Siswa Brilian Raih Prestasi Internasional
Banyak siswa cerdas di Indonesia yang mengharumkan nama bangsa di ajang olimpiade internasional. Semua capaian prestasi itu tak lepas dari usaha para siswa selama bertahun-tahun.
Dari tahun ke tahun semakin banyak siswa cerdas yang meraih prestasi di ajang internasional. Berbagai ajang olimpiade ilmu pengetahuan tingkat internasional telah dimenangi siswa-siswa sangat cerdas Indonesia. Semua raihan dicapainya dengan usaha keras.
Di antara ratusan siswa peraih prestasi di ajang internasional, dua di antaranya adalah Peter Addison Sadhani (17), siswa kelas XII SMA Santo Aloysius Bandung, Jawa Barat, dan Stanve Avrilium Widjaja kelas XII di SMA IPEKA BSD, Tangerang, Banten. Di bidang yang diminati, mereka terus mengejar prestasi untuk bekal masa depan.
Peter serius menggeluti bidang fisika hingga percaya diri mengikuti olimpiade tingkat nasional hingga internasional. Dia menganggap kompetisi sebagai ajang pengembangan diri. Keikutsertaannya di olimpiade sains dan fisika senantiasa berbuah manis. Tak hanya meraih medali emas, Peter mampu meraih gelar yang terbaik atau absolute winner. Gelar-gelar itu menambah gengsi pencapaian seorang peserta.
Tahun 2019, Peter meraih medali emas, absolute winner, dan terbaik di teori di ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN) Fisika tingkat SMA di Makassar, Sulawesi Selatan. Biasanya, peraih medali emas punya peluang mewakili Indonesia ke ajang Olimpiade Fisika dunia (IPho) tahun 2020. Akibat pandemi, gelaran IPhO tak ada tahun ini.
Namun, pencapaian prestasi di tingkat internasional bagi Peter mulai terbuka ketika diajak Yayasan Simetri. Lembaga itu didirikan alumni Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI). Peter diajak ikut Europe Physics Olympiad (EuPhO) 2020 yang digelar secara daring dari Romania pada Juli lalu. Prestasi gemilang kembali ditorehkan Peter karena berhasil meraih medali emas, absolute winner (nilai tertinggi), dan best experimental result (nilai eksprimen tertinggi).
Pendiri Yayasan Simetri dan Ketua TOFI Hendra Kwee menyebutkan, dari dalam sejarah empat tahun penyelenggaraan EuPhO, belum pernah ada siswa meraih nilai setinggi Peter. Di EuPhO, Peter meraih nilai 40,00 dari maksimum 50. Peserta sebanyak 257 siswa dari 31 negara.
”Buat saya ikut EuPhO kayak berkah. Rencana disiapkan Yayasan Simeteri mau ikut Oimpiade Fisika Asia (APhO) di Taiwan tahun 2020, tapi batal karena pandemi. Saya merasa bangga di akhir sekolah SMA bisa mencantumkan gelar bidang internasional yang berguna untuk menambah nilai plus saat mau daftar kuliah,” ujar Peter yang berencana kuliah di luar negeri ini, Senin (2/11/2020).
Di kompetisi EuPhO, Peter mengerjakan soal teori dan eksprimen dari rumahnya. Syaratnya, harus ada dua perangkat, gawai atau laptop, satu perangkat untuk mengawasi gerak-gerik Peter, dan satu lagi untuk mengerjakan soal. Kompetisi digelar selama dua hari.
Soal eksprimen, Peter sukses mengerjakan simulasi hamburan Rutherford menggunakan elektron. Saat tes, siswa dapat mengatur posisi penembakan elektron dan energi mula-mula elektron . Elektron terhambur oleh suatu muatan diam. Siswa harus merancang eksprimen untuk menghitung posisi dan besar muatan.
Peter mengenang semasa SD sebenarnya dirinya sudah mulai mencoba ikut olimpiade sains nasional (OSN) yang digelar pemerintah. Dia memilih OSN Matematika, tetapi langkahnya tertahan hanya sampai di tingkat Kota Bandung. Pelaksanaan OSN bagi siswa sekolah Indonesia berjenjang dari tingkat kota/kabupaten, provinsi, lalu ke tingkat nasional.
Ketika di SMP, Peter mendapat masukan dari guru untuk lebih mendalami Ilmu Pengetahuan Alam. ”Guru bilang saya lebih berpotensi di IPA. Setelah saya pelajari, ternyata saya lebih suka fisika. Ya, merasa ilmu ini mendasar,” ujar Peter.
Anak kedua dari pasangan Adam Sadhani dan Amelia Susan Peter ini mengaku belajar serius tetapi santai. Namun, ketika mendalami satu materi, dia akan menuntaskan sambal latihan soal. Untuk pendalaman materi dan latihan soal dilakukan secara mandiri oleh Peter. Ketika dirinya masuk dalam tim nasional ataupun internasional, Peter bergabung secara intensif dalam pelatihan yang disiapkan pemerintah atau lembaga.
”Kalau dibilang tiap hari belajar fisika, enggak juga. Tapi kalau sudah belajar, cukup sampai menguasai materi. Pas menjelang lomba ada mengulas materi, tapi enggak sampai seharian,” kata Peter.
Kala Peter mengikuti arahan guru untuk beralih ke OSN IPA, kepatuhan Peter berbuah manis. Di OSN IPA untuk siswa SMP tahun 2017, tak hanya meraih medali emas dan nilai tertinggi. Selain itu, gelar terbaik di teori menambah rasa percaya dirinya. Alhasil, Peter punya kesempatan membawa nama Indonesia ke ajang International Junior Science Olympiad ke Belanda dan mempersembahkan medali emas.
Meskipun menyukai fisika dan punya target untuk terus ikut lomba OSN, Peter tak melulu fokus di bidang ini. Di sekolah, Peter juga ikut tim paduan suara di sekolahnya. Tak hanya menyanyi, Peter punya talenta bermain piano dan biola, bahkan bisa membuat aransemen sederhana dan komposisi original. Di luar sekolah, Peter aktif dalam kegiatan Pramuka.
”Seru sih gabung di komunitas Pramuka. Saya akan oraagnya pendiam, jadi senang punya komunitas yang menyenangkan. Apalagi aku suka camping, jadi menikmati Pramuka,” ujar Peter.
Peter berencana memilih jurusan programming saat kuliah. Dia tertarik mendalami kecerdasan buatan. Bekal mendalami fisika dan matematika diyakini berguna untuk pilihan studinya di bidang programming yang sangat dibutuhkan saat ini.
Peter mengatakan anak-anak muda berpretasi punya kesembatan membantu memajukan negara lewat pendidikan. Peter pun tak sungkan untuk membantu adik-adik kelasnya yang hendak maju. Peter paling senang jika membantu adik kelasnya memecahkan soal-soal fisika yang rumit.
Pengalaman mengikuti kompetisi fisika, bagi Peter, memperluas ilmu pengetahuannya. Selain itu, cara berpikir yang lebih ilmiah sehingga jadi bekal untuk kehidupannya, baik dalam sekolah maupun dunia kerja.
Belajar angka
Sedikit berbeda dengan Peter, Stanve selalu belajar bidang yang diminatinya, matematika setiap saat. Sejak umur 2,5-3 tahun, dia sudah menunjukkan ketertarikannya pada angka-angka. Di umur tersebut, Stanve kecil belum lancar bicara, tetapi tak pernah salah saat diminta menghitung jumlah jari-jari tangan yang ditunjukkan guru. Belajar dengan angka membuatnya senang dan tertantang.
Melihat bakat dan minat itu, orangtuanya mengikutkan Stanve ke berbagai kursus matematika. Alhasil, sejak SD Stanve sudah mencatat banyak prestasi di dalam dan luar negeri. Stanve berhasil meraih medali emas di ajang OSN Matematika.
Berbagai kompetisi matematika di negara ASEAN, Jepang, dan Romania dijajal Stanve. Prestasinya selalu gemilang dengan meraih medali emas. ”Sudah sekitar 300 kompetisi yang diikuti Stanve sejak kecil sampai sekarang. Yang didukung pemerintah karena mewakili negara sekitar 10 kompetisi, lainnya mandiri,” kata Robert Widjaja, ayah Stanve.
Banyaknya kompetisi matematika yang diikuti membuat Stanve tak lagi grogi saat menghadapi kompetisi. Justru Stanve merasa kemampuan dalam bisa matematika bisa tergali secara maksimal. Apalagi, saat menghadapi soal-soal matematika kombinatorika, Stanve selalu antuisas menemukan jawabannya. Tak banyak siswa Indonesia yang jago kombinatorika.
”Aku tuh kalau lomba lebih all out. Enggak ada rasa grogi takut enggak bisa. Jadi kayak kemampuanku lebih dua kali dari biasanya pas lomba,” kata Stanve.
Di tengah pandemi, Stanve menjalani Olimpiade Matematika Internasional (IMO) 2020 di St Petersburg, Rusia, pada September lalu. Stanve mengikuti kompetisi secara daring dari Bandung. Hasilnya, Stanve meraih medali emas. Tim IMO Indonesia yang didukung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun ini berhasil mempersembahkan 2 medali emas, 2 medali perunggu, dan 2 honorable mention.
Membawa pulang medali emas untuk Indonesia dari ajang IMO tidaklah mudah. Belum banyak anggota Tim IMO Indonesia yang meraih medali emas. Bahkan, setelah ikut IMO 25 tahun, pecah telur tradisi mendapat medali emas dimulai tahun 2013. Namun, sampai saat ini baru lima medali emas yang bisa diraih Indonesia di ajang IMO. Salah satunya dipersembahkan Stanve.
”Buatku ini prestasi yang keren, bisa jadi salah satu dari lima orang yang meraih medali emas di IMO untuk Indonesia,” ujar Stanve yang anak tunggal ini.
Tak berselang lama, Stanve yang digandeng Yayasan Simetri kembali menorehkan prestasi internasional di Tuymaada International Olympiad juga secara daring dari Rusia. Olimpiade Matematika yang digelar Rusia ini termasuk yang bergengsi sehingga Stanve tak mau melewatkan.
Stanve tak hanya berhasil meraih medali emas. Dia meraih nilai tertinggi atau absolute winner, perfect score (nilai sempurna), dan special award for elegant solution. Menurut Surya Wijaya, pimpinan delegasi Indonesia dari Yayasan Simetri, pencapaian Tim Indonesia kali ini merupakan prestasi tertinggi yang pernah diraih Indonesia. Ada 151 siswa dari berbagai negara yang bersaing ketat.
”Para juri terkesan dengan jawaban siswa Indonesia yang dinilai luar biasa,” ujar Surya yang sudah ikut membina Stanve sejak kelas 3 SD.
Stanve mengaku, jika terkait angka, dirinya seakan cepat mendapatkan rasa atau feeling. Dia merasa apa pun yang angka berikan, dirinya cepat menangkap. ”Kalau Matematika kan ketahuan ya, kalau salah atau benar. Terukur gitulah sejauh mana kalau ada peningkatan, penguasaan konsep sejauh apa. Kalau melihat soal Matematika itu aku senang,” ujar Stanve.
Stanve merasa menikmati belajar yang abstrak. Untuk menguasai pelajaran lain yang tidak melibatkan angka, Stanve berstrategi dengan membuat bagan, struktur, atau simbol yang mewakili angka.
Kesukaan Stanve pada Matematika membuatnya tiada hari tanpa mempelajari Matematika. Dia tekun dan konsisten melatih diri untuk menjawab soal-soal Matematika yang rumit, melampaui pelajaran di sekolah. ”Tiap hari belajar. Ya, dari internet, ada yang senior kasih jurnal, sampai ke pelatih,” kata Stanve yang berencana kuliah di bidang Matematika di Kanada ini.
Stanve mengaku saat ada waktu di sekolah kosong, saat dia tidak sedang ngobrol dengan teman, dia mengisinya dengan mengerjakan soal Matematika. Dia selalu siap membawa kumpulan soal Matematika ke mana pun.
”Plus minus saya begitulah. Namanya sudah kebiasaan dan keranjingan, dibawa enjoy aja, enggak ada beban kalau harus mengerjakan soal latihan matematika,” kata Stanve yang sedang mempersiapkan buku kumpulan soal Matematika bersama sejumlah alumni Tim IMO Indonesia.
Meskipun Stanve punya banyak prestasi nasional, regional, dan internasional, ujar Robert, Stanve anak yang rendah hati. Dia selalu merasa kosong sehingga haus terus belajar, tak berpuas diri. Apalagi Stanve cenderung perfeksionis, selalu ingin mencapai yang terbaik atau sempurna.
Peter Addison Sadhani
Lahir : Melbourne, 27 Februari 2003
Prestasi :
- Medali Emas, Absolute Winner dan Best Theorotical Result EuPhO (2020)
- Medali Emas, Absolute Winner dan Best Experimental Result OSN Fisika SMA (2019)
- Medali Emas International Junior Science Olympiad di Belanda (2017)
- Medali Emas, Absolute Winner dan Best Theorotical Result OSN IPA tingkat SMP (2017)
Stanve Avrilium Widjaja
Lahir : Tangerang, 3 Januari 2003
Prestasi :
- Medali Emas International Mathematics Olympiad (IMO) Di Rusia (2020)
- Medali Emas, Perfect Scorer dan Champion Tuymaada International Olympiad di Rusia (2020)
- Medali Emas Thailand International Mathematics Contest (2016)
- Medali Emas Korean International Mathematics (2014)
- Medali Emas Asia Pasific Mathematical Olympiad for Primary School di Sinagpura
Menatap masa depan cerah
Keikutsertaan pelajar Indonesia di berbagai ajang olimpiade keilmuan tingkat internasional semakin berkembang. Mereka membuktikan mampu berkompetisi dengan para pelajar dari seluruh dunia. Tradisi meraih medali mulai jadi bagian dari tim olimpide keilmuan yang rutin diikuti pelajar Indonesia.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara rutin mengirimkan tim Indonesia ke ajang olimpiade keilmuan di tingkat internasional. Seleksi dilakukan secara berjenjang lewat gelaran Olimpiade Sains Nasional (OSN). Siswa peraih medali emas bakal diseleksi kemudian menjalani pelatihan dan pembinaan sehingga bisa diikutkan ajang kompetisi internasional.
Tahun 2009, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk memberi beasiswa kuliah hingga S-3 bagi peraih medali di ajang olimpiade keilmuan yang didukung Kemendikbud. Di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para talenta cerdas yang mengharumkan nama bangsa bisa mengajukan beasiswa untuk kuliah di perguan tinggi mana pun di dunia.
Bukan hanya tawaran dari dalam negeri, anak-anak berprestasi itu juga menjadi incaran negara lain. Salah satunya, Singapura yang menawari beasiswa di kampus terbaiknya.
Salah satu olimpiade yang terkenal adalah Olimpiade Fisika Internasional yang melahirkan putra-putri terbaik Indonesia. Sejak tahun 1995, Indonesia memiliki Tim Olimpiade Fisika (TOFI) yang dibentuk ilmuwan fisika Yohanes Surya. Pelajar terbaik dikirim ke ajang Olimpiade Fisika Asia lalu ke internasional.
Dengan prestasi yang membanggakan Tanah Air, mereka yang tergabung di TOFI bisa menatap masa depan lebih cerah. Peraih medali dari TOFI terbukti kini punya karier cemerlang di dalam ataupun luar negeri. Sebagian dari mereka bekerja di perusahaan terbaik di dunia, dan ada juga yang memilih menjadi wirausaha.
Baca juga: Para Pencari Solusi pada Era Digital
Salah satunya Oki Gunawan (44) yang ikut Olimpiade Fisika Dunia tahun 1993 dan meraih medali perunggu. Oki yang kini kerja sebagai peneliti di IBM TJ Watson Research Center New York berkontribusi dalam fisika fundamental. Oki bersama tim menelurkan Riset Efek Foto Hall dengan Muatan Terpisah (2019). Riset ini memungkinkan dunia memperoleh informasi lebih detail dari bahan semikonduktor untuk pengembangan teknologi elektronika.
Torehan prestai yang diwujudkan dengan perolehan medali datang dari pelajar Indonesia yang berminat pada bidang komputer, biologi, kimia, matematika, astronomi, ilmu bumi, dan masih banyak lagi. Keikutsertaan di ajang internasional ini yang resmi dari negara yang didukung Kemendikbud ataupun secara mandiri.