Generasi Muda Diajak Menjadi Pahlawan Pemerhati Lingkungan
Generasi muda diajak menjadi ranger atau pahlawan pemerhati lingkungan di tempat mereka tinggal.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Generasi muda diajak menjadi ranger atau pahlawan pemerhati lingkungan di tempat mereka tinggal. Para ranger ini bisa memulai dengan langkah kecil memilah sampah dan mengelolanya hingga menjadi produk bernilai tambah.
Berdasarkan survei Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Tahun 2020, selama masa pembatasan sosial kegiatan masyarakat dan kebijakan bekerja dari rumah berlangsung, terjadi peningkatan jumlah sampah rumah tangga dengan mayoritas sampah plastik, selotip, dan bubble wrap. Data dari LIPI tersebut mengungkapkan kurangnya aksi dari masyarakat terhadap masalah sampah walaupun tingkat kesadaran warga cukup tinggi terhadap isu sampah palastik.
Ajakan generasi muda untuk peduli dengan permasalahan sampah di sungai dan laut lewat program Marine Debris Ranger digagas KFC Indonesia bersama Divers Clean Action (DCA). Program ini sudah berjalan di Banten, Aceh, Jambi, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara, dengan beragam kegiatan yang fokus untuk melestarikan lingkungan, seperti membersihkan pantai dan sungai, edukasi ke sekolah maupun warga setempat, pelatihan pengelolaan sampah, serta melakukan sampling ke rumah-rumah warga setempat.
”Kami mengajak generasi muda untuk jadi ranger atau pahlawan lingkungan yang bekerja sama dengan komunitas lingkungan setempat untuk berkontribusi positif pada lingkungan bumi pertiwi dengan aksi memilah, mengelola, dan memberi nilai tambah pada sampah,” kata Hendra Yuniarto, General Manager Marketing PT Fast Food Indonesia Tbk, Jumat (26/2/2021).
Hendra mengatakan, wilayah yang disasar program Marine Debris Ranger pada akhir 2021 ini ditargetkan di 10 wilayah. Kegitan pada masa pandemi Covid-19 tetap dijalankan dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Penggagas dan Direktur Eksekutif DCA Swietenia Pupa Lestari, mengatakan dengan dilanjutkannya Marine Debris Ranger tahun ini, diharapkan dapat mengedukasi masyarakat dengan cakupan lebih luas agar pengelolaan sampah. Dampaknya dapat lebih maksimal serta menekan jumlah produksi sampah ke depannya, terutama yang berujung di perairan Indonesia, baik di laut maupun sungai.
Aksi nyata para ranger, salah satunya pelatihan pembuatan ecobrick ke masyarakat yang dilakukan tim Marine Debris Ranger di Nusa Tenggara Barat. Pelatihan dengan tema ”Dari Sampah Menjadi Rupiah” mengajak masyarakat untuk memanfaatkan botol plastik yang diisi padat dengan limbah plastik fleksibel untuk membuat blok bangunan yang dapat digunakan kembali, antara lain menjadi perabot kursi sofa.
Pelatihan ini bertujuan untuk memotivasi dan mengubah pandangan masyarakat setempat mengenai manfaat limbah botol plastik yang dapat menghasilkan suatu produk dengan nilai ekonomi lebih tinggi. Bukan hanya sebatas menjual limbah botol plastik yang belum diolah ke bank sampah.
Manfaat ekonomi
Secara terpisah, Imanuddin Untoro, Manajer Program Kehutanan Yayasan KEHATI di webinar bertajuk Pengelolaan Sampah Berbasis Pemberdayaaan Masyarakat di Aliran Sungai, mengatakan, pengeloaan sampah belum menunjukkan perkembangan signifikan tiap tahunnya. Padahal, Indonesia punya cita-cita bebas sampah.
”Kami mau mendorong supaya sungai-sungai di Indonesia bersih. Limbah industri, juga sumber sampah domestik, dikelola dengan baik. Sampah harus bisa membawa manfaat ekonomi. Sebab, masalah sampah ini akan berdampak pula pada eksistensi keanekaragaman hayati di Indonesia,” kata Imanuddin.
Menyemarakkan Hari Peduli Sampah Indonesia yang diperingati tiap 21 Februrai, Yayasan KEHATI Indonesia bersama Mongabay Indonesia membahas tentang pengeloaan sampah di sungai. Selain itu, memberikan pencerahan tentang manfaat ekonomi sampah.
Yayasan KEHATI menjalankan program Revive Citarum bersama sejumlah perusahaan. Sungai Citarum, salah satu sungai terkotor di dunia, tetapi punya peran penting. Menurut Imanuddin, program Revive Citarum pada prinsipnya mengembangkan pembentukan forum industri peduli lingkungan, peningkatan pengetahuan industri dalam pengelolaan limbah, pengeloaan sampah berbasis masyarakat, dan pemberian apresiasi untuk industri.
Masyarakat di sekitar Sungai Citarum, tepatnya di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, diberdayakan untuk mengelola sampah. Berdasarkan data, pencemaran Sungai Citarum sekitar 60 persen limbah domestik. sebagian besar limbah organik.
”Masyarakat diajak untuk melakukan pengomposan karena ini sudah dikenal, tetapi tidak dilakukan. Juga pembuatan pupuk cair dan budidaya magot BSF kapasitas 3 ton per bulan. Dengan menggandeng Karang Taruna, penjualan telur dan magot BSF bisa mencapai Rp 4-6 juta,” kata Imanuddin.
Rido Malik, Head of Strategic Services Waste4Change, mengatakan, pengelolaan sampah yang baik dan benar belum secara utuh di semua tempat. Baru sekitar 7,5 persen sampah yang didaur ulang, sekitar 70 persen dibuang ke tempat pembuangan akhir, hingga ada yang dibakar atau dibuang ke sungai.
Menurut Rido, mengelola sampah dengan baik dan benar akan mengurangi kehancuran lingkungan. Kalau Indonesia bisa meningkatkan daur ulang sampah lebih dari 80 persen, serapan tenaga kerja bisa semakin banyak dan lingkungan bersih.
Untuk membuat sampah punya manfaat ekonomi, ujar Rido, ekosistem pengelolaan sampah harus diwujudkan. Caranya, dengan memulai dari regulasi yang ada, salah satunya mewajibkan pemilahan sampah.
Selain itu, peran pemerintah sampai saat ini sebagai regulator dan operator dalam pengeloaan sampah juga menghambat. Seharusnya, sudah bisa dimulai perubahan pandangan pengelolaan sampah yang awalnya berbasis pelayanan umum jadi ass pencemar membayar (polluter pay principle).