Laura Sekar Putri, Menyembuhkan Depresi dengan Musik
Laura Sekar Putri berhasil melepaskan diri dari depresi lewat musik. Dari pengalaman itu, ia serius menekuni terapi musik. Kini, ia menjadi terapis profesional di Amerika Serikat.
Musik selama ini dikenal sebagai dinamika nada dan irama yang dapat membuat pendengarnya merasa terhibur. Bagi Laura Sekar Putri, musik tidak hanya dipakai sebagai sarana ekspresi diri atau bentuk karya seni. Musik juga menjadi bagian dari terapi psikologi untuk mengatasi depresi dan gangguan kesehatan mental lainnya.
Dihubungi dari Jakarta, Senin (23/11/2020), Laura menjelaskan, semula ia kuliah di Berklee College of Music, Boston, dengan tujuan untuk menjadi komposer. Namun, pada semester awal kuliah, Laura justru mengalami depresi. Ia sulit fokus kuliah dan beberapa kali bolos karena perasaannya tidak tenang. Situasi ini membuat Laura harus mengambil cuti pendidikan dan kembali ke Indonesia untuk pemulihan diri.
Selama satu tahun penyembuhan, tersadar bahwa musik dapat digunakan untuk memperbaiki perasaan, suasana hati (mood), dan membangkitkan semangat. ”Di titik terendah, saya sadar musik punya pengaruh kuat. Mendengarkan musik bisa membuat mood jadi naik lagi, perasaan yang tadinya kesal atau marah bisa lebih terkontrol,” kata Laura yang berkolaborasi dengan Grammy-winning music therapist Jon Samson.
Dari pengalaman ini, Laura kemudian terpanggil untuk menjadi terapis musik. Begitu kembali ke Boston, ia pun banting setir untuk mempelajari pegiat terapi musik. Perempuan yang sudah menguasai piano dan gitar ini kemudian belajar bagaimana musik dapat diterapkan untuk bayi prematur, anak-anak berkebutuhan khusus, remaja, penderita gangguan mental, dan para lansia yang mengalami demensia dan alzheimer.
Di Amerika Serikat, Laura juga mempelajari berbagai jenis musik, seperti jazz, country, folk, serta instrumen drum dan perkusi. Selain musik, Laura juga mempelajari psikologi. Pada 2019, Laura lulus dari jurusan terapi musik. Ia lalu meniti karier di bidang ini. Sekarang, Laura lebih sering menangani pasien lansia dengan demensia dan alzheimer.
Laura merasa senang pengalamannya bisa mengantarkannya pada dunia baru yang sekarang digeluti. Menjadi terapis musik, menurut Laura, memberikan banyak keuntungan. Melalui bidang ini, Laura bisa mempelajari alat musik dan aliran musik yang berbeda-beda. Ia juga merasa senang bisa melayani dan mendengarkan sesama. Kombinasi dari hal inilah yang membuat Laura menggeluti profesi ini.
”Mendengarkan musik saja sudah menyenangkan. Ditambah lagi melalui musik kita bisa terhubung dengan orang-orang dari berbagai latar belakang,” katanya.
Pasien lansia
Selama bekerja, Laura menemukan banyak pengalaman berharga. Ia pernah bermain musik di depan pasien lansia yang sudah kehilangan ingatan jangka pendek dan jangka panjang. Pasien tersebut bahkan sudah tidak ingat nama anak-anaknya. Uniknya, ketika Laura mulai memainkan lagu yang dikeluarkan ketika pasien itu masih remaja, seperti lagu-lagu The Beatles, pasien justru ingat dan mau bernyanyi bersama.
Pasien lansia sering merasa kesepian karena tidak ada yang menjenguk. Musik bisa memperbaiki mood mereka.
Terapi musik ini memperbaiki mood pasien lansia sehingga bisa menciptakan kenangan manis ketika pasien dirawat di rumah sakit atau panti jompo. ”Apalagi sekarang ini lagi pandemi, pasien lansia sering merasa kesepian karena tidak ada yang menjenguk. Musik bisa memperbaiki mood mereka,” kata Laura.
Tidak hanya bekerja, Laura juga masih aktif tampil di festival musik internasional, seperti International Folk Festival serta menjadi pemain bas dan gitar di dua gereja di Boston. Selama pandemi ini, ia bersama pelajar Indonesia di Berklee membuat video cover yang menggabungkan dua lagu, yaitu ”Over the Rainbow” dan ”Laskar Pelangi” yang berhasil menarik lebih dari 40.000 penonton di YouTube, Instagram, dan Facebook.
Tantangan menjadi terapis musik adalah Laura dituntut harus percaya diri menyanyi di depan pasien. Sebelumnya, Laura merasa ini tantangan yang sangat berat. Namun, lama-kelamaan ia menikmati, apalagi ketika ia menyanyi ada pasien yang juga mau berbagi suara. Ini membuat suasana terapi jadi menyenangkan.
Saat ini, Laura masih ingin bertahan di Amerika Serikat karena ia merasa ada banyak kesempatan dan peluang baik untuk pendidikan dan pekerjaan. ”Bukan tidak mungkin suatu hari nanti saya kembali ke Indonesia dan mengembangkan terapi musik. Saya sudah sering berkomunikasi dengan terapis musik di Indonesia dan sering jadi pembicara,” katanya.
Perjalanan terapi musik
Apa sebenarnya terapi musik? American Musik Therapy Association menjelaskan, terapi musik adalah penggunaan intervensi musik klinis dan berbasis bukti dalam suatu terapi psikologis. Terapi musik dilakukan oleh seorang profesional yang telah menyelesaikan program terapi musik terakreditasi.
Perannya antara lain meningkatkan kesehatan fisik, memenuhi kebutuhan psikologis, emosional, spiritual, serta meningkatkan hubungan sosial para pasien dan keluarga mereka. Terapis musik juga bisa menjadi medium komunikasi bagi mereka yang kesulitan mengekspresikan diri dengan kata-kata.
Ada istilah bahwa terapi musik bisa bermanfaat from womb to tomb atau mulai dari ibu dalam persalinan, bayi prematur, anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua dengan kebutuhan kesehatan mental, gangguan perkembangan dan belajar, penyakit Alzheimer dan kondisi terkait penuaan lainnya, masalah penyalahgunaan zat, cedera otak, cacat fisik, dan nyeri akut dan kronis.
Di Indonesia, terapi musik belum tenar seperti di Amerika Serikat atau Kanada. Namun, terapi musik sudah mulai disediakan di sejumlah rumah sakit untuk membantu pemulihan pasien. Beberapa klien juga menjalani terapi musik secara mandiri dengan tenaga profesional.
Sama seperti jenis terapi lainnya, terapi musik ini bekerja dalam multidisiplin ilmu, seperti kesehatan, psikolog, konselor, dan perawatan spiritual.
”Sama seperti jenis terapi lainnya, terapi musik ini bekerja dalam multidisiplin ilmu, seperti kesehatan, psikolog, konselor, dan perawatan spiritual,” kata dosen Koordinator Peminatan Terapi Musik, Fakultas Ilmu Seni Musik, Universitas Pelita Harapan, Kezia Karnila Putri.
Menurut Kezia, musik mempunyai kemampuan memengaruhi sistem fisiologi dan kondisi psikis seseorang. ”Saat mendengarkan musik, stimulasi dari audio atau suara ditangkap nuklea, kemudian ditransfer ke otak berupa sinyal neuron. Otak itu seperti CPU dalam badan kita yang akan memengaruhi sistem kerja tubuh, darah, dan detak jantung,” ujarnya.
Ketika musik dijadikan kegiatan maka pengalaman sensor tubuh yang didapatkan semakin beragam. Saat seseorang seperti bermain piano, misalnya, ia membutuhkan sensor penglihatan untuk membaca notes piano, sensor pendengaran untuk menyimak musik yang dimainkan, serta koordinasi tangan dan kaki. ”Aktivitas bermain musik ini sangat erat kaitannya dengan emosi dan sosial seseorang,” kata Kezia.
Terapi sudah muncul sejak abad ke-20. Setelah Perang Dunia I dan II, komunitas musisi dari berbagai aliran, baik amatir maupun profesional, pergi ke rumah sakit Veteran di AS untuk bermain bagi ribuan veteran yang menderita trauma fisik dan emosional akibat perang. Cara ini dianggap bisa membantu pemulihan pasien.
Kezia menjelaskan, tidak ada aturan khusus untuk memilih jenis musik dalam terapi. Pemilihan jenis musik yang dimainkan untuk pemulihan bergantung preferensi klien. Ketika seseorang sedang merasa sedih atau kesepian, musik yang digunakan untuk terapi bisa mewakili suasana hati. Secara berangsur-angsur, pemilihan jenis musik diarahkan sesuai dengan suasana hati (mood) yang hendak dituju, seperti merasa tenang dan lebih baik.
Terapis musik Laura Sekarputri menceritakan pengalamannya mengalami depresi dan bangkit melalui musik membuat dia sadar bahwa musik punya kekuatan. ”Mendengarkan lagu dan mempelajari musik dari berbagai jenis dan aliran membuat saya merasa lebih baik,” katanya.
Laura Sekarputri
Pendidikan: Berklee College of Music - Bachelor of Music in Music Therapy with minor in Psychology (Sept 2014 — July 2019)
Pengalaman kerja:
- Up Beat Music Therapy (Jan 2019—sekarang)
- Park Street School (Oct 2019—present
- Merry Melody Music Academy (Oct 2019—present)
Pengalaman konfrensi:
- Indonesia Music Therapy Day 2019
- American Music Therapy Association National Conference 2017
- New England Region of the American Music Therapy Association Students Conferences 2016 & 2017
- Berklee’s II Performance Therapy Symposium 2017
- New England Region of the American Music Therapy Association Regional Conference 2017
- Berklee Music Therapy Symposia 2017