Generasi Zaman ”Now” Tetap Setia Mengonsumsi Berita
Di tengah pandemi, generasi muda setia mencari berita-berita terkini. Sebagian besar memanfaatkan media sosial untuk mencari informasi.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbeda dari sangkaan yang beredar, generasi muda zaman sekarang ternyata tetap setia membaca berita arus utama. Namun, teknologi digital mengubah perilaku mereka dalam mengonsumsi berita. Media pun melancarkan berbagai strategi untuk menjaga relevansi, termasuk dengan mengeksplorasi platform baru.
Maverick Indonesia, perusahaan bidang komunikasi, melakukan survei daring terkait dengan preferensi Generasi Z dan Y mendapatkan berita selama 22 September-8 Oktober 2020. Sebanyak 453 orang di Jakarta dan Bandung menjadi responden, terdiri dari 59 persen Generasi Z dan 41 persen Generasi Y. Generasi Z merujuk pada usia 18-23 tahun dan Generasi Y merujuk pada usia 24-32 tahun.
Hasil survei menunjukkan, sebanyak 62 persen responden mengikuti berita secara harian. Dalam mendapatkan berita, mereka menggunakan sejumlah platform, antara lain portal berita daring (85 persen), media sosial (84 persen), aplikasi pesan (43 persen), dan televisi (16 persen). Sebanyak 81 persen mengklaim menggunakan portal berita daring dan media sosial secara bersamaan.
”Media tradisional telah kehilangan perannya sebagai sumber utama berita. Media cetak pun mulai beralih ke media digital,” kata Manajer Analitik Maverick Karen Kusnadi dalam webinar Where Gen Y and Z Get Their News From: Tips to Stay Relevant to the Digital Natives, Selasa (15/12/2020).
Selain portal berita, media sosial menjadi platform andalan anak muda mencari berita, yaitu Instagram (89 persen), Youtube (77 persen), dan Twitter (66 persen). Selain itu, ada juga yang mengakses berita melalui aplikasi pesan, seperti Line, Whatsapp, dan Telegram. Preferensi terhadap medsos menunjukan responden gemar membaca berita dengan visual, klip video, dan teks pendek.
Sumber berita daring yang menjadi favorit di peringkat pertama adalah Kompas.com, terdiri dari 67 persen pelajar dan 47 pekerja muda. Media lain yang mengikuti adalah CNNIndonesia.com, Detikcom, Kumparan, dan Tirto.id.
Dalam memilih berita, responden menyatakan kredibilitas (57 persen) sebagai faktor utama. Namun, mereka juga mempertimbangkan kecepatan (46 persen), topik (40 persen), popularitas (26 persen), dan cara bercerita (26 persen).
”Kesimpulannya adalah, pada dasarnya, media mainstream masih sumber berita paling banyak dicari generasi muda karena kredibilitas. Tetapi, ada perubahan ekosistem informasi bagi generasi muda karena mereka mengakses berita lebih banyak di medsos,” ujar Karen.
Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho mengatakan, melihat preferensi anak muda saat ini, Kompas.com memanfaatkan medsos sebagai platform untuk mendistribusikan ratusan berita kepada audiens. Namun, jenis berita yang didistribusikan tergantung dari jenis medsos yang digunakan.
”Kami memilih-milih berita mana yang fitur, informatif, inspiratif, dan memicu rasa bangga. Empat hal itu menjadi acuan dalam memilih platform mana yang akan kami gunakan agar tetap relevan dengan pembaca,” kata Wisnu.
Ia melanjutkan, sejumlah media juga menjadi fokus pengembangan sebagai platform penyaluran berita. Apabila pada masa lalu Facebook, Kompas.com kini beralih fokus ke Instagram dan Youtube.
Adaptasi ”brand”
Tidak hanya media massa, sejumlah perusahaan juga beradaptasi dalam berkomunikasi dengan para konsumen muda. Generasi muda merupakan pasar potensial bagi bisnis pada masa depan. Salah satu perusahaan besar yang berusaha menjawab tantangan ini adalah Xiaomi.
Head of Public Relations Xiaomi Technology Indonesia Stephanie Sicilia mengatakan, Xiaomi berusaha membentuk formula dalam membedah cara konsumen muda menerima informasi, mengakses informasi, dan berbagi informasi. Pada masa pandemi seperti ini, perusahaan semakin dituntut untuk menemukan formula yang tepat.
”Caranya dengan berada di platform yang sama dengan mereka, seperti di medsos. Sebelumnya, kami fokus di Facebook dan Instagram, tetapi sekarang tambah platform di TikTok. Lalu, kami juga mengandalkan teknologi digital yang ramah pengguna serta be reactive yet cautious,” kata Stephanie.
Xiaomi, lanjutnya, memanfaatkan platform sesuai segmen pasar yang menjadi target. Xiaomi, misalnya, menggunakan medsos untuk menyasar pasar menengah dan memanfaatkan platform konvensional, seperti televisi, untuk menyasar pasar kalangan bawah.
Stephanie mengingatkan, strategi promosi digital tidak selalu berhasil di semua wilayah. Di daerah pelosok Indonesia terkadang promosi secara manual menggunakan mobil dan toa justru lebih efektif.
Karen menambahkan, untuk diterima oleh generasi Y dan Z, perusahaan di bidang komunikasi perlu menentukan topik dan metode yang sesuai dengan kebutuhan calon audiens. ”Tugas kita adalah bagaimana mengemas supaya informasi itu relevan, bukan tentang kita saja,” tuturnya.