Bergerak Untuk Kepedulian Bangsa
Banyak cara yang dilakukan anak muda untuk menunjukkan kepeduliannya kepada bangsa. Meski pandemi, semua kegiatan tetap bisa dilakukan untuk menumbuhkan rasa peduli bangsa.
Di tengah pandemi, ungkapan cinta pada Tanah Air tetap bisa disampaikan dengan berbagai cara, secara virtual. Dalam berbagai webinar terselip penyemangat untuk berbuat kebaikan sekaligus menyampaikan kepedulian kepada sesama.
Pendiri Rumah Millennials (RM), Taufan Teguh Akbari (35) menularkan semangat cinta tanah air dengan menggelar webinar seputar kepemudaan dan komunitas. Acara virtual dimoderatori secara bergantian dari penggagas komunitas yang bergabung di RM dengan menghadirkan tokoh inspiratif, termasuk kaum milenial yang kini berkontribusi di pemerintahan, untuk memperkaya wawasan kebangsaan bagi generasi muda.
Salah satunya, saat merayakan HUT Ke-3 Rumah Millenial, mereka menggelar B3Fest dengan mengambil topik Berkarya Tidak Ada Yang Instan. Untuk menyampaikan pesan mengenai berkarya di bidang apapun akan menghadapi berbagai rintangan dan tantangan, acara menghadirkan Gracia Billy Mambrasar (Founder Kitongbisa dan staf khusus Presiden), Maria Harfanti (2nd Runner Up Miss World 2015 dan Founder Bangun Sekolah), serta Andri Rizki Putra (Ketua Pembina Yayasan Pemimpin Anak Bangsa). Mereka berbagi kisah inpiratif sukses yang melewati kenyataan pahit terlebih dahulu.
“Saya membayangkan anak-anak muda Indonesia dari berbagai daerah yang menggagas gerakan baik atau komunitas yang bermanfaat dan berdampak bagi banyak orang bisa saling terhubung dan berkolaborasi. Tidak ada sekat perbedaan, yang ada semangat bersatu untuk berkontribusi bagi negeri,” ujar Taufan yang dihubungi pada Minggu (9/8/2020).
Menurut Taufan, tiap minggu selalu ada agenda webinar yang dimoderatori secara bergatian oleh pengurus pusat. Bahkan, RM regional di berbagai daerah yang sudah terbentuk juga aktif membuat webinar daerah. Saat ini, Taufan masih berjuang membesarkan Rumah Millenials.
Pandemi Covid-19 mendorong dirinya untuk terus bergerak. Dia merogoh kocek sendiri untuk menyediakan ruang diskusi melalui Zoom berbayar. Setiap sesi webinar, dia selalu hadir untuk mendampingi anak-anak muda berdiskusi. Dia selalu memberi ruang kepada anak muda untuk memberi gagasan dalam diskusi kebangsaan.
Menurut Taufan, Rumah Millenials ingin memperkuat gerakan anak-anak muda Indonesia yang bersumbangsih baik bagi bangsa agar dampaknya semakin kuat. Mereka yang bergerak dalam pendidikan, lingkungan, pertanian, kewirausahaan sosial, dunia usaha, pemberdayaan masyarakat, dan beragam bidang lain, digandeng untuk bersatu dalam semangat kebangsaan dan kebersamaan tanpa memandang perbedaan politik, agama, dan suku.
Dia melihat banyak komunitas yang digagas anak muda, termasuk dari daerah, yang sangat bergantung pada sosok pendiri atau penggagasnya. Ketika pendiri sibuk dengan tujuan lain dalam hidup atau pergi dari daerah tersebut, kegiatan komunitas terhenti. “Lewat Rumah Millenialls kami hendak memperkuat kepemimpinan dan kolaborasi, supaya komunitas yang digerakkan anak muda bisa terus berajalan secara berkelanjutan,” jelas Taufan yang juga dosen London School of Public Relations Jakarta.
Dari berbagai kegiatan webinar, Taufan mendapat respon positif. “Banyak feedback dan respon yang positif. Ungkapan terima kasih dari netizen yang bilang walau engggak pulang kampung terhibur dengan ada program webinar yang baik dan gratis, jadi memberi semangat. Ada satu dampak, ada manfaat. Ini yang bikin saya makin termotivasi,” ujar Taufan.
Kini, RM mulai disiapkan bergerak ke berbagai kota besar di Tanah Air. Rumah Millennials Regional diharapkan memunculkan sosok-sosok pemimpin muda berprestasi, dan menginspirasi di bidangnya masing-masing.
Kepedulian untuk bangsa Indonesia juga dilakukan Robinson Sinurat yang mendirikan Mimpi Besar dengan menggalang dana untuk membantu anak-anak kurang mampu melanjutkan pendidikan tinggi. Robinson menggalang semangat untuk mendukung mimpi besar mahasiswa kurang mampu untuk kuliah lewat media sosial. Di masa pandemi dia berbagi kisah secara virtual soal dunia kuliah dan cara menggapai sukses lewat YouTube dan Instagram.
Robinson menjalankan program sosial Mimpi Besar di sela-sela waktunya bekerja. “Aku hampir tidak bisa kuliah, tapi karena aku selalu bermimpi untuk bisa kuliah, selalu ada jalan. Aku sampai ke Amerika Serikat dimulai dari berani bermimpi. Nah, aku ingin anak-anak dari keluarga miskin tetap berani bermimpi, kami akan bantu untuk membuat mereka menggapai mimpi untuk bisa kuliah dan menjadi ornag yang sukses bagi keluarga dan bangsa,” ujar Robinson.
Aku hampir tidak bisa kuliah, tapi karena aku selalu bermimpi untuk bisa kuliah, selalu ada jalan. Aku sampai ke Amerika Serikat dimulai dari berani bermimpi
Masa depan Indonesia berada di tangan anak muda sebagai generasi penerus bangsa. Bekal untuk menjadi anak muda bangsa yang berkarakter dan unggul, salah satunya disiapkan lewat pendidikan tinggi. Namun, bagi banyak anak muda dari kalangan keluarga tidak mampu, kuliah begitu jauh dari mimpi.
Kenyataan bahwa anak-anak muda dari keluarga miskin tidak berani bermimpi untuk kuliah, membuat Robinson semakin semangat untuk mewujudkan gerakan sosialnya lewat Mimpi Besar. Meskipun masih terbatas, Robinson mulai membantu mahasiswa di perguruan tinggi ngeri yang kesulitan biaya kuliah.
“Sedih sekali perjuangan mahasiswa tidak mampu. Aku jadi bercermin dari pengalamanku. Makanya, yang sangat butuh bantuan aku dukung lewat crowdfunding supaya mereka tetap bisa menyelesaikan kuliah. Ada anak muda yang hampir tidak bisa wisuda karena kesulitan biaya untuk skripsi sampai bayar wisuda,” cerita Robinson.
Selama pandemi, Robinson menggelar acara virtual dengan menghadirkan mahasiswa-mahasiswa dari Indonesia yang sedang belajar ke luar negeri. Inspirasi dari mereka diharapkan bisa menyemangati generasi muda Indonesia untuk meraih ilmu tinggi mungkin.
Musikalisasi puisi
Rasa kepedulian terhadap bangsa juga bisa diwujudkan dengan cara yang berbeda. Rasa cinta akan lebih merasuk lebih dalam apabila diajarkan dengan cara-cara yang lembut. Kata-kata dalam puisi dipercaya bisa memantik semacam kesadaran batiniah, bagi kaum muda untuk lebih mencintai orang-orang di sekitarnya, termasuk kepada Tanah Air.
Hal itu terungkap dalam Diskusi Daring Musikalisasi Puisi Digital, 5-6 Agustus 2020, yang digelar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI. Pada hari pertama diskusi daring itu hadir sebagai pembicara penyair Oka Rusmini, pemusik Rara Sekar, pelantun puisi Reda Gaudiamo. Selanjutnya di hari kedua berbicara penyanyi Nyak Ina Raseuki dan Narpati Awangga.
Menurut Ayu Widari dari Kelompok Substansi Penghargaan Badan Pengembangan dan Pembianaan Bahasa, diskusi daring diselenggarakan untuk menyongsong penyelenggaraan Festival Musikalisasi Digital Tingkat Nasional 2020 yang akan diselenggarakan Oktober 2020 mendatang.
Oka Rusmini, yang sekaligus akan bertindak sebagai salah satu dewan juri mengatakan, puisi-puisi karya Cyntha Hariadi, Avianti Armand, Wing Kardjo, Sapardi Djoko Damono, dan Wayan “Jengki” Sunarta, mengatakan mengalirkan rasa cinta yang mendalam. “Puisi-puisi ini menanamkan rasa cinta, termasuk kepada Tanah Air,” kata Oka, Selasa (18/8/2020).
Apalagi nanti, tambahnya, ketika puisi-puisi itu telah digubah menjadi lagu, ia akan lebih mudah dihayati oleh kalangan muda. Oka Rusmini yakin, bahwa penyelenggaraan festival musikalisasi, secara tidak langsung akan turut membawa anak muda pada penghayatan yang lebih subtil pada Tanah Air.
Dalam diskusi daring, kata Ayu Widari, para guru pembimbing di seluruh sekolah terlibat langsung bersama para siswa yang nanti akan menjadi peserta festival musikalisasi. “Jumlahnya ratusan orang, karena setiap kelompok antara 3-6 orang, dan mereka wajib ikut diskusi selama 2 hari,” katanya.
Baca juga: Aksi Solidaritas Kaum Muda
Nyak Ina Raseuki menekankan, kecintaan terhadap Tanah Air bisa dipupuk dengan memberikan keleluasaan kepada para siswa menafsirkan puisi dengan musikalitas lokal. Indonesia, tambahnya, memiliki keragaman kultural dan kekayaan alat musik yang bisa dieksplorasi sebagai musik. “Kalau setiap daerah gunakan musikalitas lokal, betapa indahnya Indonesia,” kata Ubiet, panggilan Nyak Ina Raseuki.
Pada masa pandemi ini, kata Ubiet, kita memiliki beberapa kemudahan di antara banyak kesulitan. Diskusi dan festival bisa lebih banyak melibatkan siswa yang tersebar di berbagai pelosok Tanah Air dengan teknologi digital. “Artinya kan lebih banyak kita bisa gali kekayaan Indonesia,” katanya.
Penggalian kekayaan lokal itu, tambahnya, dibutuhkan untuk menanamkan rasa cinta kepada Tanah Air. “Dan puisi menjadi medium yang tepat untuk gagasan itu,” katanya. Ayu Widara menambahkan, diskusi dan festival musikalisasi puisi, bisa disebut sebagai medium untuk merapatkan barisan dalam menanamkan rasa cinta kepada Tanah Air.