Lika-liku Menembus Perguruan Tinggi Negeri Idaman
Berbagai cara dilakukan calon mahasiswa untuk bisa lolos ujian masuk perguruan tinggi negeri.
Menjadi mahasiswa di perguruan tinggi negeri masih menjadi dambaan lulusan SMA/SMK. Di masa pandemi, mereka tetap menyiapkan diri mengikuti ujian masuk PTN dengan sepenuh hati meski terbatas ruang gerak.
Setelah pengumuman seleksi masuk perguruan tinggi negeri jalur undangan atau rapor (seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri) diumumkan, peluang masuk PTN tetap terbuka lewat seleksi tertulis di jalur seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri dan jalur mandiri. Selain itu, ujian tulis berbasis komputer yang digelar Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi juga siap dilaksanakan pekan depan.
Menyiapkan diri dengan belajar keras, mengikuti bimbingan belajar (bimbel) adalah rutinitas yang biasa dilakukan para calon mahasiswa. Namun, kini, belajar berjam-jam setiap hari selama berbulan-bulan mungkin masih belum cukup. Tenaga dan dana tambahan juga harus disiapkan karena tahun 2021 ini tempat ujian peserta diacak.
Julian Siahaan (17), siswa kelas XII SMA Ign Slamet Riyadi, Jakarta Timur, sempat kecewa dan sedih saat gagal masuk PTN lewat jalur rapor. Namun, tak mau berlama-lama, dia lalu bangkit dengan ide baru untuk membuat dirinya tetap semangat berjuang di ujian tulis berbasis komputer (UTBK).
Julian, siswa jurusan IPA ini, bergabung dengan grup anak-anak pejuang PTN dari sejumlah daerah. Dia menawarkan ide untuk belajar bersama membahas contoh-contoh soal UTBK. Gayung bersambut, terbentuklah grup Whatsapp bernama Ambis PTN Soshum.
”Awalnya iseng aja supaya ada teman belajar bareng. Eh, yang ikut lumayan. Kami jadi suka bahas soal bersama, lewat grup WA dan Google Meet. Sampai 100 lebih yang gabung,” kata Julian di Jakarta, Senin (5/4/2021).
Sambutan untuk belajar bersama secara daring di antara mereka yang tersebar di Tanah Air membuat grup terasa ”hidup”. Jika belajar sendiri terasa sepi dan mudah lupa, sekarang semua jadi lebih seru. Belajar bersama bisa menjadi cambuk untuk lebih giat. Siapa pun boleh bertanya atau menyuguhkan soal, lalu dibahas bersama.
Indah Bunga Lestari, siswa Kelas XII SMAN 1 Situbondo, Jawa Timur, mengatakan, belajar bersama di grup membuat nyaman karena teman seperjuangan UTBK. Peserta rajin berbagi persiapan soal UTBK sehingga menambah semangat belajar.
”Sampai kemarin ada yang bilang bakal tetap di grup chat ini sampai masa skripsian,” ujar Indah, yang ingin menembus Jurusan Bahasa Inggris Universitas Jember.
Nama Ambis, menurut Indah, menjadi pemacu semangat buat mencapai impian para siswa SMA yang tersebar di berbagai daerah ini. Ada siswa dari Lampung hingga Sulawesi Selatan yang bergabung, tak mengenal secara fisik, tetapi percakapan di Google meet membuat jaringan pertemanan terbuka lebar.
”Siapa tahu nanti ada yang bisa tembus satu kampus. Lumayan, kan, sudah punya teman,” ujar Julian, yang ingin masuk ke Universitas Jember dan Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto, Jawa Tengah.
Julian tak memilih ikut bimbingan belajar online khusus tembus PTN. Belajar online sudah dilakukannya dengan bergabung di Ruang Guru. ”Banyak latihan soal sendiri aja. Sekarang punya teman belajar daring, malah lebih rajin ngerjain contoh-contoh soal,” ujar Julian.
Mengatur waktu
Di sisi lain, sebagian siswa memilih mengikuti bimbel secara daring. Rasa lelah dan deg-degan dialami Ludwina Zevania dari SMAK Ora et Labora BSD, Tangerang Selatan, Banten. Sejak Maret, Zeva mengikuti bimbel.
”Sebelumnya aku belajar sendiri, tetapi karena memilih jurusan ilmu komunikasi yang berbeda dengan jurusanku di SMA, kayaknya aku butuh belajar tambahan soal materi pelajaran ilmu sosial,” kata Zeva, yang ingin masuk Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Udayana Bali atau Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia.
Zeva yang di SMA mengambil jurusan IPA sadar, bagaimanapun, ia harus belajar beberapa ilmu sosial yang tak ia dapatkan di sekolah. ”Dengan ikut bimbel aku bisa belajar apa yang kubutuhkan. Kalau kurang paham juga bisa bertanya ke pengajar atau teman di bimbel yang puya jurusan ilmu sosial,” katanya.
Tak hanya cukup belajar di bimbel selama sekitar tiga jam per hari, anak sulung dari dua bersaudara ini juga harus belajar lagi begitu sampai di rumah. Ia belajar mengerjakan soal dari Tik-tok, dan buku latihan soal yang ia beli. Hampir sama dengan Kevin, ia juga harus belajar hingga 10 jam per hari.
”Capek sekali. Ya belajar materi, soal-soal, dan capek melihat laptop. Untuk bisa belajar, tapi tetap rileks aku biasanya sambil mendengarkan lagu, tapi kalau rasa jenuh tak teratasi juga, aku jalan sore bersama Papa,” tutur Zeva. Cara itu lumayan ampuh bagi dirinya.
Untuk tempat tes, ia beruntung mendapat tempat di kampus Universitas Indonesia. Memang tak terlalu jauh dari rumahnya di kawasan Bintaro, tetapi kewajiban sampai tempat tes pukul 06.45 tak urung membuat ia keder. ”Sejak ngebut belajar ujian tulis masuk PTN ini, jam tidurku jadi berubah. Aku baru bisa tertidur rata-rata jam 1 pagi. Sekarang harus belajar mengubah jam tidur agar pukul 21.00 sudah bisa tidur lalu bangun subuh untuk persiapan ke tempat tes,” kata Zeva. Ia sangat berharap bisa sègera mengubah jam tidurnya,
Sementara Kevin Chandrio Ulaan, siswa SMA Negeri 44 Jakarta Timur, sejak kelas XI semester kedua sudah mengikuti bimbel. Dia menyiapkan diri untuk mengikuti ujian tulis masuk PTN pada 16 April ini.
Sudah sejak kelas 11 semester kedua Kevin mengikuti bimbingan belajar untuk menyiapkan diri mengikuti ujian tulis masuk PTN pada 16 April. Ia mengikuti kelas dengan jaminan dengan membayar Rp 15 juta. Artinya, jika ia nanti tidak lolos masuk PTN pilihannya, pengelola bimbel akan mengembalikan sebagian uang yang sudah dibayarkan.
Masa belajar Kevin dari kelas 11 semester dua sampai tanggal 15 April 2021. Pada awal belajar, ia masuk bimbel dua kali seminggu dengan durasi belajar sekitar 2-3 jam per hari. Kevin dan peserta bimbel yang lain mengikuti pembelajaran tambahan itu di sela-sela tetap sekolah walau dilakukan secara daring. Tak jarang ia mendapat tugas yang harus diselesaikan, tetapi tetap rajin masuk bimbel.
Pembelajaran di bimbel bertambah menjadi enam hari per minggu mulai pukul 13-16 sejak para peserta naik ke kelas 12, tetapi Kevin biasanya tak langsung pulang begitu kelas selesai. Jika ada yang belum paham materi yang diajarkan, ia akan bertanya ke pengajar sampai dirinya paham. ”Saya bisa baru selesai konsultasi sekitar jam 6 atau 7 malam,” kata Kevin.
Setelah itu istirahatkah? Ternyata tidak. Usai membersihkan badan, makan malam dan istirahat sejenak. Sekitar pukul 21.00, ia mulai belajar lagi di kamarnya sampai sekitar pukul 23.00. Dalam sehari rata-rata Kevin belajar selama 10-12 jam. Setelah itu ia baru tidur.
Itulah rutinitas Kevin selama berbulan-bulan, tetapi makin mendekati waktu ujian, hatinya makin berdebar-debar. ”Jujur saja saya sekarang dalam kondisi lelah fisik dan psikis,” ujar Kevin. Pasalnya, masa-masa persiapan dengan belajar keras pun belum cukup.
Kevin harus memikirkan bagaimana bisa tepat waktu sampai di tempat ujian, mendapatkan hasil negatif tes antigen dan bisa lolos masuk Jurusan Bisnis Digital Universitas Padjadjaran dan Jurusan Manajemen di Universitas Diponegoro, Semarang. Maklum, satu kursi di jurusan bisnis digital diperebutkan 40 orang.
Untuk ujian nanti ia mendapat tempat di kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang-Banten. ”Kalau pukul 06.45 harus sudah di tempat, berarti saya harus berangkat subuh supaya tidak telat sampai tempat ujian,” lanjut Kelvin. Hatinya bimbang, apakah fisik dan psikisnya siap dengan kondisi masih mengantuk tapi harus mengerjakan soal ujian yang penting bagi dirinya.
Setelah berunding dengan ayah dan ibunya, Kevin memilih akan mencari penginapan di Serang. Ayahnya akan mengantarnya. Apalagi, sebelumnya ia jura harus mencari tempat tes antigen yang menjadi salah satu syarat mengikuti ujian tulis itu.
Temat tes yang jauh dari rumah juga dialami Debby Catherine Sibuea, siswa kelas XII di SMA swasta di Kota Bekasi. Dia mendapat tempat tes di Kampus Institut Teknologi Bandung di Kota Bandung. ”Saya pas daftar sudah keburu dapat tempat tes di Bandung karena di Jakarta sudah pada penuh. Tapi, ternyata pas akhir pendaftaran ditambah lagi kuota tempat tes di Jakarta. Tapi sudah tidak bisa diubah, pasrah saja,” ujar Debby. Informasi untuk tes Covid-19 juga belum pasti apakah antigen atau PCR.
Saat teman-temannya terus berkutat dengan buku, akhir pekan lalu, Dhimas Mohammad Kautsar sejenak menonton film dari telepon genggamnya. Dia sedang jeda belajar dalam mempersiapkan diri utnuk ujian masuk ke perguruan tinggi negeri. Siswa kelas 12 SMA Lab School Cibubur itu melepaskan penat sejenak.
”Jadwal bimbingan belajar padat. Siswa boleh pilih mau pagi atau sore, dari Senin sampai Minggu,” ujar Dhimas, yang baru saja menyelesaikan ujian sekolah. ”Aku sekarang konsentrasi untuk mempersiapkan UTBK akhir April ini.”
Dhimas memilih Fakultas Psikologi Undip, Semarang dan Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Perpustakaan, juga di Undip, Semarang. Pilihan-pilihan itu disesuaikan dengan perkiraan nilainya juga perkiraan persyaratan penilaian pada dua jurusan tersebut. Dia ingin mengikuti jejak kakaknya yang sudah memasuki semester 4 di Universitas Airlangga Surabaya.
Mempersiapkan diri untuk ujian masuk PTN di kala pandemi ini memang tidak mudah. ”Belajar di depan laptop, terkadang ada materi yang tidak mudah dimengerti sehingga harus dibaca atau didiskusikan berulang-ulang,” kata Dhimas.
Sisi baiknya, dia tidak terganggu dengan teman lain, seperti yang terjadi jika kelas dilakukan secara tatap muka. ”Aku juga tidak harus datang ke tempat bimbel, kalau harus datang lumayan juga jaraknya dari rumahku, bisa 1,5 jam kalau tidak macet,” kata Dhimas lagi.
Dhimas mengakui sempat mengalami tekanan dan jatuh mental ketika harus belajar tidak putus-putus. Apalagi, ketika masih ada tugas-tugas dari sekolah. Kelelahan, kekhawatiran tidak lulus, kesulitan mencerna materi, semua bercampur menjadi satu. Untungnya, dia dapat mencurahkan segala kegalauan kepada ibunya. Ibunya tetap memberi semangat dan mendukung Dhimas.
”Itu sudah lewat, sekarang aku fokus saja sama materi dan memperdalam bagian yang belum aku kuasai sepenuhnya,” ujar Dhimas optimistis.
Setiap hari, Dhimas mengerjakan beberapa puluh soal agar dapat menyesuaikan diri dengan model-model soal ujian masuk PTN. Jika ada soal yang belum dipahami, dia akan berdiskusi dengan guru bimbelnya sembari memperdalam materi yang belum dipahami. Dia berharap dengan belajar intensif seperti itu dapat lolos menjadi salah satu mahasiswa di perguruan tinggi negeri idamannya.
Baca juga: 776.519 Siswa Akan Mengikuti UTBK-SBMPTN Mulai Pekan Depan
Ketua Pelaksana Eksekutif LTMPT Budi Prasetyo mengatakan, peserta ujian UTBK tahun ini sebanyak 776.519 orang. Dari jumlah ini, peserta UTBK bidang ilmu sosial humaniora sebanyak 378.556 orang, sains dan teknologi 336.834 orang, serta yang campuran 62.468 orang.
Menurut Budi, informasi pelaksanaan sudah diumumkan, termasuk soal tempat tes dan protokol kesehatan Covid-19. ”Peserta harus cermat dengan ketentuan yang sudah diberikan saat mendaftar,” kata Budi.
Pelaksanaan UTBK-SBMPTN 2021 untuk gelombang pertama dilaksanakan pada 12-18 April. Gelombang kedua digelar pada 26-30 April serta 1-2 Mei. Untuk gelombang dua ada penambahan waktu, yakni pada 3-4 Mei, khusus untuk Pusat UTBK UI, Universitas Negeri Jakarta, UPN Veteran Jakarta dan Pusat UTBK di Universitas Sulawesi Barat.