Mahasiswa Indonesia Bersinar di Kompetisi Virtual Internasional
Di tengah pandemi, mahasiswa Indonesia menorehkan prestasi di ajang kompetisi internasional. Tak patah semangat, mereka berjuang menawarkan ide inovasi untuk dunia.
Prestasi mahasiswa Indonesia untuk berkompetisi secara internasional tak surut meskipun dunia dilanda pandemi Covid-19. Peluang berlomba secara langsung di luar negeri terpaksa dialihkan menjadi kompetisi secara daring dari rumah masing-masing. Namun, semangat berjuang untuk berprestasi terbaik yang mengharumkan nama bangsa di kancah dunia berhasil ditunjukkan anak-anak muda negeri ini.
Mahasiswa Indonesia mampu unjuk kemampuan dalam menawarkan ide inovasi yang berguna bagi dunia. Baik secara perorangan maupun tim, para mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi menunjukkan ide cemerlang inovasi untuk menorehkan prestasi. Talenta mahasiswa Indonesia yang diperhitungkan dunia terbentang dari bidang teknologi, mobil listrik, penanganan Covid-19, hingga seni budaya.
Adriana Viola Miranda (20), mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang dihubungi di Jakarta, Minggu (16/8/2020), mengatakan, dirinya tak mau jadi kaum rebahan saja saat kuliah beralih kuliah daring yang bisa dilakukan dari rumah saja. Kesempatan ini justru dia pakai untuk bisa mengeksplorasi peluang mendalami sociopreneurship di bidang teknologi kesehatan yang diminatinya.
Tanpa sengaja Adriana menemukan program MIT Covid-19 Challenge yang bisa diikuti secara daring. Program ini terbuka bagi siapa saja dengan usia 13 tahun ke atas. Syaratnya, peserta mempunyai kemampuan dan motivasi kuat untuk berkolaborasi mengatasi dampak pandemi Covid-19 dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia.
Dalam tiga bulan ini ada 10 program hackathon (acara kolaborasi pengembangan proyek perangkat lunak dalam waktu yang pendek) yang diikuti Adriana secara daring. Prestasi menjadi juara didapat saat bergabung dalam Tim Amigo di kompetisi MIT Covid-19 Challenge: Latin America VS Covid-19, pada kategori Track B New Ways to Deliver Care in a Covid-19 World yang berlangsung pada 19-21 Juni.
”Kami dipilih berdasarkan skill dan motivasi, lalu bergabung dengan rekan lain dari sejumlah negara dan profesi. Senangnya, meskipun aku anak kuliahan, yang paling kecil, sedangkan yang lain sudah profesional gitu, tetap saja dihargai. Tidak dipandang sebelah mata,” ujar Adriana.
Di Tim Amigo (berarti teman dalam bahasa Spanyol), Adriana bergabung dengan enam orang lainnya dari Chile, Brasil, Argentina, Sri Lanka, dan Amerika Serikat. Kolaborasi dari ahli kesehatan, teknologi, dan bisnis ini menghasilkan cara untuk mengatasi situasi pelayanan rumah sakit secara jarak jauh bagi masyarakat yang tidak terakses internet.
”Pasien yang punya penyakit kronis, seperti diabetes, kanker, atau pasien yang sedang hamil, kan, rentan untuk datang ke rumah sakit di situasi Covid-19. Tetapi, mereka tetap bisa terpantau sehingga tidak terlambat penanganan kesehatan karena RS bisa memberikan layanan informasi dan pemantauan berbasis SMS. Kami membuat sistem SMS web yang bisa dipakai rumah sakit untuk bisa menjangkau pasien yang tidak ada akses internet,” ujar Adriana.
Adriana merasa bahagia karena keterlibatannya di Tim Amigo bisa berbuah manis, bisa bersumbangsih pemikiran bagi dunia. Saat ini, inovasi dari Tim Amigo masuk dalam upaya kerja sama pilot study dengan sebuah rumah sakit di Chile.
Meskipun tidak jadi juara, Adriana juga senang karena di kompetisi MIT-AWS Buildathon (Massachusetts Institute of Technology-Amazon Web Rervices Buildathon), inovasi tim DeploySmart yang diikutinya bersama rekan dari Jerman, India, Amerika Serikat, dan Taiwan dikembangkan untuk diuji coba. Adriana menawarkan ide untuk mengatasi penjadwalan staf di rumah sakit dengan penjadwalan secara otomatis yang disesuaikan kebutuhan dengan memanfaatkan machine learning. MIT AWS Buildathon adalah sesi pengembangan teknologi yang difasilitasi oleh MIT & AWS (Amazon Web Services) kepada tim-tim terpilih yang dibentuk saat MIT COVID-19 Challenge.
”Aku sadar bahwa orang-orang dari seluruh dunia dengan latar belakang keahlian yang berbeda-beda memiliki keinginan yang besar untuk membantu masyarakat luas menangani pandemi ini. Kita pun bisa ikut berkontribusi,” ujar Adriana.
Peduli lingkungan
Prestasi membanggakan lainnya dipersembahkan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Gita Prasulistiyono Putra, mahasiswa semester akhir Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Kairania Qalbi, mahasiswa Fakultas Psikologi, meraih peringkat dua Human Computer Interaction (HCI) Student Reseacrh Competition yang digelar Association for Computing Machinery, Amerika Serikat, secara daring pada 15-30 April 2020.
Menurut Gita, dirinya dan Kairania sudah setengah jalan menyiapkan keberangkatan ke Hawaii, Amerika Serikat, saat Februari lalu diumumkan masuk 10 besar finalis. Mimpi ke Hawaii pun lenyap. Lalu, dengan cepat mereka mempersiapkan materi lomba secara daring dengan menyajikan video sekitar 3 menit dan bahan presentasi.
Gita dan Kairania berkolaborasi karena pernah bertemu di ajang lomba TIK bertajuk ”Gemnastik” yang digelar pemerintah. Keduanya tertarik untuk mengulik soal interaksi manusia dengan teknologi.
”Aku minat di teknologi meskipun kuliahnya di ekonomi. Nah, teknologi, kan, identiknya hanya dengan anak teknik atau teknologi, sedangkan anak sosial jarang. Makanya, aku tertarik untuk mendalami soal manusianya dalam berinteraksi dan memanfaatkan teknologi. Aku ingin tunjukkan anak sosial juga bisa, kok, jadi start up di bidang teknologi,” ujar Gita, yang dihubungi dari Semarang, Jawa Tengah.
Di kompetesi HCI, Gita dan Kairania menawarkan ide riset desain aplikasi pendanaan reforestasi berbasis iklan mobile yang dinamai Aranyani.id. Mereka memperkenalkan cara berdonasi di kalangan anak muda untuk mendukung kepedulian pada lingkungan hidup dengan cara menonton iklan.
”Mahasiswa bukan tidak peduli dengan lingkungan. Mereka mau kok jadi relawan. Kalau untuk uang, kan, masih terbatas. Namun, dengan aplikasi donasi yang kami buat, anak muda diajak dengan cara menonton iklan secara menarik. Anak muda bisa mengumpulkan poin. Kami riset mulai dari nilai Rp 15.000 sudah sesuai kantong anak muda. Tapi, ini caranya dengan menonton iklan di aplikasi, kayak menanam dari bibit sampai tumbuhan. Dengan model gim sehingga nanti terkumpul poin. Lalu, poin bisa disumbangkan,” kata Gita.
Ketika diuji dengan kuisioner pengalaman pengguna, aplikasi rancangan Gita dan Kirania mampu memberikan pengalaman berupa sensasi kebahagiaan lebih tinggi dibanding aplikasi konvensional. ”Ketika kami masuk tiga besar, yakni tim mahasiswa dari Massachussets Institute of Technology, UGM, dan Indian Institutes of Technology Delhi, baru ada presentasi online. Aku cuma sendiri paparan, pukul 19.00 waktu Indonesia. Senang banget bisa juara dua, padahal saingannya berat,” ujar Gita.
Sementara itu, Tim mobil listrik Arjuna UGM meraih empat penghargaan di kompetisi internasional 4th Annual Formula Student Electric Vehicle (FSEV) Concept Challenge 2020 yang digelar secara daring pada 26 Juni-22 Juli oleh Formula Bharat, India. Padahal, tim ini baru pertama kali ikut kompetisi di India karena dilakukan secara daring.
”Tim Arjuna tiap tahun biasanya ikut Formula Society Automotive Engineer (FSAE) di Jepang. Tapi tahun ini dibatalkan karena pandemi, dimundurkan jadi 2021,” ujar Christopher Tangguh Bayu, Ketua Tim Lomba Mobil Arjuna yang dihubungi dari Bekasi.
Persiapan menuju kompetisi mobil listrik di Jepang pada April lalu sebenarnya sudah matang. Anggota tim sempat bertahan dulu di kampus demi persiapan. Namun, pandemi Covid-19 yang merajalela membuat kompetisi yang tahun lalu diikuti 80 perguruan tinggi dari seluruh dunia dibatalkan.
”Ketika yang ada FSEV secara virtual, anggota tim sudah ke daerah masing-masing. Lumayan juga tantangan koordinasinya. Apalagi, di lomba yang ini, kan, diminta untuk dibuatkan sistem mobil listriknya, yang selama ini belum pernah kami buat secara terstruktur gitu. Kami juga meraba-raba lombanya bagaimana karena baru pertama kali. Kami senang karena tetap bisa meraih prestasi,” ujar Bayu, mahasiswa Program Studi Elektronika dan Instrumentasi Fakultas Teknik UGM.
Ada 37 tim mobil listrik dari perguruan tinggi India, Indonesia, dan Amerika Serikat, yang ikut serta. Tim Arjuna menyabet peringkat kedua Place Overall Event, peringkat 2 The Best Team Management Strategy, Notable Mention for EV Design Overall and Choice, dan Notable Mention Kaizen Guru.
Tak hanya di bidang teknologi, prestasi mahasiswa di bidang seni budaya juga dipersembahkan paduan suara mahasiswa Telkom University di Bandung. Kevakuman dari kompetisi tahun ini terisi dengan digelarnya BSC World Virtual Choir Festival 2020 pada 27-31 Juli di kanal YouTube Tommyanto Kandisaputra. Kompetisi diikuti 20 tim paduan suara dari Indonesia dan beberapa negara lain dengan juri dari Filipina, Malaysia, Singapura, Afrika Selatan, dan Indonesia.
Telkom University Choir ikut kategori Folklore yang membawa lagu ”Janger” berhasil meraih medali emas. Adapun Telkom University Choir Garuda Gana yang ikut kategori mixed dan membawakan lagu berbahasa Spanyol juga meraih medali emas. Selain itu, Telkom University Choir meraih BSC Special Award untuk predikat The Most Liked Video.
Pengalaman berharga
Adriana mengatakan, kompetisi secara virtual awalnya terasa asing yang dilaksanakan karena keharusan menjaga jarak akibat Covid-19. Namun, kegiatan secara virtual ternyata memberikan pengalaman berharga dan juga kolaborasi tanpa batas.
Bekerja dalam tim dari sejumlah negara secara virtual, menurut Adriana, tetap ada tantangan. Pengaturan jam kerja termasuk salah satu masalah krusial. Adriana rela bergadang hingga dini hari supaya tetap bisa berkomunikasi dnegan rekan timnya yang memiliki perbedaan waktu.
Kepala Divsisi Public Relations Badan Eksekutif Paduan Suara Mahasiswa Telkom University Choir 2019/2020 Evi Cristiana, dari Bali, mengisahkan, lomba paduan suara virtual sangat unik. Sebanyak 87 penyanyi yang tersebar di 46 daerah berlatih secara virtual melalui Zoom. Mereka merekam audio dan video dari rumah masing-masing.
”Kami enggak ada kepikiran ikut lomba karena pandemi Covid-19. Soalnya yang seharusnya kompetisi ke Italia pada September juga sudah dibatalkan ke tahun 2021. Jadi, senang dan menantang juga ikutan lomba paduan suara virtual,” kata Evi.
Evi menceritakan, ternyata tidak mudah untuk membuat audio yang jernih. Dia terpaksa merekam suara di tengah malam supaya suasana benar-benar sunyi. Suara itu dikirim ke pelatih untuk dinilai. Jika belum tepat, dia harus membuat rekaman lagi yang bebas dari gangguan apa pun.
”Selain itu, juga ada koreografi. Semua harus berlatih sendiri, nanti membuat rekaman videonya. Ada aksesori yang dipakai, dikirim ke rumah peserta di berbagai daerah. Benar-benar pengalaman berharga memanfaatkan teknologi virtual. Kami bersyukur, rekaman video bisa dilakukan dengan baik dan ternyata mendapat juara,” kata Evi, mahasiswa Digital Public Relations Fakultas Komunikasi dan Bisnis.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam, saat peluncuran buku Potret Pendidikan Tinggi di Masa Covid-19 beberapa waktu lalu di Jakarta, mengatakan, pandemi Covid-19 di satu sisi menantang dunia pendidikan untuk beradaptasi dengan menggelar pendidikan daring di tengah berbagai kendala teknis. Namun, energi kreativitas dan inovasi dari dosen dan mahasiswa selama pandemik tidak surut, justru bangkit secara signifikan.
”Berbagai prestasi diraih para mahasiswa Indonesia di ajang internasional. Ternyata, pandemi tidak menyurutkan prestasi mahasiswa dan perguruan tinggi Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini membuktikan kita bisa bertransformasi digital dan memanfaatkan untuk unjuk memajukan Indonesia,” ujar Nizam.