Pendidikan Indonesia perlu menekankan nilai kearifan lokal di dalam kurikulum. Sayangnya, narasi ini belum terkonstruksi nyata dengan baik di sekolah-sekolah.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
Masalah intoleransi menjadi momok besar selama pertarungan politik berlangsung beberapa waktu lalu di Indonesia. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila pernah menyebutkan, intoleransi muncul karena masih ada masyarakat belum berpikir kemajemukan adalah aset bangsa.
Pemahaman sebagian masyarakat Indonesia tentang pentingnya toleransi dan kemajemukan belum terpupuk baik sejak dini. Oleh karena itu, pendidikan Indonesia perlu menekankan nilai kearifan lokal di dalam kurikulum. Sayangnya, narasi ini belum terkonstruksi nyata dengan baik di sekolah-sekolah.
Ketua Yayasan Darma Bakti Karya Ai Nurhidayat berupaya memberikan angin segar dalam dunia pendidikan Indonesia melalui SMK Bakti Karya Parigi di Pangandaran, Jawa Barat. Visi sekolah ini adalah menciptakan lulusan berkarakter berbasis pada budaya Indonesia.
“Orientasi sekolah kami agak berbeda dengan pendanaan yang melibatkan publik. Kami tidak hanya fokus pada pengetahuan, tetapi pengembangan karakter dan keterampilan,” kata Ai dalam diskusi webinar bertajuk Pendidikan Kunci Peradaban, Jakarta, Senin (1/6/2020).
Jumlah siswa di SMK Bakti Karya Parigi juga hanya sekitar 100 orang sehingga rasio guru berbanding siswa hanya satu banding lima orang. Guru lebih berperan sebagai fasilitator untuk membangun karakter siswa.
“Sekolah ini terintegrasi dengan masyarakat dimana siswa bisa belajar di rumah warga sekitar atau kebun sekolah. Selain itu, kami memiliki program ekologi, profesi, dan multikultural,” tuturnya.
Menurut Ai, sekolah itu melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kesadaran mengenai keberagaman Indonesia. Salah satunya adalah dengan mempertemukan siswa-siswa dari berbagai provinsi. Di situ, mereka berbagi cerita mengenai kehidupan dan budaya di kota masing-masing.
Ia melanjutkan, program seperti itu sangat penting untuk mendorong perdamaian di Indonesia. Untuk itu, sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia jangan sampai mengabaikan aspek lingkungan, sosial, dan budaya.
Peran pemuda
Mengingat reformasi sistem pendidikan Indonesia masih berjalan lambat, peran pemuda diperlukan untuk memacu perubahan ini. Meskipun kapasitasnya kecil, anak muda dapat berpartisipasi memperbaiki ketimpangan akses pendidikan di Indonesia.
Ai Nurhidayat sendiri adalah penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2019 yang diselenggarakan oleh Astra International. Ai dinilai berkontribusi dalam mengurangi etnosentrisme di Pangandaran melalui sekolahnya.
“Berharap orang bergerak itu terlalu lama, jadi saya bergerak langsung. Saya mendapat banyak tekanan, ada yang menganggap sekolah saya memprovokasi. Tetapi, upaya ini memang membutuhkan kreativitas, daya tahan, dan daya dorong,” tutur Ai.
Artis dan aktivis Tasya Kamila menambahkan, anak muda harus memiliki motif kuat yang bersifat personal apabila ingin berkontribusi kepada komunitas. Sumbangsih sekecil apapun akan bermanfaat, misalnya mengajar anak jalanan keterampilan bermusik atau bahasa asing.
Tasya sendiri, sebagai seorang artis, berusaha memanfaatkan platformnya untuk mengangkat isu-isu yang masih menjadi momok. “Selagi masih muda, salurkan energi positif karena kita memiliki kapasitas untuk berpikir kreatif dan menjadi inspirasi bagi sesama,” tuturnya.