Banyak mahasiswa turun langsung ke tengah masyarakat untuk membantu mencegah penyebaran virus korona. Mereka menjaga kampungnya untuk tetap bersih dan sehat.
Oleh
Soelastri Soekirno/Ester Lince Napitupulu
·5 menit baca
Tak hanya kuliah dari rumah, mahasiswa juga ikut memerangi virus korona. Ada yang ikut menjaga pintu masuk kampungnya atau menyemprotkan cairan disinfektan ke masjid dan rumah warga di RT-RW-nya. Ada pula yang menggalang dana untuk membeli masker dan hand sanitizer, lalu membaginya kepada pedagang di pasar tradisional sambil mengedukasi mereka, serta menyumbang alat pelindung diri (APD) ke puskemas. Intinya, mereka mengajak warga untuk serempak mengalahkan pandemi korona.
Di rumahnya, RT 002 RW 003 Kampung Kenteng, Kelurahan Kejiwan, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Muhammad Raihan Aditama, mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, menjadi petugas Posko Satgas Covid-19 RW 003. Tugasnya, menjaga pintu masuk dan keluar kampung. Ia harus mengamati apakah yang datang dan pergi warga kampung sendiri atau orang luar.
”Kalau mereka bertamu, kami harus mencatat identitasnya. Saat mereka pulang, kami harus mencatat jam berapa,” ujar Raihan. Tujuan pencatatan adalah untuk memudahkan melacak pergerakan orang itu jika nanti dia atau warga yang didatangi terinfeksi virus korona. Tak hanya itu, petugas juga harus menyemprot kendaraan mereka dengan cairan disinfektan serta memeriksa suhu tubuh mereka. ”Setelah itu, kami meminta baik warga maupun tamu untuk mencuci tangan mereka memakai sabun,” ujar Raihan.
Keterlibatan anak muda sebagai petugas posko atas permintaan Ketua Satgas Posko Covid-19 RW 003. Ada tujuh pelajar terpilih, selain orang yang sudah dewasa. Pendirian posko itu merupakan upaya untuk mencegah penyebaran virus korona di kampungnya. Maklumlah, di Kabupaten Wonosobo saat ini ada 37 orang positif terinfeksi virus korona.
Raihan yang pulang kampung pada Maret 2020 lalu itu senang bisa ikut menjaga kampungnya. ”Saya mendapat pengalaman baru saat bertugas, walau agak ngeri karena kami tak memakai alat pelindung diri (APD), hanya bercelana panjang dan atasan lengan panjang,” katanya sambil tertawa.
Dari menjadi petugas posko, ia tahu bahwa kesadaran warga untuk menjaga kebersihan masih kurang. ”Kadang-kadang saya agak kesal kalau ada warga tak mau mencuci tangan walau semua sudah kami sediakan. Sudah diberi pengertian, tetap ngotot enggak mau,” lanjutnya.
Tetap waspada
Sejumlah mahasiswa asal Klaten, Jawa Tengah, yang kuliah di beberapa perguruan tinggi membuat gerakan peduli, mulai dari edukasi dengan pembagian masker dan hand sanitizer bagi pekerja informal hingga sumbangan APD ke RS atau puskesmas.
Thoriq Kamaludin Jamil, mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Solo, bersama teman SMA-nya menggagas gerakan Klaten Tetap Waspada. Fokusnya untuk pencegahan dengan memberi edukasi bahaya virus korona secara daring di media sosial dan kepada masyarakat.
”Kami menemui pedagang pasar, tukang parkir, tukang becak, di stasiun. Pokoknya masyarakat kecil. Kami bagikan masker di 22 pasar dan hand sanitizer sambil mengajari mereka melindungi diri dari virus korona,” kata Thoriq tentang kegiatan yang ia dan kawan-kawanya lakukan tiap hari Minggu.
Dari posko, mereka beriringan naik sepeda motor, lalu menyebar saat membagi alat pencegahan virus korona kepada masyarakat. Tentu saja mereka tetap waspada dengan mematuhi protokol kesehatan saat mendistribusikan bantuan. ”Intinya, kami mau bangun kesadaran semua pihak, termasuk masyarakat, supaya Klaten ini waspada,” katanya lagi.
Inisiasi untuk menjaga kampung halaman datang dari sejumlah teman sekelas waktu SMA dan kenalan lain. Mereka yang terdiri atas mahasiswa—ada yang kuliah di UNS, UGM, bahkan ada yang bekerja—bersepakat mencari kesamaan sebagai bagian dari masyarakat Klaten.
”Kami juga menggandeng mahasiswa se-Klaten, kami ajak gotong royong. Berawal dari isu pencegahan, sekarang berkembang ke pembagian APD karena banyak yang membutuhkan,” lanjut Thoriq.
Mulai pekan lalu, sumbangan APD fokus menyediakan baju hazmat bagi puskesmas di daerah zona merah. Meskipun tak mudah mendapatkan baju hazmat, anak-anak muda tersebut berjuang untuk mendapatkannya bagi petugas medis di kampung halaman mereka.
Sementara itu, Muchlas Adi Nugraha, mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro, Semarang, yang juga asal Klaten, mengetuk kepedulian almuni SMAN 1 Klaten terhadap pandemi Covid-19. Ajakan itu didasari keprihatinan mendengar informasi bahwa RS dan puskesmas di Klaten kekurangan APD bagi tenaga medis.
”Beberapa teman penggerak adalah mahasiswa kedokteran. Jadi, ada channel untuk bisa mendapatkan APD yang dibutuhkan, mulai dari Bandung, Yogyakarta, hingga Klaten,” ujar Muchlas.
Ajakan kepedulain lewat grup WA langsung bersambut. Penggalangan donasi dari alumni yang pekan lalu mencapai sekitar Rp 40 juta dibelikan baju hazmat, handscoon, pelindung wajah, dan masker medis. ”Saya memulai dengan menggerakkan teman seangkatan di SMA tahun 2016. Ternyata mereka menyambut. Gerakan bisa meluas ke alumni lain yang sudah mapan,” ujar Muchlas.
Penyemprotan disinfektan
Di Jakarta, Dwi Kurnia Ramadhan, mahasiswa Ilmu Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah, bersama sesama anggota GP Ansor dan pengurus NU Jakarta Barat sejak pertengahan Maret hingga April 2020 aktif menyemprotkan disinfektan ke rumah warga di Kelurahan Sukabumi Selatan Jakarta Barat. Menurut pemuda yang biasa dipanggil Rama itu, gerakan bersih-bersih kampung tersebut berawal dari inisiatifnya minta saran ke pengurus NU, apa yang bisa dia lakukan untuk melindungi warga di kelurahannya dari wabah korona.
”Saya ikuti saran mereka. Bersama teman sesama anggota Ansor, kami mengumpulkan dana pribadi untuk membeli alat penyemprot, cairan disinfektan, dan belajar menyemprotnya,” tutur Rama. Awalnya hanya tempat ibadah saja yang mereka semprot. Belakangan, warga minta agar rumah mereka ikut disemprot. ”Senang, bisa membantu warga,” lanjutnya.
Gerakan Rama dan kawannya berkembang ke menjahit sendiri masker dari kain dan membeli hand sanitizer. Dua benda itu mereka bagikan kepada pedagang kaki lima di jalan dan pasar sambil mengedukasi mereka tentang bahaya virus korona dan pencegahannya agar tak tertular.