Pemaknaan Nasionalisme di Kalangan Anak Muda Lebih Subyektif
Pemaknaan nasionalisme di kalangan anak muda bergeser pascareformasi. Anak muda mengaitkan nasionalisme ke dalam berbagai dimensi, mulai pelestarian lingkungan, budaya, hingga pandemi.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pascareformasi, anak muda memaknai nasionalisme secara lebih subyektif berdasarkan pengalaman masing-masing. Selain itu, implementasi rasa nasionalisme anak muda muncul dengan cara membangun komunitas menggunakan sumber daya lokal.
Pendiri Youth Laboratory Indonesia dan penulis sejumlah buku soal generasi muda, Muhammad Faisal, mengatakan, di masa lalu, anak muda hampir di seluruh Indonesia memiliki pemahaman tentang nasionalisme yang mirip selama tahun 1980-1990-an. Mereka mengaitkannya dengan perjuangan kemerdekaan dan kekayaan alam Indonesia.
Namun, pandangan itu telah berubah. Anak muda mengaitkan nasionalisme ke dalam berbagai dimensi, seperti pelestarian lingkungan, pematuhan terhadap protokol kesehatan selama pandemi, promosi budaya daerah, atau kebanggaan untuk berbahasa Indonesia.
”Nasionalisme remaja yang tumbuh pasca reformasi berbeda, menjadi subyektif. Perkembangan rasa cinta Indonesia menjadi sangat lokal karena mereka melihat apa yang ada di lingkungan, masyarakatnya serta potensi daerah sehingga imaji solidaritas yang dimiliki berbeda, seperti tumbuh komunitas-komunitas di sejumlah daerah,” kata Faisal dalam diskusi virtual Anak Muda Bicara Nasionalisme yang diselenggarakan Institut Kewarganegaraan Indonesia di Jakarta, Senin (24/8/2020).
Pembicara lain dalam diskusi itu adalah mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Tokoh Pemuda Angkatan 66, Sarwono Kusumaatmadja; Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo; dan aktivis merek lokal, Arto Biantoro.
Faisal melanjutkan, tren itu merupakan fenomena yang berbeda jika dibandingkan dengan penelitian tentang anak muda di negara-negara lainnya. Anak muda Indonesia justru menjadi lebih kolektif dengan mengedepankan nilai-nilai lokal ketimbang bersikap individual di tengah meningkatnya penggunaan internet, media sosial, dan ponsel pintar seperti kegemaran untuk mendengarkan lagu-lagu penyanyi campursari Didi Kempot.
Menurut dia, salah satu faktor yang menggeser pemaknaan anak muda terkait nasionalisme adalah adanya ancaman yang berbeda pada masa sekarang dibandingkan masa lalu. Apabila generasi sebelumnya melihat penjajahan dan perbedaan ideologi sebagai ancaman, generasi muda saat ini justru melihat kepunahan sebagai ancaman terhadap nasionalisme.
Arto Biantoro menambahkan, nasionalisme anak muda terlihat dari upaya membangun daerah melalui kewirausahaan. Wirausaha muda memanfaatkan sumber daya alam, manusia, dan kekayaan budaya lokal untuk menciptakan produk komersial dengan nilai tambah. Sebagai contoh, mereka sedang mengembangkan payung geulis asal Tasikmalaya agar bisa menjadi bagian dari gaya hidup.
”Anak muda sekarang lebih berkembang dalam melihat nasionalisme dengan kategori-kategori baru yang mereka ciptakan. Mereka melihat entrepreneurship sebagai jati diri. Saya melihat roadmap pembangunan Indonesia tidak akan lagi top-down, tetapi dari bawah ke atas,” ujar Arto.
Sarwono Kusumaatmadja menuturkan, sebagai bangsa dan negara, Indonesia memiliki banyak sumber daya alam yang unggul. Sayangnya, masyarakat belum sadar untuk mengelola keunggulan itu. ”Kita harus menemukan suatu ikhtiar nasional agar timbul energi positif untuk memproyeksikan keunggulan kita, ini yang masih kurang,” ujarnya.
Isu lingkungan
Faisal menyebutkan, hal yang dapat menjadi stimulus untuk menyatukan imajiner solidaritas anak muda adalah isu lingkungan hidup. Masalah-masalah, seperti perubahan iklim dan krisis air, adalah isu nyata dan berdampak langsung ke daerah.
”Narasi terkait lingkungan hidup dapat menjadi narasi sentral yang menyatukan anak muda untuk menghadapi sesuatu yang dianggap sebagai ancaman existence. Apalagi, bonus demografi akan muncul sebentar lagi,” tuturnya.
Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo menambahkan, pemerintah harus menangkap spirit nasionalisme anak muda secara presisi. Bagi anak muda, makna nasionalisme telah bergeser untuk bergerak membantu sesama di berbagai bidang dengan pemanfaatan teknologi sehingga gerakan bisa bergerak dari lokal menjadi global.