Yabez Gideon Merekam Wisata Virtual untuk Pencinta Alam
Yabez Gideon bersama teman-temannya di kelompok pencinta alam Eka Citra, Universitas Negeri Jakarta, merekam gambar Gunung Semeru untuk dijadikan wisata virtual.
Akhir tahun 2020, Yabez Gideon (19) bersama kelompok pencinta alam Eka Citra, Universitas Negeri Jakarta, mendaki Gunung Semeru, di Jawa Timur. Mereka mengambil gambar 360 derajat untuk materi visata virtual. Harapannya, pendakian virtual bisa mengobati kerinduan para pencinta alam pada gunung.
Ekspedisi wisata virtual Gunung Semeru tersebut berlangsung pada 23 November-3 Desember 2020 dengan pendakian selama lima hari. Gunung Semeru dipilih karena merupakan salah satu destinasi pendakian gunung favorit di Indonesia. Berdasarkan data Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, gunung tertinggi di Pulau Jawa ini mampu mendatangkan 853.016 orang pendaki selama satu tahun, dari Januari sampai Desember 2018. Rinciannya terdapat 24.769 orang pendaki mancanegara dan 828.247 dari Indonesia.
Dalam ekspedisi ini, Yabez Gideon berperan sebagai ketua pelaksana. Ia menjalankan tugas didampingi oleh Nurul Izzati Purnamasari, Ilham Maulana, Dhevita Sekar Rahmadhani, Fairuz Riza, Sahal Afham, Yuliani Febriyanti, Rizky Ananta Said, dan Alya Rachmadianty Akbar. Tim ini berbagi tugas mengurusi logistik, konsumsi, hingga teknis operasional pengambilan gambar.
Pengambilan gambar 360 derajat bermula dari Ranu Kumbolo, melewati Oro-oro Ombo, berlanjut ke Cemoro Kandang. Kemudian perjalanan sampai di Jambangan. Ketika menginjakkan kaki di Jambangan, suasananya sangat sepi. Hanya ada empat pendaki yang berada di sana. Saat itu, hujan dan kabut turun membuat pandangan mata terbatas.
Dengan cuaca berkabut, hasil gambar tidak terlalu bagus. Dalam tayangan YouTube di channel Eka Citra terlihat Yabez dan kawan-kawan harus menunggu agar langit menjadi lebih cerah sebelum melanjutkan pengambilan gambar. Setelah kabut lenyap dan hujan reda, kemudian mereka melanjutkan perjalanan sambil terus memotret hingga sampai di Kalimati.
Pengambilan gambar 360 dilakukan dengan cara berjalan di sepanjang jalur pendakian sambil memegang kamera. Setelah itu, sekitar 3.000 gambar terkumpul disatukan dan dimasukan ke dalam aplikasi Google Maps Street View.
Menurut Yabez, ide mengambil gambar 360 derajat muncul setelah pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Pandemi membuat aktivitas masyarakat serba terbatas, termasuk aktivitas berlibur atau mendaki gunung. ”Padahal, di tengah pandemi ini orang-orang tetap membutuhkan hiburan,” katanya di Jakarta, Senin (26/4/2021).
Untuk mengobati kerinduan itu, Yabez dan kawan-kawan kemudian mendapatkan ide untuk membuat materi wisata virtual 360 derajat berlatar jalur pegunungan. Melalui wisata virtual ini, para pencinta alam diajak mendaki gunung secara daring. Orang hanya perlu menatap laptop atau telepon genggam untuk menikmati keindahan alam di pegunungan. Melalui cara ini, meski kaki tidak melangkah ke mana-mana, para pencinta alam tetap bebas menjelajah dengan nyaman dan minim kemungkinan terpapar virus.
Yabez mengatakan, sebelum pandemi, ia berencana membuat penelitian di Gunung Bukit Raya di Kalimantan. ”Pandemi membuat perizinan dari pihak taman nasional tidak keluar. Akhirnya, kami berdiskusi untuk bisa menciptakan suatu kegiatan yang bermanfaat di tengah pandemi. Di situlah muncul keinginan membuat wisata virtual di pegunungan,” ujarnya.
Yabez dan kawan-kawan membuat wisata virtual di gunung karena mereka melihat banyak orang suka mendaki gunung. Selain itu, selama ini banyak orang sering tersesat atau menghadapi masalah saat mendaki gunung. ”Melalui wisata daring ini, selain ingin menghibur masyarakat, kami juga ingin mengedukasi masyarakat mengenai kondisi jalur di gunung sehingga mereka bisa menyusun rencana perjalanan dengan lebih baik,” katanya.
Setelah dokumentasi selesai dibuat dan dipublikasikan, banyak orang menyambut baik hasil wisata virtual ini. ”Mereka sangat senang. Mereka kaget bahwa di masa pandemi ini mereka tetap bisa jalan-jalan dan menikmati alam tanpa langsung pergi ke lokasi. Selain itu, orang-orang juga berharap lebih banyak daerah di Indonesia yang dibuatkan dokumentasi 360 derajat agar agar lebih banyak orang bisa menikmati keragaman tempat wisata,” jelasnya.
Dalam membuat dokumentasi ini, tantangan utama yang dihadapi Yabez dan kawan-kawan adalah cuaca. Tim ini harus berhenti mengambil gambar ketika hujan deras atau kabut turun. Pengambilan gambar untuk kebutuhan 360 derajat membutuhkan cuaca yang cerah agar gambar terlihat lebih jelas. Selain di Gunung Semeru, tim ini telah mendokumentasikan pemandangan dan suasana di Gunung Ciremai dalam bentuk video 360 derajat.
Pembuatan wisata virtual ini membutuhkan beberapa peralatan khusus, seperti kamera Insta360 OneR. Pengambilan gambar 360 dilakukan dengan cara berjalan di sepanjang jalur pendakian sambil memegang tripod dan kamera. Terdapat kekurangan pada wisata virtual 360, yaitu resolusinya yang masih rendah. Hal ini karena kualitas peralatan kurang memadai.
Yabez mengatakan, dirinya dan teman-temannya mengumpulkan uang pribadi hingga terkumpul Rp 8.000.000 untuk membeli kamera. Selanjutnya, tim ini berencana membeli kamera yang lebih baik agar hasil gambar memuaskan. Ia juga akan mencari sponsor untuk mendukung perjalanan-perjalanan selanjutnya, seperti ke Gunung Rinjani pada Juni-Juli dan Puncak Jaya Wijaya atau lebih dikenal Gunung Cartenz pada Agustus 2021.
Kompas sempat melihat video 360 derajat hasil karya Yabez dan kawan-kawan di Gunung Ciremai. Hasilnya cukup menarik karena pemandangan menyeluruh bisa terlihat, mulai dari detail pohon, daun, hingga akar di jalur pendakian, langit dan akar. Kelemahannya, video masih terlihat agak noise dan pecah-pecah. Meski kurang sempurna, ada kenikmatan melihat pemandangan indah di gunung. Menonton video 360 derajat membuat seolah benar-benar bertulang menyusuri jalan setapak dan menikmati pemandangan di tengah hutan.
Kecintaan Yabez terhadap kegiatan alam muncul sejak kecil setelah melihat kakaknya sering jalan-jalan dan bekerja mengelola agen perjalanan. Pemuda yang kuliah di Jurusan Olahraga Rekreasi UNJ ini kemudian bergabung dengan komunitas pecninta alam Eka Citra di kampus. Ia juga tergabung dalam Yayasan Kehati Biodiversity Warriors.
Yabez telah menikmati sejumlah perjalanan menyusuri alam menarik. Namun, kegiatan-kegiatan pendakian sempat terhenti karena pandemi. Meski banyak menghadapi keterbatasan aktivitas, semangatnya untuk menjelajah tidak pernah punah.
Jalan-jalan virtual
Pandemi Covid-19 telah memaksa banyak orang mengurangi kegiatan di luar rumah. Mereka yang tadinya senang bertualang kini terpaksa menghabiskan banyak waktu di rumah saja. Beruntunglah ada perkembangan teknologi yang memungkinkan kegiatan wisata virtual untuk melihat pemandangan alam dan menyusuri berbagai tempat bersejarah. Kegiatan daring ini sangat menghibur dan mengurangi rasa bosan selama berada di rumah saja.
Tur virtual di tengah pandemi Covid-19 menjadi tren baru berlibur sekaligus saran hiburan. Berdasarkan data yang dikeluarkan perusahaan pionir penyelenggara tur virtual, Autorin, peminat wisata virtual terus meningkat. Bahkan, sejak Juli hingga September 2020 sudah lebih dari 900 wisatawan virtual menjelajahi destinasi wisata di Indonesia.
Kemenparekraf bekerja sama dengan Traval.co dan Caventer pernah mengangkat wisata virtual dengan tema ”Surga yang Tersembunyi”. Dalam virtual tur ini, Kemenparekraf memperkenalkan 10 desa wisata yang memiliki keindahan budaya dan alam luar biasa.
Co-Founcder and CEO Traval.co Julius Bramanto mengatakan, banyak orang menikmati wisata virtual, seperti mendaki gunung secara daring, karena sifatnya yang menghibur. ”Orang yang selama ini belum pernah naik gunung sekarang bisa melihat situasi pendakian dan suasana di puncak gunung seperti apa,” katanya di Jakarta, Senin (26/4/2021).
Selain itu, wisata virtual menambah pengetahuan dan bisa memperkenalkan masyarakat terhadap sejarah dan kebudayaan berbagai tempat di Indonesia. Ketika membuat wisata virtual di Pulau Penyengat, misalnya, Traval.co memperkenalkan daerah itu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia. ”Ternyata banyak orang enggak tahu kalau ikrar ketiga Sumpah Pemuda ’menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia’ berasal dari Pulau Penyengat. Setelah menyaksikan wisata virtual, mereka baru tahu dan pengen ke sana,” katanya.
Perjalanan Traval.co menyediakan paket wisata virtual bermula sejak pandemi Covid-19 melanda di Indonesia. Pandemi memukul industri pariwisata karena orang tidak bisa kemana-mana. Akhirnya, banyak pelaku pariwisata di daerah-daerah kehilangan pekerjaan.
Traval.co kemudian menciptakan paket wisata virtual bekerja sama dengan pemerintah, komunitas, para pelaku pariwisata di daerah-daerah. Agen wisata ini melatih komunitas di desa-desa wisata di Indonesia untuk menyusun cerita dan membuat dokumentasi visual daerah mereka. Komunitas lokal juga dilatih untuk menyajikan pengalaman wisata secara daring.
Selama satu tahun menyelenggarakan wisata virtual, Traval.co sudah membuat lebih dari 100 perjalanan secara daring, mulai dari perjalanan sejarah, budaya, hingga alam. Biasanya jenis wisata virtual yang diminati adalah wisata alam, yaitu mendaki gunung dan menyelam lautan. Selain itu, wisata virtual ke daerah-daerah yang jarang dikenal publik dan daerah yang sudah populer, seperti Raja Amat, Tanjung Lesung, Pulau Komodo, dan Danau Toba.
Traval.co menjual tiket untuk trip secara daring sekitar Rp 30.000-Rp 80.000 per orang. Kebanyakan peserta tur virtual adalah professional muda berusia 20-30 tahun yang memang senang jalan-jalan bersama teman dan keluarga. Ada pula anak sekolah dan mahasiswa.
Pada bulan-bulan pertama diselenggarakan, peserta membeludak hingga mencapai 200 orang setiap acara diselenggarakan. Kini, menurut Julius, jumlah penonton wisata virtual tidak sebanyak dulu. ”Mungkin sekarang jumlahnya hanya sekitar 50 orang setiap trip. Kecuali kalau kami bekerja sama dengan lembaga, jumlahnya bisa mencapai 200 orang peserta,” katanya.
Banyak alasan mengapa jumlah peserta virtual tur berkurang. Seiring pandemi yang berlangsung berkepanjangan, orang-orang merasa lelah untuk menatap layar laptop. Apabila tidak bekerja sama dengan lembaga lain, daya jangkau terhadap peserta baru juga terbatas.
Meski jumlah peserta wisata virtual tidak sebanyak dulu, menurut Julius, jenis pendekatan pariwisata ini tetap akan diminati pada masa mendatang. Hal itu disebabkan wisata virtual memberikan peluang seseorang mengunjungi banyak tempat yang menjadi bucket list mereka.
Tur virtual juga akan menjadi andalan sebagai bahan riset sebelum seseorang benar-benar berkunjung ke daerah yang hendak didatangi. Misalnya, sebelum pergi ke Raja Ampat, para pelancong bisa mengikuti tur virtual agar mendapat bayangan situasi di sana. Tur virtual juga bisa menjadi ajang untuk promosi pariwisata, bentuk pengarsipan, dan upaya meningkatan geliat UMKM di daerah-daerah.
Pada 2020, Kompas mengikuti kegiatan tur virtual Kisah Batik Tiga Negeri Lasem yang diselenggarakan Traval.co bekerja sama dengan komunitas Kesengsem Lasem. Kegiatan ini sangat menarik karena diselingi dengan permainan interaktif dan pengalaman melipat kain. Para perajin batik juga menjelaskan sejarah dan cara pembuatan selembar kain batik. Setelah tur virtual itu, banyak orang kemudian berburu kain batik.
Baca juga: Menjaga Kewarasan dengan Berwisata Virtual
Yabez Gideon bersama teman-temannya dari UNJ berencana akan terus membuat dokumentasi 360 derajat sebagai materi wisata virtual. Tim Yabez pernah membuat ekspedisi wisata virtual Gunung Semeru ini berlangsung pada 23 November-3 Desember 2020. Selanjutnya, mereka membuat video 360 di Gunung Ciremai. Pada Juni dan Juli, Yabez dan kawan-kawan berencana membuat dokumentasi Gunung Rinjani, diikuti Puncak Jaya Wijaya pada Agustus 2021.
”Dengan wisata virtual, semakin banyak orang yang bisa merasakan keindahan alam Indonesia,” kata Yabez, yang merupakan ketua pelaksana ekspedisi wisata virtual Gunung Semeru ini.
Yabez Gideon Tampubolon
Lahir: Jakarta, 28 Mei 2001
Pendidikan:
- Jurusan Olahraga Rekreasi, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Jakarta