Lebaran ini, sebagian pekerja muda dari daerah yang merantau di Jakarta harus puas merayakan hari raya di kamar kos atau di rumah saudara.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA dan Soelastri Soekirno
·5 menit baca
Seiring adanya kebijakan larangan mudik Lebaran untuk mengendalikan pandemi Covid-19, sebagian pekerja muda di tanah rantau hampir pasti tidak bisa mudik. Tahun ini, mereka kemungkinan akan merayakan Lebaran di kamar kos atau di rumah saudara.
Dyantri Deskova (25) dan sepupunya, Bisti Ika Winaningsih (29), hampir pasti tidak bisa mudik Lebaran tahun ini. Buat Dyantri, kenyataan ini bahkan sudah tiga kali berturut-turut ia alami. ”Sedih banget jadi anak rantau, enggak bisa balik. Aku sudah tiga tahun enggak balik (kampung) karena 2019 itu baru kerja jadi enggak dapat libur. Tahun lalu enggak pulang karena pandemi, eh tahun ini sama juga,” kata Dyantri, karyawan swasta di Jakarta, Sabtu (1/5/2021).
Dyantri sebenarnya telah mengantisipasi kemungkinan tidak bisa mudik ke kampung halamannya di Riau tahun ini. Dia sengaja tidak memesan tiket sampai mendapat informasi pasti tentang mudik dari pemerintah. Ia belajar dari pengalaman tahun lalu ketika ia terpaksa membatalkan tiket yang sudah telanjur dipesan lantaran ada larangan mudik.
Alhasil, tahun ini dia masih harus menelan kerinduan untuk bertemu orangtuanya di Kabupaten Rokan Hulu, merindukan masakan rumah dan keseruan Lebaran di Riau. Ia juga kehilangan kesempatan mendapat angpao dari anggota keluarga. Dyantri mengaku bisa memperoleh Rp 1 juta sampai Rp 2 juta dari acara silaturahmi dengan keluarga besar di Pekanbaru.
Aku bakal pasrah di kosan pas hari pertama, sama kayak tahun lalu. Shalat Id, makan mi instan, video call sama keluarga di rumah, lalu tidur.
Kini, ia hanya bisa berencana merayakan Lebaran tahun ini seperti tahun lalu. ”Aku bakal pasrah di kosan pas hari pertama, sama kayak tahun lalu. Shalat Id, makan mi instan, video call sama keluarga di rumah, lalu tidur. Hari kedua baru aku ke rumah keluarga sepupuku dan ke rumah pacar,” katanya sambil tertawa.
Sepupu Dyantri, Bisti, juga batal pulang kampung pada tahun ini. Padahal, Bisti sudah merancang jadwal perjalanan mudiknya dengan saksama agar bisa menghabiskan banyak waktu di Pekanbaru. ”Pasti sedih (tidak bisa mudik) karena sebagai perantau ini jadi momen sekali setahun untuk kumpul bersama keluarga besar. Aku sudah hampir 11 tahun merantau di Jakarta dan sudah dua Lebaran ini enggak pulang gara-gara pandemi,” kata Bisti yang bekerja sebagai sekretaris di Kedutaan Besar Hongaria di Jakarta.
Bisti sangat merindukan Lebaran di rumah untuk bertemu dengan orangtua dan adiknya. Apalagi, rumah Bisti di Pekanbaru sering menjadi tempat berkumpul keluarga besar saat perayaan sehingga suasana Lebaran pasti ramai. Apa daya, demi kesehatan, mudik harus ditunda. Sama seperti tahun lalu, Bisti berencana merayakan Lebaran bersama suaminya dan Dyantri.
Nasib yang sama dialami Selly (23), perantau yang baru dua bulan tinggal dan bekerja di Jakarta. Awalnya, ia berencana mudik ke Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan membawa hampers untuk keluarga tercinta. Hampers itu dibeli dengan uang yang ia sisihkan dari dua bulan gaji pertamanya. Apa daya, rencana itu berantakan.
Sudah pasti saya enggak bisa mudik. Ya, sudah ikuti saja kebijakan pemerintah demi keamanan bersama.
”Saya enggak bisa mudik karena ada larangan pemerintah mulai tanggal 6 Mei. Padahal, saya harus divaksinasi kedua tanggal 7 Mei. Jadi, sudah pasti saya enggak bisa mudik. Ya, sudah ikuti saja kebijakan pemerintah demi keamanan bersama,” ujar Selly yang baru tahun ini menjadi perantau di Jakarta.
Ia tetap akan membeli hampers untuk keluarganya, tapi hampers itu akan dikirim lewat jasa Gojek. ”Nanti mamang Gojek yang akan menggantikan saya membawa hampers ke rumah,” ujarnya sambil tertawa kecut, Selasa (4/5/2021).
Selly berencana akan berlebaran di rumah kakaknya di Bogor, Jawa Barat. Itu pun jika transportasinya memungkinkan dan aman. ”Saya lihat KRL belakangan ini penuh. Itu, kan, serem, bisa saja ada penularan di situ,” kata Selly.
Jika tidak bisa ke Bogor, Selly akan berlebaran sendirian di kamar kosnya. Ia membayangkan Lebaran tahun ini akan terasa sangat aneh. Pasalnya, selama ini ia selalu berkumpul dengan keluarga pada momen hari raya. Buat keluarganya, hari raya tahun ini juga bakal terasa berbeda lantaran putri bungsu yang paling dimanja tidak ada di rumah. ”Mau bagaimana lagi, situasinya tidak memungkinkan untuk mudik,” ujarnya.
Selly lulus kuliah November 2020 dari Jurusan PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Tasikmalaya. Awal Maret 2021, ia mendapat pekerjaan di sebuah yayasan di Jakarta. Meski seumur-umur tidak pernah tinggal lama di luar Tasikmalaya, ia memutuskan untuk merantau dan bekerja di Jakarta.
”Maksudnya setiap beberapa bulan, kan, bisa pulang, ternyata di momen Lebaran malah enggak bisa pulang. Sedih sih enggak, cuma gimanaaaa gitu.”
Mudik tipis-tipis
Dorongan untuk nyekar ke makam ibunya dan bertemu keluarga besar membuat Baskoro Wahyutomo (28) nekat pulang ke Madiun, Jawa Timur, selama dua hari saja sebelum masa pelarangan mudik 6-17 Mei 2021 berlaku. Istilahnya ”mudik tipis-tipis”.
”Enggak apalah, daripada menunda lagi. Lebaran tahun lalu tidak mudik, mau ke makam mama juga tidak bisa,” ujar Baskoro, karyawan di sebuah perusahaan swasta di Jakarta, Senin (3/5/2021) malam.
Jumat (30/4/2021), ia berangkat naik pesawat lewat Solo, lalu meneruskan perjalanan ke kota Madiun naik taksi agar bisa segera sampai tujuan. Maklum, pukul 13.00, ia harus memberi pelatihan lewat Zoom.
Menjelang magrib, pemuda lulusan Perbanas Institute Jakarta itu baru selesai bekerja, lalu buka bersama kakak, bude, tante, dan para sepupu di rumah neneknya. Hari Minggu (2/5/2021), ia balik lagi ke Jakarta.
Kami, ASN, tidak boleh cuti. Kalau melanggar ada sanksi penurunan pangkat. Tak apa pulang sebentar, yang penting sudah bertemu mama.
Ari (24) yang menjadi aparatur sipil negara di Jakarta juga mencuri start pulang kampung ke Madiun, akhir April lalu, sekadar untuk menengok ibunya dan balik lagi ke Jakarta Minggu (2/5/2021). ”Kami, ASN, tidak boleh cuti. Kalau melanggar ada sanksi penurunan pangkat. Tak apa pulang sebentar, yang penting sudah bertemu mama,” katanya, Senin (3/5/2021) malam.
Oleh karena waktu Baskoro dan Ari tidak banyak, praktis keberadaan mereka di kota tersebut hanya untuk bertemu orangtua, ke makam, kerabat, dan teman. ”Selain mengunjungi pakde dan bude, aku bertemu tante, om, sepupu di rumah eyang yang menjadi tempat keluarga besar berkumpul. Waktunya tidak cukup jika ke rumah semua saudaraku,” kata Ari.
Ia menceriterakan, ibunya punya lima kakak dan adik yang tinggal di Madiun. Saat pulang kampung, selain mengunjungi mereka, Ari juga ingin bertemu pacar serta kawan saat sekolah dan kuliah. ”Yang tidak bisa ketemu muka, ya, akhirnya lewat video call saja,” lanjutnya.
Setelah balik ke Jakarta, mereka langsung ke kantor masing-masing. Keduanya senang bisa mudik sekejap daripada tidak sama sekali. Meski begitu, mereka juga sadar mudik dan bertemu keluarga di kampung di masa pandemi belum terkendali seperti sekarang, sesungguhnya berbahaya. Apa mau dikata. (BSW)