Siapkan Diri Sebelum Berinvestasi Saham
Sepanjang 2020 lalu, investor baru di pasar modal, termasuk investor reksa dana, saham dan obligasi ritel melonjak pesat. Banyak orang mencoba investasi saham.
Sepanjang 2020 lalu, investor baru di pasar modal, termasuk investor reksa dana, saham dan obligasi ritel melonjak pesat. Banyak orang mencoba investasi saham.
Hingga akhir Desember 2020 jumlah investor di pasar modal mencapai 3,87 juta Single Investor Identification, nomor identifikasi investor di pasar modal. Jumlah tersebut melonjak 56 persen dibandingkan dengan posisi akhir 2019 lalu. Dari jumlah total tersebut, investor saham juga naik sebesar 53 persen menjadi 1,68 juta SID. Investor yang baru pertama kali masuk bursa tahun lalu, dikenal dengan nama Investor Angkatan Corona.
Kenaikan jumlah investor ini terus berlanjut. Menurut data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia, per akhir Maret 2021 jumlah SID meningkat lagi menjadi 4,8 juta. Ada peningkatan sebesar 25 persen dibandingkan akhir tahun 2020. Dalam tiga bulan pertama tahun ini, masuk lagi hampir 2 juta investor baru.
Aaron Purnomo Mariadi mahasiswa semester 8 Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara melihat ke layar ponselnya. Ah, lumayan, saham yang dibeli sudah naik sedikit. Dia lalu segera menjual saham yang kemarin dibelinya.
Sejak awal tahun lalu, Aaron mengunakan uang tabungannya sebesar Rp 300.000 untuk membeli saham lalu segera menjualnya setelah harga saham naik. “Awalnya penasaran, bagaimana sih berjual beli saham. Saya baru belajar, membaca-baca berita lalu mencoba menganalisa dampaknya terhadap saham-saham,” ujar Aaron yang diawawancara pada Sabtu (24/4/2021). Dia bersama dua temannya sama-sama merupakan investor pemula yang sama-sama belajar.
Aaron mengatakan, enggan mengikuti influencer atau kelompok komunitas saham agar tidak terlalu banyak dipengaruhi. Dia lebih banyak belajar dari membaca berita dan membaca buku. “Kalau saya, semakin mendengar seseorang mengatakan yakin saham ini atau saham itu naik, makin curiga,” kata dia.
Menurut Aaron, investasi seperti membeli saham mengandung ketidakpastian dan risiko tinggi. Bagaimana ada orang yang benar-benar yakin bahwa saham yang disebutnya akan naik? Selain itu, dia juga melihat sebagian orang yang hanya memamerkan hasil saja, tidak menyeimbangkan dengan kerugian.
Sebagai mahasiswa yang masih sibuk kuliah, Aaron banyak memanfaatkan fitur autotrading pada platform tradingnya. Dia tinggal mengeset pada harga berapa saham akan dijual jika turun atau berapa dijual jika sudah beruntung. Setelah asetnya berkembang, Aaron mendapatkan tambahan dana investasi dari kakaknya. Aaron memiliki rencana, uang hasil jual beli saham ini akan digunakan untuk membayar kuliahnya.
“Kata kakakku, ini uang pakai saja, hilang pun gak apa-apa. Jadi saya memakai uang ini dengan tenang, ini benar-benar uang dingin. Kakakku juga tidak mau aku trading sambil kepikiran soal uang yang dia beri,” kata Aaron tersenyum.
Tidak hanya berinvestasi saham, investor pada reksa dana juga meningkat. Salah satunya adalah Veren Fiorina mahasiswa jurusan manajemen sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Sejak tahun lalu, Veren mulai membeli reksa dana. Untuk tahap awal, dia membeli reksa dana pasar uang yang berisiko rendah. Dengan tekun dia mempelajari cara kerja reksa dana.
“Aku pelajari lembaran fact sheet yang ada pada reksa dana. Banyak data-data yang ada di situ. Misalnya memahami apakah kinerja reksa dana yang dibeli melewati patokan atau tidak. Juga apa saja isi dari reksa dana tersebut,” kata Veren.
Tidak hanya anak-anak muda yang tertarik dengan investasi. Maoli Alisha Meilani (37) pebisnis dari Singaraja, Bali juga mulai berinvestasi tahun lalu. Maoli merupakan pedagang hasil bumi yang akhirnya tertarik pada investasi saham. “Pada awalnya, saya berpikir bahwa saham itu sama dengan perjudian,” kata Maoli.
Secara tidak sengaja, Maoli membuka kanal YouTube yang memuat tentang saham. Akhirnya dia menghubungi salah satu sepupunya yang sudah terlebih dahulu berinvestasi saham. “Saya membuka rekening di sekuritas di Denpasar. Saya itu harus melihat dan menyaksikan sendiri prosesnya,” ujar Maoli. Dari rumahnya di Singaraja ke Denpasar, ditempuh sekitar tiga jam.
Di dunia baru ini, Maoli terkadang merasa ketinggalan. “Aku itu katrok, gaptek (gagap teknologi). Kadang susah sekali mengikuti,” kata dia.
Tetapi, dengan bersemangat dia tetap belajar bersama di komunitas para investor saham. Maoli tidak menggunakan laptop untuk mengoperasikan trading sahamnya secara daring. Dia mengunakan hanya telepon genggam. Catatan soal jual beli sahamnya pun ditulis di papan tulis. Foto catatan soal saham di papan tulis ini sempat diunggah pada akun media sosial komunitas dan dijadikan pemicu semangat teman lain yang juga sedang belajar investasi.
Di komunitas investor saham yang diikutinya, Maoli dikenal dengan sebutan Bude Maoli. “Kadang aku malu, pertanyaanku sangat mendasar kalau di grup komunitas,” kata Maoli.
Namun, dia mengatakan, setelah dia bertanya hal-hal mendasar, ada saja teman yang mengirimkan pesan langsung, berterima kasih karena telah diwakili oleh Maoli. “Ternyata ada saja teman yang malu bertanya, saya jadi senang, pertanyaan katrok ternyata bermanfaat juga,” kata Maoli sembari tertawa.
Maoli tidak selalu mendulang cuan ketika berinvestasi saham. Dia mengisahkan, pernah rugi ratusan juta karena tidak menjual saham ketika hargaya naik. Menurut dia, bersifat serakah dan fear of missing out seperti ikut membeli saham yang ramai dibicarakan, tidak perlu dihindari, tetapi tidak boleh melekat pada seorang investor. Situasi seperti itu harus dapat dimanfaatkan dan ditanggapi dengan positif. Seiring dengan perjalanan dan pengalamannya, Maoli sudah dapat lebih mengendalikan dirinya ketika berinvestasi.
“Dulu saya akan marah pada diri sendiri ketika merugi. Ternyata hal itu bikin down. Anak-anak jadi tidak happy karena mamanya jadi tidak sabaran,” kata Maoli.
“Apakah saya suka berinvestasi saham? Saya sih mau lihat dulu. Kalau pergerakan saham seliar itu saya pertimbangan. Akan saya bandingkan dengan perolehan dari sektor riil,” ujar Maoli lagi. Maoli saat ini juga sedang belajar bagaimana berinvestasi di pasar Amerika Serikat. Dia sudah mulai membeli saham-saham di Wall Street seperti Tesla dan Roblox.
Persiapan
Untuk dapat berhasil dalam berinvestasi, apalagi aset yang berisiko tinggi seperti saham terlebih dahulu harus mempersiapkan diri. “Pahami risikonya, jangan cuma cuannya,” ujar William Surya Wijaya pendiri Komunitas Kampoeng Saham yang beranggotakan para investor ritel.
Dia mengibaratkan jika seseorang hendak mengendarai motor, tentu sudah paham risikonya. Mulai dari risiko kepanasan, terkena angin, hujan, hingga risiko lebih besar seperti dihentikan polisi atau mengalami kecelakaan. “Untuk meminimalkan, pengendara motor kan belajar mengendarai motor, mengerti aturan lalu lintas, memakai helm, memakai jaket, masker, sarung tangan membawa SIM dan STNK. Demikian juga ketika berinvestasi, seperti saham,” jelas William.
William menekankan, dengan memahami risiko dan mengenalnya, investor akan siap menghadapi situasi di pasar modal. “Nanti keuntungan akan mengikuti. Risiko investasi merupakan tanggung jawab masing-masing investor,” kata dia lagi.
Baca juga : Amankan Modal Setelah ”Cuan”
Selain itu, dia mengingatkan bahwa melakukan investasi bukanlah sesuatu yang rumit karena dapat dipelajari. William mengatakan, “Banyak bahannya dari berbagai tutorial, dari berita-berita, dari komunitas. Amati dan cermati juga keadaan sekitar. Misal mau membeli saham A, cermati apakah produknya ada, bagaimana penjualannya dan sebagainya.
Jadi, sebelum menginvestasikan uang, sebaiknya berinvestasi pengetahuan terlebih dahulu. Setelah mengetahui dasar-dasar investasi, barulah menginvestasikan uang. Proses belajar selanjutnya, dapat dilakukan bersamaan seiring dengan dinamika di pasar modal.
Idealnya, jika ingin memiliki investasi jangka panjang seperti saham, sebelumnya sudah memiliki dana darurat, proteksi jiwa, dan investasi jangka pendek. Uang yang digunakan untuk berinvestasi saham, seperti yang dikatakan Aaron, merupakan uang dingin. Uang yang benar-benar belum mau digunakan alias uang menganggur, bukan uang untuk membayar kuliah bulan depan, apalagi uang hasil berutang.
Jadi, siap ikut berinvestasi saham?