Sejumlah anak muda mengembangkan potensi di desanya dengan menggerakkan masyarakat supaya mempunyai penghasilan tambahan.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Desa-desa di Tanah Air bukannya tanpa potensi. Desa juga bisa maju asalkan ada komitmen, modal, dan kreativitas. Sejumlah pemuda berusaha memajukan desa lewat pemberdayaan masyarakat dan pemanfaatan kearifan lokal. Upaya mereka tidak sia-sia.
Mubarokah kembali mengenang keadaan satu dekade silam. Warga Desa Ngargosari, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, ini sering meninggalkan istrinya, Suyanti, di desa. Mubarokah terpaksa bekerja sebagai buruh bangunan di kota-kota besar akibat keterbatasan ekonomi.
Kabupaten Kendal memiliki banyak petani kopi, jagung, dan jambu biji. Namun, pekerjaan sebagai petani di Kendal dulu sama sekali tidak menguntungkan. Biaya operasional lebih tinggi dari pendapatan para petani. Harga jambu biji, misalnya, hanya sekitar Rp 300 per kilogram.
”Penghasilan sebagai petani waktu itu masih kurang. Namun, sekarang kami ada penghasilan tambahan yang lumayan untuk sekeluarga,” kata Mubarokah, dalam video ”Workshop Lingkungan 2020” yang diselenggarakan Astra International secara virtual, Selasa (10/11/2020).
Mubarokah merupakan satu dari ribuan petani yang tinggal di Kabupaten Kendal. Sejak 2019, sebanyak 10 desa di Kendal menjadi bagian dari Desa Sejahtera Astra (DSA) sebagai penghasil minyak atsiri. Desa-desa yang didampingi Astra, antara lain, adalah Desa Ngargosari, Bringinsari, dan Mlatiharjo.
Minyak atsiri merujuk pada ekstrak tanaman atau yang lebih dikenal sebagai essential oils. Ekstrak tanaman ini diambil dari bagian tertentu tanaman, seperti daun, akar, bunga, biji, batang, dan getah. Minyak ini dipercaya memiliki manfaat untuk kesehatan dan kecantikan, seperti aromaterapi dan parfum.
Selain menanam sayuran dan buah, para petani Kendal kini memiliki usaha sampingan yang menguntungkan. Mereka cukup memanfaatkan limbah daun cengkih atau rumput serai yang ditanam di sela-sela tanaman utama untuk diolah sebagai bahan baku minyak atsiri.
Penggerak DSA Kendal, Khafidz Nasrullah, mengatakan, program pemberdayaan itu sebenarnya mulai berlangsung sekitar tahun 2012 atas inisiatifnya sendiri. Meskipun tidak mudah, masyarakat desa akhirnya paham daun cengkih dan rumput serai memiliki nilai jual ketika diolah dengan mesin distilasi.
”Mereka lalu menjual ke saya. Ternyata gerakan ini berdampak luar biasa karena ribuan petani terlibat,” kata Khafidz, yang kemudian mendirikan CV Nares dan menciptakan Nares Essential Oil.
Khafidz selanjutnya bersama Astra turut memberi pendampingan, pelatihan, dan bantuan mesin kepada warga desa. Warga desa kini tidak hanya mampu menjual bahan mentah, tetapi juga mengolahnya menjadi menjadi minyak atsiri.
Minyak atsiri dari Kendal telah diekspor hingga ke Eropa, khususnya Jerman, Perancis, dan Spanyol. Program pemberdayaan itu juga membuka lapangan pekerjaan baru bagi ribuan warga desa yang terlibat. Perekonomian desa ikut terangkat.
Rata-rata pendapatan warga Kendal sebagai petani awalnya hanya sekitar Rp 750.000 sampai Rp 1 juta sebulan. Malahan, ada yang bertahan hidup hanya dengan uang Rp 500.000 sebulan. Padahal, butuh sekitar Rp 1,5 juta untuk bertahan hidup selama satu bulan.
Dengan menjual dan memproduksi minyak atsiri, warga Kendal bisa mendapat penghasilan tambahan sekitar Rp 2 juta hingga Rp 4 juta sebulan. ”Pendapatan mereka sekarang bisa naik hingga empat kali lipat,” ujar Khafidz.
Pemberdayaan santri
Upaya pemberdayaan komunitas juga berlangsung di Jombang, Jawa Timur. Rizki Hamdani berinisiatif untuk membentuk Kelompok Santri Tani Milenial. Rizki ingin memperkenalkan potensi ekonomi di dunia pertanian dan peternakan kepada generasi muda.
Rizki memulai inisiatif itu di Pondok Pesantren Fathul Ulum, Jombang. Alasannya, Rizki ingin para santri memiliki keahlian wirausaha, selain pengetahuan agama.
”Jumlah santri di Indonesia sebanyak empat juta orang. Apakah seluruh santri setelah lulus menjadi kyai atau guru mengaji? Tentu tidak. Saya ingin agar mereka kembali ke masyarakat bisa menghidupi diri sendiri,” kata Rizki yang juga adalah penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2020 bidang lingkungan.
Lewat kelompok itu, Rizki mengajarkan tentang sistem pertanian terpadu atau integrated farming system (IF). Sistem ini menggabungkan komponen pertanian dalam usaha pertanian yang terpadu. Program budidaya yang tersedia adalah budidaya ikan air tawar, budidaya ternak ruminansia, budidaya unggas, tanaman holtikultura, dan tanaman pangan.
Kelompok Santri Tani Milenial kini menjadi wadah bagi sejumlah pondok pesantren di Jombang. Hingga Agustus 2020, sebanyak 30 kelompok santri tani telah tersebar di Jombang.
Salah satu unit usaha yang berhasil adalah pemberdayaan tanaman sorgum. Kelompok tani sorgum memperoleh peningkatan pendapatan sekitar Rp 60 juta per bulan setelah diberi fasilitas pengolahan pascapanen di area peristirahatan Tol Trans-Jawa.
”Kelompok ini memperkenalkan dan menggerakkan santri milenial. Mereka adalah pilihan strategis untuk regenerasi dan meningkatkan produktivitas pertanian,” ujarnya.
Tidak mudah untuk memajukan suatu daerah. Namun, kelihaian anak muda Nusantara tidak bisa dipandang remeh. Mereka mampu melihat potensi sumber daya alam dan memacu energi manusia yang tersedia. Semoga anak muda lainnya ikut terinspirasi!