Jejak Retro di Antara Alunan Jazz
Di antara alunan musik Festival Java Jazz, ada nuansa restro pada pakaian yang dikenakan kaum milenial. Mereka merayakan musik sekaligus mode dari era yang lalu.
Pakaian? Oke. Sepatu? Oke. Kamera, ready, action! Dengan percaya diri, Eka Susanti (27) menjejakkan kakinya ke dalam kawasan JIExpo untuk menonton acara Jakarta International BNI Java Jazz Festival (JJF) 2020 di Jakarta, Jumat (28/2/2020).
Penampilan Eka terlihat mencolok di antara temaram lampu-lampu festival. Ia mengenakan jilbab hitam, baju kaus lengan panjang bergaris hitam putih, celana jeans biru dengan potongan cutbray, dan sepatu boots putih.
Kesan retro memancar kuat dari celana jeans-nya, yang memiliki variasi potongan lurus di bagian tengah kaki celana. Celana jeans cutbray merupakan jenis pakaian yang terkenal sejak tahun 1960-an hingga awal 2000-an. Eka juga melengkapi penampilannya dengan ikat pinggang hitam kulit yang lebar.
”Konsep outfit saya hari ini adalah santai, tetapi edgy. Saya ingin pakaian yang tidak ribet mengingat Java Jazz adalah festival musik, saya ingin berjoget. Namun, saya juga tetap ingin stylish,” kata Eka yang tinggal di Puri, Jakarta Barat.
Baca juga: Spirit di Tengah Epidemi
Eka mengakui, dirinya kerap mengenakan baju-baju berkonsep retro atau vintage dalam acara-acara khusus. Untuk pakaian sehari-hari, dia lebih memilih menggunakan baju kasual.
”Saya suka dengan baju seperti itu karena walaupun gaya tempo dulu, tetap relevan dipakai sekarang. Untuk inspirasi, saya suka browsing pakaian-pakaian di internet, seperti kostum yang dikenakan orang-orang ke Coachella (festival musik di Amerika Serikat), akun Instagram para selebgram seperti Dindra Nashriyah, atau ke mal,” katanya.
Pada umumnya, kebanyakan penonton JJF datang mengenakan pakaian kasual, seperti kaus, blus, celana pendek, dan celana panjang pensil. Ada juga yang mengenakan summer dress atau gaun musim panas dengan sepatu kets.
Di tengah kerumunan itu, Eka adalah segelintir dari penonton JJF yang berusaha tampil beda dengan gaya mencolok dari masa lalu. Jejak retro tampaknya juga terlihat dari pakaian yang dikenakan Andrea Nurizza (19) dari Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Andrea, yang datang bersama kakaknya, Jasmin Alya (21), tampil berbeda dengan baju turtleneck lengan panjang berwarna hitam, biru, dan putih. Baju yang bermotif abstrak itu disisipkan ke dalam celana kain hitam potongan lurus dengan aksen rumbai. Ia juga memakai sepatu Vans hitam.
”Gaya saya biasanya terinspirasi dari pakaian tahun 1970-an. Tetapi, yang ini terinspirasi dari Monica dalam serial televisi Friends dari AS. Saya sengaja pakai outfit ini karena acara Java Jazz itu konsepnya funky dan baju ini desainnya funky,” kata Andrea.
Penampilan Andrea semakin tampak unik karena ada detail-detail pemanis. Andrea mengenakan anting perak panjang di sela-sela rambut bobnya. Ia juga memakai banyak cincin di jari.
Andrea dan Jasmin memang menyukai gaya-gaya retro dan vintage sejak dulu. ”Kami lihat foto-foto lama Mama. Mama cuma pakai baju biasa aja, tetapi kelihatan cantik banget. Kami juga suka lihat inspirasi dari serial televisi That ’70s Show dan Friends,” ujar Andrea.
Menurut Andrea, baju-baju pada zaman itu memiliki lebih banyak pola dan warna, mulai dari pucat hingga cerah. Pilihan yang bervariasi itu jelas lebih menarik ketimbang baju-baju yang tersedia pada saat ini yang lebih polos dan didominasi warna tertentu.
Semua kalangan
Tampaknya gaya retro tidak hanya berlaku pada kaum perempuan semata, tetapi juga kepada semua kalangan. Jerome Gabe (14), pemusik muda dari Bali, juga menyukai gaya zaman dulu.
Ketika menghadiri Java Jazz Festival, Jerome yang masih remaja ini tampil modis dengan topi bucket, kemeja garis-garis hijau dan putih, kaus putih polos, celana jeans boyfriend biru, dan sepatu Vans hitam putih.
Menariknya, Jerome mengenakan kaus kaki dengan warna yang berbeda. Kaki kirinya mengenakan kaus kaki biru muda dan kaki kanannya mengenakan kaus kaki hitam. Tidak lupa, gaya unik Jerome dilengkapi dengan kamera analog bermerek Akica. Ia juga menenteng goodie bag abu-abu.
Kesan retro muncul dari pakaian Jerome karena dia menyisipkan kemeja dan bajunya ke dalam celana jeans berpinggang tinggi itu. Itu membuat ikat pinggang hitamnya yang lebar menjadi menonjol. Seluruh pakaiannya juga berwarna cerah yang melambangkan keceriaan tren pakaian era 1990-an.
”Ini gaya 1990’s banget, aku suka banget gaya ini dan berusaha bergaya lebih retro. Kenapa aku suka retro? Pertama murah, dan aku pada dasarnya suka tampil beda. Dalam musik juga begitu, aku suka jazz, sementara orang lain lebih suka pop,” ujar Jerome yang pandai bermain piano.
Jerome mengatakan, dirinya suka berpakaian retro dalam kesehariannya, kecuali ketika bersekolah. Inspirasi-inspirasinya kebanyakan diambil dari media sosial Pinterest.
Ahli generasi, Alexis Abramson, mengatakan, kecenderungan bagi generasi milenial untuk kembali mengonsumsi tren produk masa lalu muncul karena adanya memori rasa nyaman terkait pengalaman itu. ”Ketika kita merasakan kembali dan mengingat ulang idola remaja favorit, acara televisi, atau pakaian, kita biasanya mengaitkannya dengan pengalaman positif,” katanya, dikutip dari artikel ”Why Nostalgic Fashion Holds a Deeper Meaning for Millennials” di Sourcing Journal.
Abramson melanjutkan, kaum milenial lebih mudah mengakses memori itu lebih mudah karena adanya akses internet dan media sosial. Mereka kerap terpapar unggahan mengenai tren masa lalu. Akibatnya, mereka ingin merasakan kembali perasaan positif itu berulang kali, salah satunya dengan menggunakan produk-produk yang pernah tren di masa lalu.