Brand Lokal Indonesia Berpotensi Menembus Pasar Dunia
Industri kreatif dengan memanfaatkan lisensi hak kekayaan intelektual dari brand atau jenama lokal Indonesia potensial berkembang.
JAKARTA, KOMPAS – Industri kreatif dengan memanfaatkan lisensi hak kekayaan intelektual dari brand atau jenama lokal Indonesia potensial berkembang. Bahkan, sejumlah brand lokal Indonesia yang digawangi anak-anak muda kreatif berpeluang menembus kancah internasional.
Di masa pandemi Covid-19, pangsa pasar lisensi hak kekayaan intelektual tetap terjaga. Kendati Indonesia menghadapi resesi, industri kreatif khususnya terkait dengan pemanfaatan hak kekayaan intelektual diharapkan bisa terus tumbuh.
Untuk mendorong lebih banyak jenama lokal mengoptimalkan peluang komersialisasi, Amara Pameran Internasional dan Danumaya Dipa menjalin kerja sama untuk menggelar sebuah trade show lisensi dengan nama Indonesia International Licensing Show (IILS) yang berlangsung pada Selasa (20/20/2020) hingga Kamis (22/10/2020) yang didukung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Mochtar Sarman, Chairman IILS, menjelaskan, pengembangan ekosistem hak kekayaan intelektual (HKI) penting untuk menggerakkan roda ekonomi kreatif. “Indonesia mempunyai ceruk pasar yang sangat potensial di ranah industri kekayaan Intelektual di Asia Tenggara. Untuk itu dibutuhkan dorongan dari segala pihak agar terciptanya ekosistem yang mumpuni sehingga pergerakan roda ekonomi kreatif ini bisa lebih maksimal dan berkembang,” kata Mochtar.
Penyelenggaraan IILS pertama ini diharapkan bisa menjadi ajang temu bagi kreator lokal dengan para pembeli potensial. Ajang ini perlu sebab selama ini sangat kecil kemungkinannya dan susah bagi kreator kekayaan intelektual atau Intellectual Property (IP) bisa bertemu langsung dengan pembeli potensial atau investor. Di lain pihak, pembeli potensial bisa mengenal langsung dan melihat sudah seberapa jauh kemajuan IP local yang mempunyai potensi besar untuk bersanding dengan IP dunia.
“Kami berharap dengan diadakannya IILS 2020 ini bisa menjadi batu loncatan dalam penggerakan industri kekayaan intelektual Indonesia di mata dunia,” ujar Mochtar.
Melihat geliat kreasi anak muda Indonesia yang semakin tumbuh pesat, bahkan mampu mencuri perhatian internasional, membuktikan bahwa Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi salah satu pemain dunia. Program IILS 2020 yang hadir secara virtual digelar untuk menjadi wadah bagi setiap creative enthusiast untuk mengenalkan karya mereka kepada publik. Sembari belajar, berjejaring dan mendapatkan pengetahuan dari para ahli.
Sederet jenama internasional yang turut bergabung dalam acara ini, antara lain adalah Vikram Sharma selaku General Manager Warner Bros Consumer Products; Sashim Parmanand - CEO One Animation; Dennis Tan - VP Brand and Retail Marketing of ViacomCBS. Selain itu, para praktisi dalam negeri yang ambil bagian antara lain Aji Pratomo (Founder INFIA); Ario Tamat (Karyakarsa.id)’ Faza Meonk (CEO Pionicon); Faza Sulthon (CEO Hompimpa Studio); Ivan Chen (CEO Anantarupa Studio); Adib Hidayat (Jurnalis Musik); Bismarka Kurniawan (CEO Bumilangit); Joshua Simandjuntak (Staf Ahli Kemenparekraf), serta deretan nama-nama pelaku industri IP yang sudah berkompeten dan berpengalaman.
Budaya Indonesia
Pengembangan brand lokal Indonesia semakin menjanjikan. Kekayaan budaya Indonesia bisa jadi slaah satu sumber inspirasi membawa produk lisensi IP dari Indonesia ke regional hingga internasional.
Faza Meonk, CEO Pionicon, mengatakan sejak 2014 peluang pengembangan bisnis IP di Indonesia menjanjikan. Pionicon yang melahirkan tokoh kartun si Juki berkembang memproduksi konten, marketing, dan lisensi. Saat ini, Pionicon mengelola 37 IP milik kreator Indonesia dengan berbagai genre.
“Si Juki juga berkembang dari komik ke games, dan produk lain,” kata Faza.
Pengembangan dilakukan juga dengan kolaborasi. Faza menuturkan proyek kolaborasi dilakukan Si Juki dengan Larva di tahun 2017, lalu dengan BoboiBoy, serta di tahun ini dengan SpongeBob Squarepants.
“Kami juga kolaborasi dengan pemerintah. Kami membuat komik pariwisata dengan Kementerian Pariwisata, ada 10 komik Bali baru. Juga membuat video edukasi dengan Kemendikbud untuk series di youtube dan televisi,” jelas Faza.
Tak ketinggalan, Pionicon juga meluncurkan tokoh superhero yang sealu digandrungi. Karakter superhero Kalawira, yang diambil dari bahasa Sansekerta pun, dirilis. IP Kaliwira mau dikembangkan di kawasan ASEAN. Produk kreatif yang disispakan antara lain animias pendek Kaliwira. Selain itu, Kaliwira akan diadaptasi menjadi film live action. “Masih proses produksi dan cari pendanaan,” ujar Faza.
Faza melihat peluang pengembangan produk kreatif dari indisutri IP ini terbuka. Lewat kolaborasi dan dukungan investor, beragam produk kreatif masuk dalam tahap pengembangan, mulai dari mainan, film, hingga merchandise.
Sementara untuk Si Juki, pembuatan film si Juki terhambat karena pandemi. Peluncuran yang dijadwalkan Desember 2020, diundur ke tahun 2021. Ada juga serial animasi si Juki TV series, berkisah kehidupan anak kosan yang bakal rilis 2021.
Pionicon juga mengembangkan games Si Juki. Si Juki warteg menyajikan konten isi tentang warung tegal (warteg) gaya baru di new normal yang sudah bisa diunduh melalui platform digital. Ada pula pameran 10 tahun si Juki yang sebenranya mau dibuat tahun ini, namun diundur jadi perayaan ke-11.
“Pameran si Juki ini lebih mau mengapresiasi pembaca dan penggemar si Juki, dari yang kecil sampai remaja dan dewasa,” ujar Faza
Sementara itu, Ivan Chen selaku Founder dan CEO Anantarupa Studio melihat peluang Indonesia untuk jadi kreator games, khususnya untuk e-sport. Anantarupa yang berdiri tahun 2011 dengan 45 orang ini punya visi besar untuk membangun IP berbasis games di Indonesia yang dibawa ke global.
Ivan mengatakan, Anantarupa berhasil membuat games Esport pertama di Indonesia. “Sekarang tren e-sport berkembang. Tapi hanya sedikit yang tahu bahwa e-sport butuh pengembangan games. E-sport bukan cuma tentang event, streaming. Tapi dalam ekosistem e-sport ada juga games. Revenue dari Esport tahun lalu berkisar Rp 16 triliun. Untuk industri yang mekar tiga tahunan karena mobile, tentu potensial,” ujar Ivan.
Industri games ini bisa dikatakan yang terbesar di Industri kreatif, nilainya mencapai sekitar Rp 2.000 triliun. Disandingkan dengan industri kreatif film atau musik, tetap saja pendapatan games empat kali lebih tinggi. Termasuk jika film dan musik digabung, nilainya juga dua kali lebih tinggi.
Menurut Ivan, kini di Korea Selatan sudah mengembangkan ekspor games online, yang nilainya 11 kali dr K-pop atau 100 kali lipat industri film. Di mas pandemi, Pemerintah Korea Selatan mendukung industri games lokal dan mengekspor sebagai ujung tombak ekspor nasional.
Perkembangan e-sport di Indonesia juga pesat. Di tahun ini ada 100 juta pemain atau ada penambahan sekitar 40 juta pemain Esport dari sebelumnya.
“Banyak yang suka main e-sport games atau yang sifatnya kompetitif,” kata Ivan.
Ivan mengatakan, dari kajian World Eeconomic Forum, industri games termasuk yang bisa bertahan. Untuk itu, Anantarupa melahirkan Lokapala. Games ini potensial di akwasan ASEAn karena juga dikenal seperti Thailand, Burma/Myanmar.
“Kami sudah riset Lokapala dari tahun 2008 tentang kebudayaan Nusantara, bahkan di Asia tenggara. Ada nilai-nilai dari ksatria Lokapala,” kata Ivan.
Kolaborasi
Menurut Ivan, kolaborasi jadi bagian penting dalam pengembangan industri kreataif IP. Trend e-sports bisa mendorong kerja sama dengan industri lain. Dari delapan nilai kstaria Lokapala, bisa dikembangkan jadi produk merchandise, salah satu yang sudah ada sepatu dengan value kstaria. Ada tokoh lain di sepatu ada kutipan, juga di masker.
Novrizal Pratama, Founder Akaraya , mengatakan, perubahan terjadi dengan situasi pandemi Covid-19 yang juga mengakibatkan perubahan perilaku dalam industri hiburan dan kreatif. Untuk mengatasi ini, kolaborasi harus dijalankan supaya brand lokal yang ada di Indonesia tetap bisa berkembang.
“Tidak ada batasan untuk melakukan inovasi IP Indonesia asal mau berkolaborasi. Manfaatkan tahun ini sebagai tahun kolaborasi, jangan merasa ingin bersaing,” kata Novrizal.
Novrizal mencontohkan, sejumlah bar dan kafe kehilangan pemasukan karena dampak Covid-19. Namun, sejumlah pemilik berhasil membawa brand-nya dalam medium lain, seperti merchandise.
Baca juga : Utak-atik Dagang Melalui Klik
“Hasilnya? Pemasukan bisa mutar lagi. Praktisi IP bilang value ditaruh di medium yang beda, akan membuka pasar baru. Penerapan IP enggak mesti terbentur satu atau dua medium. Bisa diaplikasikan ke mana saja. Ini sangat unik. Intinya, Ikuti medium yg paling sesuai dengan audienss. Ya terus bereskprimen, bisa baju, makanan musik, dan banyak lagi,” papar Novrizal.
Robby Yulianto, General Manager Damn! I Love Indonesia mengatakan, eksosistem industri kreatif berbasi IP di Indonesia harus bisa berkelanjutan. Dukungan pada pemilik brand yang baru atau sudah memulai diberikan agar lebih berkembang.
“Kami ada program Padamu Negeri untuk mengekspose produk yang sudah da dari brand lokal supaya konsumen bisa melihat. Selain itu ada Rumah Patriot supaya mereka yang sudah punya produk bisa dikenal dan dilirik investor,” kata Robby.