemaran nama baik. Sekarang sih belum ada kasus itu di Malang, tetapi harus hati-hati,” kata pria yang juga menjabat sebagai Bidang Advokasi dan Tenaaga Kerja Aji Malang, dihubungi dari Jakarta, Senin (10/5/2021).
Eko menjelaskan, untuk mahasiswa Ilmu Komunikasi sebagian besar sudah memahami etika, prinsip dasar, dan standard jurnalisme karena mendapatkan mata kuliah itu di kelas. Namun, mereka yang tertarik untuk menulis dan mengutarakan opini tidak terbatas pada mahasiswa Ilmu Komunikasi. Banyak juga orang-orang di luar Ilmu Komunikasi yang suka menulis.
Oleh karena itu, sambil terus mendorong lebih banyak anak muda yang tertarik pada dunia tulis menulis dan literasi, perlu juga ada pendampingan agar mereka bisa menghasilkan karya tulis yang berkualitas. Eko menilai, Indonesian Youth Journalism Festival (IYJF) yang diselenggarakan di Malang pertengahan tahun lalu merupakan salah satu langkah baik untuk memperkenalkan generasi muda pada struktur dan cara kerja jurnalistik.
Baca juga : Nathanael Pribady Menepis Stigma Filsafat
Saat ini, di Malang antusiasme anak muda terhadap jurnalistik semakin berkembang. Menjamurnya lembaga pers mahasiswa di kampus-kampus dan media komunitas di luar kampus selama 3-4 tahun terakhir merupakan bukti bahwa kegiatan jurnalistik diminati. Eko menjelaskan, setiap kampus setidaknya mempunyai satu lembaga pers mahasiswa. Bahkan, ada satu kampus yang mempunyai beberapa lembaga pers mahasiswa.
“Pertumbuhan ini muncul seiring semakin baiknya gerakan literasi mahasiswa. Mereka membantuk kelompok-kelompok membaca untuk ngobrolin buku terakhir yang mereka baca. Begitu mereka suka membaca, mereka membutuhkan ruang untuk menuliskan gagasan. Di situlah tumbuh media alternatif sebagai wadah menuangkan pendapat,” jealsnya.
Tantangan menumbuhkan media alternatif ini terletak pada sumber pendanaan. Eko menyarankan agar mahasiswa kreatif dalam menemukan sumber dana untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan mereka. Misalnya dengan menjual merchandise. Selain itu, mahasiswa juga harus aktif menggunakan berbagai platform media untuk menyebarkan gagasan mereka.
Ade Chandra Sutrisna (27), Founder Indonesian Yotuh Journalist Festival (IYJF), mengatakan media yang diciptakan oleh mahasiswa punya peranan penting menyebarkan informasi penting bagi masyarakat. “Media yang dibuat mahasiswa ini kan relatif tidak ada tekanan dari pemilik saham, atau pemimpin redaksi. Selain itu, mumpung masih mahasiswa bebas bersuara, makanya mari kita jalankan kegaitan jurnalistik yang menjunjung idealisme,” katanya.
Menurut Chandra, tantangan dunia digital saat ini adalah banyaknya hoax dan fakenews yang menyesatkan dan mengadudomba masyarakat. Bahkan hoax tersebar dalam lingkup komunitas paling kecil, yaitu keluarga melalui Whatsapp Group. Di sisi lain, media mainstream juga kerap menuliskan informasi yang kurang penting untuk masyarakat, misalnya memberitakan pernikahan artis dan Youtuber secara terus menerus. Tak jarang, berita yang muncul di media mainstream juga menyesatkan dan membuat bingung masyarakat.
Melihat fakta-fakta inilah, Chandra mendirikan MediaMahasiswa.com dan Indonesian Youth Journalist Festival (IYJF).“Kami ingin mengembalikan sejarah pers mahasiswa sebagai media alternative yang suaranya didengar oleh masyarakat. Oleh karen itu, perlu ada upaya untuk menyetarakan kualitas dan memunculkan konten-konten berkualitas,” jelasnya.
Ade Chandra Sutrisna
Lahir : Cirebon, 24 Januari 1994
Pendidikan akhir : S1 Ilmu Komunikasi UMM
Pengalaman kerja, di antaranya:
- Marketing Specialist dan Content Creator Mi Studio (2019-Sekarang)
- Pemimpin Redaksi MediaMahasiswa.com (2020-Sekarang)
- Humas dan Protokoler UMM (2018-2020)
- Marketing Communications ProteinQu (2018)
Pengalaman organisasi, di antaranya:
- Founder Indonesian Youth Journalist Festival (IYJF) (2020)
- Ketua LSO Lembaga Media dan Komunikasi DPP IMM (2018-Sekarang)
- Kontributor Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) TV untuk Indonesia (2018-Sekarang)
- Tim Media Bidang Hubungan Luar Negeri DPP IMM (2018)
- Bidang Media dan Komunikasi DPD IMM Jawa Timur (2018)