Adaptasi Sekolah terhadap Kebutuhan Pekerja Masa Depan
Saat ini, sekolah kejuruan diharapkan bisa beradaptasi untuk membekali keahlian siswa menjadi pekerja masa depan.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
Dengan perlahan, Galuh Pertiwi meraih mikrofon di atas meja. Pelajar SMK 1 Geger, Madiun, Jawa Timur, ini kemudian menjelaskan dengan singkat proyek yang dibuat kelompoknya dalam konferensi pers Samsung Innovation Campus (SIC) Project Competition 2020, secara virtual, dari Jakarta, Senin (5/10/2020).
Galuh dan teman-temannya membuat proyek Smart Hydroponic Technology (SAHYT). Teknologi ini akan mengontrol sistem irigasi, temperatur, dan pupuk pada pertanian hidroponik secara otomatis. Proyek ini diharapkan dapat mengembangkan pertanian di Madiun menjadi lebih modern.
”Pertanian hidroponik tidak membutuhkan lahan luas. Ini adalah teknologi pertanian masa depan,” ujar Galuh.
SMK 1 Geger keluar sebagai pemenang SIC Project Competition 2020. Sementara itu, peserta lainnya dalam kompetisi ini adalah SMK Al Huda, Kediri; Binus School Simprug, Jakarta; dan Binus School Serpong, Tangerang.
Adapun Samsung Innovation Campus (SIC) Project Competition 2020 adalah program yang digagas oleh Samsung. SIC adalah program pelatihan coding dan programming pada pelajar dan guru SMA/SMK yang menjadi mitra.
Direktur Manajemen R&D Samsung R&D Indonesia Risman Adnan menuturkan, tantangan era Industri 4.0 akan sulit untuk dihadapi para lulusan SMA dan SMK tanpa dibekali pendidikan yang membentuk keahlian. SIC merupakan sebuah program global yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan sekaligus kemampuan beradaptasi sekolah terhadap teknologi dan digitalisasi.
”SIC memberikan pelatihan dan pembelajaran literasi digital serta penerapan pemrograman kepada murid dan guru. Proyek ini bukan hanya wadah untuk menuangkan kreativitas analisis, melainkan juga mengasah kepekaan,” kata Risman.
SIC menyinkronisasikan kurikulum untuk melatih guru dan pelajar di sejumlah sekolah mitra terkait teknologi digital selama beberapa bulan. Mereka akan belajar, antara lain, mengenai bahasa pemrograman, pengembangan perangkat lunak, pembuatan aplikasi dan situs, coding, internet untuk segala, dan kecerdasan buatan.
Setelah itu, para pelajar diberi waktu selama satu bulan untuk mengembangkan proyek berbasis teknologi digital yang memiliki dampak positif bagi masyarakat.
Peran industri
Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Ahmad Saufi mengatakan, kurikulum pendidikan telah beradaptasi dengan kebutuhan pekerja masa depan. Namun, peran industri dalam kurikulum tetap dibutuhkan agar korelasi dengan kebutuhan pasar kerja tetap relevan, terutama pada level sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
”Kalau sejak dini kita perkenalkan ilmu tersebut, tidak akan gagap teknologi. Apalagi generasi milenial sudah tahu apa itu gadget, tetapi bagaimana gadget itu bisa digunakan secara maksimal,” kata Saufi.
Dalam The Future of Jobs Report 2018, World Economic Forum mencatat jenis pekerjaan yang semakin dibutuhkan di masa depan, antara lain analis data, pengembang perangkat lunak dan aplikasi, serta spesialis media sosial yang berbasis pada pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, ada peningkatan permintaan untuk ahli kecerdasan buatan, pembelajaran mesin, mahadata, robotika, dan blockchain.
Dalam menyikapi perubahan tren itu, salah satu solusi jangka panjang adalah dengan menyesuaikan sistem pendidikan. WEF melaporkan, 65 persen anak yang memasuki sekolah dasar pada 2010-an akan bekerja di jenis pekerjaan baru yang belum ada sekarang.
Menurut Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim, IGI telah melatih lebih dari satu juta guru selama empat tahun terakhir. Namun, keterlibatan industri dalam pelatihan terkait teknologi digital di sekolah sangat berperan penting dalam mencetak lulusan yang dibutuhkan oleh industri. ”Kami harap banyak perusahaan yang ’dijodohkan’ dengan sekolah,” ujarnya.