Nathanael Pribady Menepis Stigma Filsafat
Nathanael Pribady mendirikan LOGOS.ID untuk memopulerkan ilmu filsafat, terutama ke kaum muda.
Berawal dari kegelisahan mendengar stigma filsafat sebagai ilmu yang abstrak, haram, atheis, dan susah dimengerti, Nathanael Pribady (22), membuat akun media sosial Logos ID. Melalui akun ini, Nathan ingin mengubah pandangan orang sekaligus membuat ruang diskusi menyenangkan bagi anak muda terkait filsafat, sosiologi, sejarah, sains, dan budaya populer.
Nathan sudah mengenal filsafat sejak duduk di bangku SMP dan SMA karena mendapatkan materi ini di sekolah. Ia ingat ketika masih duduk di kelas 1 SMP, gurunya bertanya kepada para murid tentang siapa diri mereka. Ketika itu, dengan penegtahuan terbatas Nathan menjawab dengan menuliskan biodata diri. Gurunya menjelaskan bahwa biodata diri belum menjawab pertanyaan tentang siapa dirinya, kenapa ia ada di dunia, dan kenapa di Indonesia.
“Ini menjadi my lifetime question,” kata Nathan, Sabtu (30/4/2021).
Di bangku sekolah juga ia terkesan dengan cara gurunya mengajar. Gurunya mengajak murid menonton The Matrix. Guru tersebut kemudian meminta murid membedah film melalui teori dalam buku Meditations on First Philosophy karya René Descartes. Buku ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Latin pada 1641. Terjemahan Perancis diterbitkan pada 1647.
“Aku jadi tertarik ternyata film yang merupakan budaya populer ini juga punya nilai-nilai filosofi yang sangat baik. Film menjadi sarana menanamkan nilai-nilai formal dan filosofis dalam ranah yang lebih luas,” katanya.
Melalui filsafat, Nathan bisa merefleksikan makna dirinya bagi orang lain. Kalau dulunya ia hanya sekedar menjalani hari dengan sekolah dan main game, dan menikmati segala sesuatunya begitu saja (taken for granted), kini ia menjadi seseorang yang mulai mencari tujuan dan kebermaknaan hidup. Berkat filsafat pula, Nathan jadi punya kepedulian pada isu pendidikan dan hak asasi manusia. Selain itu, filsafat juga membantu Nathan memahami berbagai fenomena sosial dari sudut pandang yang berbeda.
“Filsafat ini membuka sudut pandang. Ketika seseorang mau membuka sudut pandangnya, sedikit saja, akan terbuka hal-hal baru yang tidak terduga sebelumnya,” kata Nathan.
Ketertarikannya pada ilmu pengetahuan ini berlanjut hingga kuliah di Fakultas Teknik Informatika Universitas Multimedia Nusantara. “Dulu aku tidak terlalu tertarik membereskan perspektif orang yang salah. Sampai ketika aku masuk kuliah, aku baru sadar kok di perpustaan kampusku nggak ada buku-buku filsafat ya. Padahal, di kampusku ada jurusan jurnalistik dan filsafat itu penting untuk mendukung jurusan ini,” katanya.
Pemuda yang kini bekerja sebagai Associate Product Manager di Bukalapak kemudian memberanikan diri bertanya kepada Wakil Rektor di kampusnya. Setelah bertanya, Nathan malah mendapatkan tanggapan yang membuatnya tersentak. “Aku malah ditanya balik, ‘kok aneh ya mahasiswa yang kuliah di jurusan TI suka dengan filsafat’,” kata Nathan.
“Padahal, fisafat induk segala ilmu. Tanggapan ini membuatku kesal karena ternyata orang yang ku anggap super pintar ternyata cara berpikirnya masih seperti itu,” lanjutnya lagi.
Dari pengalaman itulah, Nathan membuat Logos ID. Melalui akun ini, ia ingin mengubah perspektif tentang filsafat dan membuat filsafat menjadi konten yang mudah dimengeti. Sejak pertama kali dibuat pada Februari 2020, pengikut Logos ID di Twitter sudah lebih dari 118.500 akun. Di Instagram, pengikutnya sudah 15.000 akun. Selama pandemi Covid-19, Logos ID juga kerap membuat diskusi daring. Salah satu diskusi, yaitu Filsafat, Sains, dan Agama, diminati hingga lebih dari 1.000 orang pendaftar.
Bagi Nathan, filsafat sangat menarik karena melalui ilmu ini ia bisa membedah ragam pertanyaan terhadap diri sendiri, fenomena-fenomena sosial, bahkan budaya popular. Melalui filsafat pula, ia mandapatkan banyak nilai-nilai kehidupan yang menjadi fondasinya dalam menjalani hidup dan kegiatan sehari-hari.
Setelah mendalami filsafat, Nathan tersadarkan bahwa banyak stigma yang tidak berdasar terkait filsafat. Misalnya, anggapan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang membuat seseorang jadi atheis hanya karena ada beberapa filsuf yang tidak memercayai keberadaan Tuhan. “Kenyataannya sekolahku yang kebanyakan muridnya Kristen juga mengajarkan filsafat kok. Ini hanya stigma yang muncul di lingkungan konservatif,” katanya.
Menurutnya, stigma ini muncul karena masyarakat belum mengenal filsafat secara dalam dan menyeluruh. Ditambah lagi apabila stigma muncul dari pemuka agama, masyarakat yang terbiasa menelan begitu saja pandangan-pandangan dari tokoh agama akhirnya mudah percaya terhadap pandangan yang belum tentu benar ini.
Beragam respons
Logos ID berkicau pertama di Twitter pada Februari 2020. Ketika pertama kali ngetwit, akun ini mendapatkan beragam respons, termasuk serangan dari warganet. Menariknya, serangan bukan datang dariorang-orang yang belum pernah belajar filsafat. Kelompok yang menyerang justru berasal dari kalangan akademisi yang menganggap konten-konten Logos ID terlalu menyederhanakan filsafat. Mereka juga membantah konsep yang dibagikan.
Serangan ini sempat membuat Nathan drop. Selama satu bulan ia berhenti membuat konten di media sosial. Namun, pengikut setianya terus memberi semangat dan mendukung Logos ID.
Titik balik Logos ID terjadi pada April 2020. Nathan terpicu kembali ngetwit untuk meramaikan kampanye Bulan Kesadaran Penyerangan Seksual (Sexual Assault Awareness Month).
Sejak saat itu, bagaikan tidak terbendung, pemuda yang tertarik pada filsafat politik ini semakin aktif di media sosial. Ia juga menggandeng akademisi, penulis, dan peneliti, untuk membuat konten bermanfaat di media sosial dan menyelenggarakan diskusi-diskusi virtual.
Kini, Logos ID merangkul lebih dari 50 volunteer. Mereka bahu membahu bertugas untuk membuat konten di Twitter, Instagam, dan mengantur diskusi virtual. Berbagai topik diulas melalui media sosial. Di Instagam, misalnya, Logos ID membahas tentang revolusi industri, filsafat India, atheisme, dan rasionalisme. Kadang-kadang pendekatan dibuat berdasarkan ketokohan, seperti memperkenalkan Francis Bacon, Aristoteles, dan Epicurus. Salah satu kontennya tekait Atheisme disukai hingga lebih dari 2.000 akun. Akun ini juga mengulas pemikiran-pemikiran tokoh Indonesia, seperti Soerkarno dan Tan Malaka.
Sabtu lalu, Logos ID membuat diskusi daring dengan topik mengulas novel Dari Dalam Kubur dan pemerkosaan massal 1965. Hadir dalam ruang diskusi pembicara penulis novel dan dosen SOAS University of London, Soe Tjen Marching, dan sastrawan Ayu Utami.
Meskipun sekilas dunia filsafat ini berbeda dengan latar belakang pendidikan di jurusan IT, menurut Nathan, kedua bidang ini saling melengkapi. Hal itu didasarkan dari munculnya berbagai terobosan di bidang teknologi dan digital, bahkan kini muncul beragam jenis robot yang membantu kinerja manusia. Dengan memadukan teknologi dan filsafat, maka manusia bisa menciptakan penemuan-penemuan yang etis, berdasarkan kemanusiaan, memberdayakan, dan menyelesaikan ragam persoalan sosial dan lingkungan di masyarakat.
Selanjutnya, pemuda yang banyak terinspirasi dari filsuf Søren Aabye Kierkegaard dan Hannah Arendtini akan terus membagikan ‘virus’ filsafat kepada masyarakat, sambil mengembangkan kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan, terutama untuk meningkatkan literasi dan minat baca generasi muda di daerah-daerah.
Memajukan Pendidikan
Dilihat dari usianya, Logos ID memang masih hijau. Komunitas yang dibentuk sebagai tempat belajar filsafatyang menyenangkan ini mulai berdiri pada Februari 2020. Namun, pengikutnya di sosial media sudah mencapai ratusan ribu. Diskusi yang diselenggarakan juga selalu kebanjiran peserta. Banyak anak muda yang juga tertarik menjadi volunteer.
Beberapa volunteer tertarik menjadi bagian Logos ID dengan beragam alasan. Beberapa orang tertarik karena ingin mempelajari filsafat, sosiologi, sejarah, sains, dan budaya populer, yang memang jadi topik utama komunitas. Ada juga yang tertarik dengan visi-misi komunitas untuk memberdayakan anak-anak muda dan menyelesaikan persoalan di bidang pendidikan.
Nicole Charlene (18), mahasiswa yang kuliah di jurusan Political Science, di Universitas Leiden ini, bergabung sebagai volunteer Logos ID sejak Maret 2020. Ketika itu, ia diajak Nathanael untuk menjadi bagian dalam komunitas. “Aku tertarik bergabung karena aku suka dengan visi membuat konten edukasi menjadi aksesibel untuk semua orang,” ujarnya.
Remaja yang menempati posisi sebagai Project Manager Logos ID ini awalnya ia tidak terlalu tertarik pada filsafat. Ia lebih mendalami isu-isu politik dan perempuan. Begitu bergabung dengan Logos ID ia mendapatkan banyak pengetahuan tambahan yang berdampak tidak hanya pada diri sendiri tetapi juga orang-orang di sekitarnya.
“Aku merasa sangat puas. Setiap kali bikin acara kemudian peserta ramai dan mereka mengatakan terima kasih seusai diskusi, ini bikin aku senang. Aku merasa apa yang aku lakukan memberikan impact buat orang lain. Selain itu, aku juga senang terhubung dengan teman-teman volunteer yang sangat kritis dan well-educated,” ujar perempuan yang juga menempati posisi sebagai head of Projects and Partnerships di komunitas Selflovewarrior.id.
Volunteer Logos ID berasal dari beragam latar belakang pendidikan, usia, dan isu. Beberapa anggotanya masih duduk di bangku sekolah, ada pula mahasiswa, penulis, dan peneliti. Ini menciptakan ruang kolaborasi yang menarik bagi setiap volunteer.
Ghozian Aulia Pradhana, PhD Student in Media and Communication Studies, University of Malaya mengenal Logos ID melalui sosial media sejak akhir tahun lalu. Ia tertarik dengan konten-konten komunitas ini karenamemperkenalkan filsafat yang dikenal rumit dan susah dicerna menjadi sesuatu yang bisa dipelajari oleh siapa saja.
Ditambah lagi, pada bidang keilmuan media dan komunikasi, Zian banyak bersinggungan dengan teori-teori filsafat yang menjadi cikal bakal ilmu komunikasi. Untuk lebih mendalami topik ini, Zian kemudian bergabung sebagai volunteer Logos ID. Tugasnya adalah ia menulis mengenai topik-topik filsafat untuk website komunitas. “Kalau saya tidak menulis, apa yang saya baca dan pelajari tidak akan melekat. Makanya, daripada Logos.ID membutuhkan saya, saya justru membutuhkan Logos.ID sebagai sarana saya menuangkan gagasan dan pemikiran melalui tulisan, “ jelas pria yang menulis 1-2 tulisan filsafat setiap bulan ini.
Terlibat dalam komunitas yang diisi banyak anak muda, memberikan pengalaman yang menarik untuk Zian. “Bacaan mereka banyak, cara mereka berkomunikasi juga luar biasa. Mereka juga mau sama-sama belajar menulis dan membaca. Saya sangat takjub,” katanya.
Zian mengatakan, filsafat mengajarkan manusia untuk merenungkan segala fenomena. Untuk menguasai suatu ilmu, seperti ilmu komunikasi, sebaiknya dicari akar ilmu tersebut sebagai dasar pengetahuan. “Misalnya, terkait komunikasi, kita harus tahu apakah konten yang kita buat bias, etis, atau berpotensi merugikan. Kalau kita tidak punya pemikiran-pemikirna kritis ini, konten yang dibuat bisa berbahaya. Di situlah, filsafat mengajarkan manusia untuk merenungi apa yang terjadi di alam semesta,” jelasnya.
Baca juga : Yabez Gideon Merekam Wisata Virtual untuk Pencinta Alam
Nathanael Pribady (22),pendiri Logos ID, merasa sangat senang bisa menggabungkan anak muda dari berbagai latar belakang untuk terlibat dalam komunitas. “That’s the power of sosial media. Dari satu orang yang bikin dan semula mengerjakan semuanya sendirian, kini terbentuk sesuatu yang luar biasa. Aku belajar bahwa pada dasarnya setiap orang itu mempunyai kekuatan untuk membuat sesuatu, tinggal apakah power itu mau digunakan dengan bijak atau tidak,” tuturnya.
Ia mengatakan anak-anak muda yang bergabung dengan Logos ID pada dasarnya punya visi yang sama yaitu memajukan pendidikan di Indonesia. Mengingat ini merupakan komunitas anak muda, mereka juga merasa senang terlibat karena interaksi yang menyenangkan, tetapi tetap serius untuk mengerjakan sesuatu. Di luar kesibukan membuat konten filsafat atau diskusi-diskusi daring, volunteer Logos ID ini juga kerap main bareng games.
Perkembangan teknologi dan sains memang sudah mengubah dunia. Perkembangan sains dan aliran data bahkan dinilai bisa mengambil alih dunia. Di tengah banjir data, tenologi, dan penemuan di bidang sains, mengutip dari penulis dan sejarahwan Novel Yuval Harhari, manusia perlu menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan filosofis.
Nathanael Pribady
Lahir: Jakarta, 24 April 1998
Organisasi:
- Kompas Corner (2016-2018)
- UKM Sosial Rencang (2016-2018)
- OMB UMN 2017 & 2019
- Malam Ekspresi Mahasiswa UMN 2018
Pekerjaan:
- Founder, Ekskul Indonesia (2020-sekarang)
- Associate Product Manager, Bukalapak (2021-sekarang)
- Developer Catalyst Program, Apple (2021-sekarang)
- Developer Intern, Apple Developer Academy (2020)
- Frontend Engineer, Wearinasia (2019)
- UI Engineer, Petloka (2019)
Prestasi:
- First Place, Table Tennis Olympic 2016, 2017, 2018, 2019