Pahit Manis Kuliah Virtual
Masa kuliah bagi mahasiswa baru angkatan tahun 2020 akhirnya tiba. Pahit manisnya kuliah virtual di awal semester menjadi pengalaman tak terlupakan.
Meskipun status putih abu-abuers sudah berganti, mahasiswa baru belum bisa merasakan kehidupan kampus yang sesungguhnya. Babak baru menjadi mahasiswa untuk menentukan masa depan dimulai melalui kuliah virtual.
Devy Arsyandi (18), mahasiswa Program Studi Sistem Energi Institut Teknologi Sumatera (Itera), Lampung, sudah berpindah dari rumahnya di Jakarta untuk menjadi anak kos di Lampung sejak 5 September 2020. Devy mengikuti aturan dari kampus yang mengharuskan mahasiswa baru berada di Lampung meskipun kuliah secara daring.
”Paling telat 5 September mahasiswa baru harus sudah ada di Lampung, Katanya, sih, biar kondusif. Nanti kalau ada praktikum dadakan, enggak ribet lagi. Yah, aku menurut saja dengan aturan ini,” ujar Devy yang dihubungi dari Lampung, Minggu (13/9/2020).
Meskipun Devy sudah berada di Lampung, ternyata kegiatan kuliah tidak dilaksanakan di Kampus Itera yang berjarak sekitar 2 kilometer dari rumah indekosnya. Pintu gerbang kampus tertutup dan dijaga, mahasiswa pun tak bisa leluasa masuk. Devy dan sejumlah temannya kadang janjian dekat kampus jika ada tugas kelompok.
Kuliah perdana secara daring diikuti Devy mulai 7 September lalu. Dari kamar indekosnya, Devy bergabung di Zoom untuk kuliah virtual mata kuliah Kimia Dasar yang diiikuti sekitar 300 mahasiswa. ”Aku sudah dekat kampus, tapi kuliah daring tetap dari kos,” cerita Devy.
Bagi Devy, kuliah virtual sangat menantang. Meskipun dosen menyilakan mahasiswa menuliskan pertanyaan di ruang chat, tapi tak semua bisa dibahas. ”Berasa sih, interaksi secara virtual itu kurang mengena. Pertanyaan jadi tertimbun yang lain sehingga enggak semua dibahas. Di sinilah aku merasakan, jadi mahasiswa itu mesti siap untuk belajar mandiri. Habis kuliah online, harus diulang lagi sendiri,” ujar Devy.
Tantangan lain yang dihadapi Devy dan teman-temannya soal sinyal internet yang tidak stabil. ”Banyak yang sering keluar-masuk dari ruang kuliah virtual. Dosen sih maklum, tinggal kita jelaskan di chat. Padahal aku sudah beberapa kali ganti kartu, tetap saja sinyal tidak stabil. Video enggak berani aku hidupkan, bisa-bisa langsung keluar dari ruang kuliah virtual,” cerita Devy.
Mario Nathaniel Liandar, mahasiswa Program Studi Akutansi Kelas Khusus Internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia di Depok, mulai menjalani perkuliahan daring Senin pekan ini. Dia langsung disibukkan dengan jadwal kuliah virtual, dalam satu hari dijadwalkan ada tiga mata kuliah ,tetapi hanya satu yang berhasil diikutinya.
Berasa sih, interaksi secara virtual itu kurang mengena. Pertanyaan jadi tertimbun yang lain sehingga enggak semua dibahas. Di sinilah aku merasakan, jadi mahasiswa itu mesti siap untuk belajar mandiri. Habis kuliah online, harus diulang lagi sendiri.
Marli mulai merasakan dunia kuliah yang berbeda dari saat jadi anak SMA. Beberapa hari sebelum kuliah daring mulai, Marli sudah dimasukkan dalam grup Whatsapp sesuai kelasnya dan diberi materi buku pengantar untuk dibaca sebelum kuliah mulai. Salah satu aturan mengikuti kuliah daring adalah toleransi telat masuk ke ruang kuliah virtual di Google Meet hanya 15 menit.
”Di hari pertama, teman-teman pada tertib. Sekitar 15 menit sebelum mulai sudah masuk ruang kuliah virtual. Dosen juga memakai waktu menunggu untuk tanya-tanya mahasiswa baru yang masuk. Berasa cair gitu suasananya,” tutur Marli.
Menurut dia, kuliah daring sekitar 2,5 jam tidak terasa membosankan. Suasana kuliah virtual dibuat interaktif oleh dosen. ”Dosen sering nanya untuk mengecek respons dan sering melontarkan pertanyaan, Are you with me? Jadinya mahasiswa enggak bisa kuliah sambil ngerjain yang lain karena siap-siap untuk diminta responsnya,” kata Marli.
Tuntutan sebagai mahasiswa yang mampu belajar mandiri dirasakan Marli. Usai kelas perdana, dosen sudah menugaskan mahasiswa membentuk kelompok. Tugasnya merangkum dua bab materi untuk dipresentasikan di kuliah virtual minggu depan.
”Harus sudah mulai membiasakan diri dengan banyak tugas. Aku belum terbiasa, nih, kuliah daring sambil mencatat di laptop, masih di buku pakai tulisan tangan. Nanti harus dibiasakan karena sambil kuliah online, ternyata dosen kadang minta sambil buka internet juga untuk mengecek suatu informasi,” tutur Marli.
Meskipun bisa beradaptasi dengan kuliah virtual, Marli ingin bisa kuliah secara langsung di kampusnya. Marli belum pernah menjejakkan kaki di kampus yang akan jadi tempat kuliahnya dua tahun ke depan, sisanya dilanjutkan ke negara lain, untuk program double degree.
Saat diumumkan diterima di prodi akuntasi kelas khusus internasional, Marli mengajak kedua orangtuanya ke Kampus UI Depok. ”Sekadar keliling saja. Tapi enggak sampai mampir ke FEB. Jadi, masih ada penasaran dengan kehidupan kampus. Sekalian mau lihat rumah indekos jika sudah kuliah offline nanti,” ucap Marli.
Baradaptasi dengan kuliah virtual juga dialami Theresa Zevanya Nendrasari Rantung (18), mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Dia seharusnya sudah mulai pindah tempat tinggal dari rumah di Bintaro, Tangerang Selatan, ke tempat indekos di Malang, Jawa Timur. Tetapi, ia menunda proses pindah itu karena kuliah semester pertama akan dilalui secara daring akibat pandemi Covid-19.
Pandemi membuat pengalaman Vanya untuk berkenalan dengan lingkungan kampus dan teman-teman baru dilakukan secara online. ”Pasti ada perasaan kurang karena bagaimanapun pertemuan tatap muka itu jauh lebih baik. Sebagai mahasiswa baru, saya ingin merasakan situasi kampus secara langsung, mempersiapkan indekos, dan bertemu teman baru. Ada perasaan senang karena masuk kuliah, tetapi ada yang kurang,” katanya, Selasa (15/9/2020).
Meski kuliah semester pertama dilakukan secara daring, Vanya tetap semangat mempersiapkan diri. ”Kuliah baik itu secara online ataupun offline, aku tetap antusias. Apalagi, ini langkah baru dalam hidup aku, jadi aku semangat,” katanya.
Sejak jauh-jauh hari, Vanya telah menyiapkan perangkat kuliah, mulai dari laptop hingga jaringan internet. Ia juga menyiapkan seragam almamater untuk mengikuti orientasi studi dan pengenalan kampus pada 19-20 September 2020 yang dilakukan daring.
Vanya mengatakan, sejak beberapa pekan lalu dirinya sudah dimasukkan dalam grup Whatsapp (WA) yang berisi mahasiswa baru dari sejumlah daerah di Indonesia. Perkenalan dengan teman-teman dilakukan secara daring. Mulanya, ada perasaan khawatir dan takut tidak diterima oleh lingkungan baru. Tetapi, ia mampu mengatasi itu dengan baik. Kekhawatirannya yang utama saat ini adalah menjalani kuliah praktik secara daring.
”Aku sudah ngobrol dengan teman dari kampus lain yang sudah lebih duluan kuliah online. Mereka terkendala ujian praktik, jadi aku takut menghadapi kendala serupa,” ucapnya.
Vanya pernah merasakan metode pendidikan jarak jauh ketika ia menyelesaikan pendidikan di bangku SMA. Menurut dia, itu menjadi modal berharga ketika memasuki kelas di bangku kuliah. Vanya sudah terbiasa mengatur waktu dan mengisi kegiatan di antara padatnya jadwal kelas. ”Untuk aku, sistem pendidikan jarak jauh lebih enak karena bisa fokus belajar. Aku juga sudah terbiasa mengatur waktu,” katanya.
Mencari teman
Menjalani masa kuliah daring di semester pertama, bukan berarti mencari peluang teman yang ”klik” di hati tidak bisa dilakukan. Adanya grup WA atau Line yang beranggotakan mahasiswa baru di tiap prodi membuat jarak fisik tak jadi halangan untuk mulai mengenal teman-teman baru.
Thariq Salman Daffa, mahasiswa Program Studi Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, mengatakan, mulai 14 September kegiatan kuliah bagi mahasiswa baru dimulai. Ia mengikuti Pelatihan Spiritual dan Kebangsaan secara virtual. Di pekan ini juga ada kegiatan orientasi mahasiswa baru yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa ITS.
”Belum berasa banget sih kehidupan kampusnya. Aku tuh orangnya suka ketemu langsung, suka belajar langsung. Tapi karena teman-teman satu jurusan pada asyik ngobrol di grup WA, sudah berasa punya teman baru sih,” ujar Daffa yang kuliah daring dari Jakarta.
Daffa merasa senang ketika jas almamater Kampus ITS berwarna biru dongker yang dikirim lewat jasa penitipan barang sampai ke rumahnya pada Sabtu lalu. Meskipun ukurannya terasa kebesaran di tubuhnya, Daffa tersenyum bahagia bisa mengenakan jas yang menunjukkan dia kini bagian keluarga besar ITS.
”Semoga Januari tahun depan sudah bisa ke kampus dan kuliah benaran. Aku belum pernah ke ITS. Ada teman di grup yang DM aku, janjian nanti Januari ke kampus. Eh, dianya di Kalimantan,” ujar Daffa.
Meksipun hanya bersua di ruang maya, Daffa mulai mencari-cari teman yang ”klik” di hatinya. Teman yang kelihatan asyik, aktif chat di grup, dicoba untuk dijapri. ”Liat teman-teman dari IG juga membantu untuk mengenal mereka. Kalau yang asyik, tinggal di comment atau di DM di IG-nya,” kata Daffa.
Sementara itu, Rafi Ramadhan, mahasiswa Program Studi Administrasi Publik Universitas Brawijaya (UB), Malang, mulai merasakan kesibukan menjadi mahasiswa baru. Ada beragam tugas dari membuat video untuk diunggah di akun IG masing-masing mahasiswa dengan tema edukasi Covid-19, alasan masuk Fakultas Ilmu Administrasi UB, hingga membuat video secara berkelompok. Belum lagi membuat esai, mengisi laporan, dan resume buku, sebagai bagian dari kegiatan pengenalan kehidupan kampus mahasiswa baru, yang baru berlangsung pekan depan.
Kesibukan memulai kuliah secara daring tak membuat Rafi melupakan waktu untuk bersenang-senang. Rafi yang suka bergaul dan aktif di grup chat WA teman sejurusannya berhasil mencuri perhatian teman barunya. Alhasil, sebelum masa orientasi mahasiswa baru (maba) virtual untuk bisa menjadi bagian Raja Brawijaya Online berlangsung,
Rafi berhasil mengajak teman baru yang dikenal secara virtual, yakni Riman Firmansyah asal Bandung; Fahrinissa Mutiara dari Batang, Jawa Tengah; serta Vibulla Raiah asal Yogyakarta, untuk berlibur bersama di Yogyakarta.
”Tadinya kami mau ke Malang. Penasaran karena belum pernah ke UB. Tapi tugas sudah banyak, akhirnya sampai di Yogya saja ketemunya,” ujar Rafi.
Menurut Rafi, di grup WA terasa sekali banyak anak yang mengobrol dengan gaya bahasa suroboyoan. Ada sejumlah anak yang masih belum merasa nyambung, menghubungi secara pribadi, akhirnya bisa berlanjut jadi teman. ”Riman anak Sunda, japri aku. Lalu janjian. Dia mengajak ke Yogya, mau pamitan ke UGM yang menolaknya. Aku kan belum pernah ke Yogya. Ya sudah, nekat saja untuk liburan dengan teman baru. Biar ntar kuliah benaran seru sudah ada teman,” kata Rafi.
Bagi Marli, mencari teman baru menjadi hal yang menantang di masa kuliah virtual bagi mahasiswa baru. Beruntung, di UI ada adaptasi cara virtual yang memaksa mahasiswa baru untuk saling berkenalan. ”Kalau yang pengenalan kampus offline, kan, maba diminta ngumpulin tanda tangan maba lain. Di virtual, diganti dengan harus saling menelepon dan sebagai bukti dikirim screenshoot lagi video call bareng,” ujar Marli.
Bahkan di program orientasi pengenalan kampus tingkat fakultas, percakapan online diminta hingga 20 menit untuk menggali biografi kenalan baru. Ada panduan pertanyaan juga untuk menggali bagaimana kisah maba bisa tembus ke UI serta tantangan yang dihadapi untuk bisa jadi bagian jaket kuning UI.
Baca juga : Kehangatan Virtual Mahasiswa Baru
”Aku telepon random aja, cari yang kira-kira asyik. Kalau yang teman fakultas sih asyik dan welcome ya. Jadi ada yang bisa berlanjut ngobrol di luar grup,” ujar Marli.
Wakil Rektor UI Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Rosari Saleh mengatakan, Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) UI tahun ini dilakukan secara virtual, diikuti 8.000 mahasiswa dari jenjang vokasi dan S-1 program reguler, paralel, dan kelas khusus internasional. ”Ini kali pertama PKKMB UI dilakukan secara online. Seluruh materi telah disiapkan dengan metode perekaman. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi borosnya kuota dan menghindari gangguan sinyal ketika mengikuti program online,” tuturnya.
Menurut Rosari, pengenalan kampus di masa pandemi Covid-19 difokuskan pada upaya memperkenalkan simulasi interaksi pembelajaran jarak jauh. Dengan demikian, para mahasiswa baru dapat mempersiapkan diri secara matang untuk menjalani kehidupan akademik secara daring.