Rulyta, Abdul Azim, & Rahma Ciptakan Inovasi Alat Tes Mutu Minyak Goreng
Tiga mahasiswa IPB University Bogor menciptakan invoasi alat pendeteksi mutu minyak goreng portable.
Sebagian besar orang Indonesia penggemar makanan yang digoreng, tetapi tak banyak orang mencemaskan mutu minyak goreng yang dipakai para pedagang. Tiga mahasiswa IPB University Bogor lantas membuat alat pengukur mutu minyak goreng secara cepat dan mudah dibawa kemanapun.
Berkat inovasi itu, hasil tes mutu minyak goreng, dalam hal ini kandungan asam lemak bebas bisa diketahui dengan cepat, sekitar satu sampai dua menit saja. Pengecekan perlu diadakan sebab minyak goreng yang memiliki kandungan asam lemak bebas terlalu tinggi, di atas 0,3 persen akan bersifat karsinogen yang menjadi penyebab munculnya penyakit kanker di tubuh. Inovasi itersebut memenangi Tanoto Student Resarch Award 2021 untuk katagori teknologi.
Dalam kehidupan sehari-hari, di sekitar kita dengan mudah bisa menemukan tukang gorengan dengan jualan dan alat penggorengan yang dipikul atau didorong. Atau warung yang menjual pecel lele, ayam goreng, ikan goreng juga banyak bertebaran, namun pernahkah kita melihat dengan seksama warna minyak yang para pedagang pakai ? Sadarkah kita apa yang ada di balik warna minyak goreng itu ?
Jika minyak goreng berwarna gelap, bisa menjadi indikasi mutu minyak sudah tidak baik lagi dan tidak layak digunakan. Mengapa ? sebab bisa jadi kandungan lemak asam bebas dalam minyak sudah di atas ambang batas sehingga memicu munculnya kanker di tubuh orang yang mengonsumsi makanan yang digoreng dengan minyak tadi.
Peristiwa sehari-hari yang sering luput dari pengamatan itulah yang menjadi perhatian Rulyta Aulia Ramadanti (21) mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB University Bogor. Ia bertanya-tanya mengenai mutu minyak goreng yang dipakai para penjual makanan tersebut.
Selain itu, ia juga sering melihat di televisi ada satgas pangan yang sedang sidak ke pasar tradisional untuk mengecek mutu minyak goreng yang beredar di pasar. “Biasanya menjelang Ramadhan, Lebaran, Natal dan tahun baru banyak satgas pangan sidak ke pasar,” tutur Rulyta yang akrab dengan panggilan Ruly pada Senin (22/3/2021).
Ia menyayangkan perlu waktu agak lama untuk mengetahui hasil cek mutu minyak goreng itu karena satgas pangan belum memiliki alat portable yang bisa dibawa saat sidak ke pasar atau tempat lain. Fakta-fakta itu membuat gadis asal Bekasi, Jawa Barat ini menyampaikan keinginannya untuk membuat alat pengukur baku mutu minyak goreng kepada kawannya, Abdul Azim. “Kebetulan sudah kenal dengan Bang Azim yang kuliah di jurusan teknik, saya sampaikan keinginan itu,” lanjutnya.
Abdul Azim yang dihubungi secara terpisah pada Kamis (11/3/2021) lalu di Bogor menyatakan waktu itu ia menyambut baik ajakan itu. Pemuda asal pulau Lombok yang kuliah di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknologi Pangan IPB University itu menjelaskan, dirinya pun tertarik kepada ide yang disampaikan Ruly. “Di depan kampus banyak penjual gorengan. Sering kali saya bertanya-tanya, bagaimana ya mutu minyak gorengnya. Kebetulan Ruly mengajak membuat alatnya,” ujar Azim.
Percepat pengecekan
Menurut Azim, selama ini para petugas satgas pangan memerlukan waktu berjam sampai berhari-hari untuk mengetahui hasil pengecekan mereka atas kualitas minyak goreng yang dijual di pasar maupun toko. Setelah mengambil sample minyak goreng, petugas harus melapor ke instansi lain lalu instansi itu yang membawa sample minyak goreng ke laboratorium untuk diperiksa.
Di laboratorium pemeriksaan hanya makan waktu sekitar satu jam namun perlu analisa dan menghitung data hasil pemeriksaan laboratorium, baru lah ditemukan hasil yang jadi indikasi penting bagi kelayakan pemakaian minyak goreng, apakah kandungan asam lemak bebas dalém minyak memenuhi syarat dikonsumsi atau tidak.
“Saya ingin rangkaian proses yang cukup panjang itu dipotong dan hasil pemeriksaan bisa diketahui secara instan pada saat itu juga. Jadi perlu alat yang portabel, mudah dibawa,” tambah Ruly. Ia berpendapat alat itu penting agar publik juga akhirnya teredukasi mengenai bahaya minyak goreng yang tak layak konsumsi. Apalagi bahaya di balik memakai minyak goreng mengandung karsinogen baru akan diketahui setelah 10 tahun kemudian.
Jadilah kemudian Ruly, Azim dan Rahma Sholihah Kurniasari yang mahasiswa Fakultas Teknik Pertanian dan Biosistem IPB bergabung ke dalam Tim Smart Portable Oils Spectrometer atau SPOILS. Mereka berbagi pekerjaan tanpa pernah bertemu karena ketiganya sedang menjalani kuliah secara daring rumah atau kos masing-masing. Semua koordinasi dilakukan secara daring. Bahkan ketika presentasi di depan juri Tanoto Student Research Award tahun 2021 juga dilakukan secara virtual.
[gallery ids="115155061,115155060,115155059"]
Azim dan Rahma lebih banyak mengurusi teknis pembuatan alat dan aplikasi apa yang cocok untuk pengecekan sample minyak goreng, sedangkan Ruly mencari tahu mengenai kandungan-kandungan zat dalam minyak goreng yang masih layak dan tidak layak pakai lagi. Mereka melakukan pengecekan beberapa sample minyak goreng kemasan bermerk, kemasan tanpa merek atau curah dan minyak oplosan.
“Minyak oplosan itu biasanya merupakan minyak goreng bekas pakai dari restoran, hotel yang sudah tak terpakai lagi. Ada yang mencampurnya dengan bahan kimia sehingga minyak kelihatan jernih padahal sebenarya sudah tak layak konsumsi. Masyarakat tak bisa membedakan minyak goreng oplosan dengan minyak curah yang juga dijual tanpa kemasan,” jelas Ruly.
Tiga mahasiswa itu mulai memikirkan pengerjaan proyek pada awal tahun 2020, namun sejak Agustus 2020 mereka lebih intens mengerjakan karena ide tersebut lolos dalam seleksi kompetisi inovasi antar perguruan tinggi negeri yang diadakan Tanoto Foundation. Tim bekerja dibawah bimbingan dosen IPB University Dr Slamet Widodo.
Berkat inovasi para mahasiswa IPB, tes mutu minyak goreng akan bisa dilakukan lebih mudah sehingga satgas pangan bisa segera menindaklanjuti temuannya. Disayangkan, alat itu kini belum terwujud. Menurut Ruly, masih perlu penyempurnaan di beberapa bagian. “Saya berharap nanti SPOILS bisa segera dibuat lalu di tes standarnya agar bisa diproduksi dalam jumlah banyak guna membantu satgas pangan kita,” kata mahasiswa semester enam tersebut.
Dukungan dana
Saat ini, mahasiswa bisa lebih mudah mewujudkan mimpi membuat inovasi sesuai minat, sebab banyak lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang makin rajin memberikan dana hibah untuk membuat penelitian dan inovasi teknologi maupun sosial ekonomi.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Kementerian Riset dan Teknologi RI merupakan dua lembaga pemerintah yang getol memberi dana hibah penelitian dan inovasi lalu mengadakan perlombaan atas hasil pencapaian para mahasiswa. Kementerian Riset juga secara rutin menggelar pameran Pekan Ilmiah Mahasiswa atau Pimnas agar masyarakat bisa mengetahui karya para mahasiswa dan dosen.
Hasil dari upaya lembaga pemerintah itu, mahasiswa membuat inovasi yang menarik dan penting bagi masyarakat. Christofer Aldwin dari Swiss German University Serpong, misalnya. Ia membuat alat bernama benang perkasa yang bisa menjadi pengganti alat diagnostik kesehatan jenis sensor otot dan multifungsi tubuh. Ada pula sekelompok mahasiswa Teknik Universitas Skubang Semarang yang menciptakan teknologi tepat guna alat pencabut bulu ayam yang kemudian laris disewa oleh para penjual ayam potong.
Belakangan banyak pula lembaga non pemerintah yang rajin memberi hibah. Salah satunya Tanoto Foundation. Lembaga filantropi itu sejak tahun 2007 telah memberi dana hibah untuk membantu pembiayaan bagi para mahasiswa untuk pembuatan inovasi di kampusnya.
Memang belum semua mahasiswa perguruan tinggi negeri mendapat dana hibah itu, karena Tanoto baru bermitra dengan PTN, misalnya Universitas Sumatera Utara, Universitas Hasanuddin, Universitas Brawijaya, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Riau, ITB, IPB University, Universitas Andalas dan Universitas Indonesia.
Selama 14 tahun, lembaga itu sudah membiayai ratusan penelitian terapan dari berbagai perguruan tinggi. Mengenai mengapa penelitian dan inovasi menjadi perhatian Tanoto, Head of Scolarship & Leadership Development Tanoto Foundation Aryanti Savitri menyatakan bahwa inovasi berperan penting dalam kemajuan bangsa.
Melalu inovasi yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, kualitas sumber daya manusia akan meningkat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Inovasi juga dapat menciptakan efisiensi dalam perekonomian, sehingga produk-produk yang dihasilkan semakin kompetitif. Dengan pemikiran seperti itu, Tanoto ingin mendorong lahirnya peneliti-peneliti baru sehingga meningkatkan jumlah peneliti di Tanah Air. Pada tahun 2021, lembaga itu menghibahkan dana sebesar Rp 150 juta untuk setiap universitas mitra.
Tak cukup hanya memberi dana hibah penelitian terapan, Tanoto kemudian membuat ajang Tanoto Student Research Award (TSRA). Para tim mahasiswa pemenang lomba inovasi di kampus masing-masing kemudian berhak maju ke tingkat nasional. Untuk tahun 2021, sebanyak 24 finalis dari lima PTN mitra Tanoto Foundation berkompetisi di bidang sains dan teknologi.
Baca juga : Mazaya, Michael dan Daniel Ciptakan Terobosan Gelang Anti-Kekerasan di KompetisiEU Social DigiThon
Pemenang bidang sains datang dari tim mahasiswa Universitas Brawijaya Malang. Mereka meneliti soal kemampuan multifungsi konsursium bakteri kitinoltik dalam budidaya tanaman kedelai. Sedangkan pemenang bidang teknologi diraih oleh tim mahasiswa IPB University.
Tim beranggota tiga mahasiswa yakni, Rulyta Aulia Ramadanti, Rahma Sholihah Kurniasari dan Abdul Azim itu memilih nama timnya SPOILS (Smart Portable Oils Spectrometer). Mereka membuat alat pendeteksi kualitas minyak goreng secara cepat dengan alat portabel yang bisa dengan mudah dibawa ke pasar-pasar. Temuan itu diharapkan bisa membantu petugas satgas pangan yang sering harus mengecek kualitas minyak goreng yang beredar di pasar.