Anak-anak Muda yang Mendulang Uang lewat ”E-sport”
E-sport begitu menarik bagi anak muda di banyak belahan dunia. Mereka bisa menyalurkan hobinya sekaligus meniti karier sebagai atlet e-sport yang bayarannya besar.
Profesi atlet e-sport kini jadi idaman banyak anak muda di banyak negara. Maklum, olahraga baru ini menyediakan jalan tol menjadi kaya di usia muda. Kalau juara di sebuah kompetisi, hadiahnya bisa sekitar Rp 100 juta.
Bukan cuma hadiah, atlet e-sport yang main di berbagai klub di negara-negara ASEAN mendapat gaji mulai Rp 15 juta-Rp 23 juta. Itu belum termasuk bonus setiap memenangi pertandingan. Gaji segitu ternyata masih kecil dibandingkan kalau mereka main di liga e-sport di Eropa. Jumlah gaji bulanannya bisa dua kali lipat gaji atlet e-sport di ASEAN.
Wow... tapi itu masih belum selesai, loh. Gaji para atlet e-sport yang mendapat kontrak bermain di liga tadi bakal utuh karena saat berkompetisi di liga luar negeri, mereka tinggal duduk manis. Pihak klub membelikan tiket pulang-pergi dari negara asal ke tujuan, plus menyediakan hotel berbintang.
Di luar itu, para atlet e-sport bisa mendapat kontrak memakai jersey (kaus) bertulisan nama sponsor. Nilai kontrak jersey bisa mencapai Rp 30 juta per bulan. Alamak, dimanja sekali ya mereka.
Pendapatan besar itu antara lain diraih oleh Rizky Faidan (17), atlet e-sport sepak bola (PES/Pro-Evolution Soccer) asal Bandung, Jawa Barat. Pelajar kelas 12 SMAN 16 Bandung tersebut berjaya di kompetisi gim dunia. Tahun 2019, ia juara PES League di tingkat Asia dan semifinalis 3 vs 3 di ajang PES League 2019 World Final di London, Inggris, pada Juni 2019. Pada tahun yang sama, ia menjadi juara kedua PES League perorangan tingkat dunia di Perancis.
Ada pula Mohamad Norhaikal bin Mohamad Noh (22), atlet asal Malaysia di jenis gim PES. Ia juga memiliki pendapatan lumayan. Tahun lalu ia dikontrak klub di Thailand selama dua musim (delapan bulan). Gajinya Rp 15 juta per bulan, belum termasuk bonus. Selain itu, ia sering mendulang uang dari berbagai kejuaraan di Malaysia dan negara lain.
Nguyen Tuan Anh (25), yang punya nick name Tabi, dari Vietnam juga lumayan tajir. Pemuda yang mulai bermain gim sejak enam tahun lalu kemudian terjun menjadi atlet profesional e-sport itu, Sabtu (1/2/2020), menjadi juara lomba gim eFootball Pro-Evolution Soccer dalam Piala Presiden E-sport 2020. Dari kompetisi itu, ia mendapat hadiah uang Rp 100 juta.
Di luar hadiah tersebut, sebagai pemain profesional yang sudah didukung sponsor, ia mendapat penghasilan sekitar Rp 30 juta per bulan dari perusahaan yang memasang namanya di jersey yang dipakainya. Rencananya, ia akan bergabung dengan tim Thailand selama empat bulan.
Satu lagi atlet yang mendapat rezeki besar adalah Eka Putra Johan (25). Ia dikenal dalam gim Free Fire (pertarungan) dengan nick name Opa. Atlet asal Nunukan, Kalimantan Utara, itu rajin ikut kompetisi sejak sekitar tahun 2018 dan menang di berbagai kejuaraan tingkat nasional. Pemuda bertubuh jangkung itu di Piala Presiden e-sport bermain dalam tim Big Akar. Meski kali ini tak menjadi juara, dari berbagai kompetisi yang ia ikuti, setidaknya ia sudah mengumpulkan uang Rp 200 juta.
Dalam perhelatan Piala Presiden E-sport 2020 di ICE BSD City pada 1-2 Februari 2020, atlet-atlet usia muda itu sesekali lalu lalang berjalan-jalan di taman jajan. Saat mendekati waktu bertanding, mereka sudah harus berada di tempat khusus untuk persiapan konsentrasi guna memenangkan pertandingan.
Begitu usai berkompetisi di babak Grand Final Piala Presiden E-sport 2020, mereka memilih berjalan-jalan ke mal di dekat tempat mereka menginap, Hotel Santika BSD City. ”Oh, saya lagi di luar. Belum pulang lagi,” kata Mohamad Norhaikal saat Kompas meminta waktu untuk wawancara.
Dari hobi
Hampir semua atlet e-sport mengawali profesinya dari hobi bermain gim sejak kecil. Rizky Faidan (17), sang atlet e-sport PES, sudah bermain Playstation sejak usia 4 tahun. Sebenarnya almarhum ayahnya membelikan banyak jenis gim untuk mesin Playstation itu, tetapi Faidan paling suka gim sepak bola. ”Mungkin karena saya senang main bola, he-he-he,” ujar pelajar SMAN 16 Bandung tersebut, Minggu (2/2/2020).
Ketekunannya bermain gim dan berlatih 3-4 jam per hari membuatnya sering sukses di kompetisi berbagai tingkat baik nasional, Asia ataupun dunia. Saat ini anak bungsu dari lima bersaudara tersebut sudah dikontrak sebuah klub di liga PES Thailand dengan gaji kotor Rp 23 juta per bulan.
Setiap akhir pekan, ia harus terbang ke Bangkok untuk bertanding mewakili klubnya. ”Kadang-kadang saya sendiri, kadang-kadang sama Mas Oka,” ujar Faidan. Oka adalah manajer Faidan.
Meski tak menyebut besar pendapatan dari profesinya sebagai atlet e-sport, Faidan mengaku punya pendapatan besar membuatnya untuk sementara tak ingin kuliah setelah lulus SMA. ”Saya fokus ke sini dulu. Kalau bisa pengin mendapat kontrak di klub e-sport di Eropa. Tempo hari ada tawaran bermain di sana, tetapi saya masih sekolah. Sebentar lagi, kan, sudah lulus, he-he-he,” kata atlet yang hobi main futsal ini.
Selain dari gaji bulanan, Faidan mengaku menerima pendapatan besar dari kemenangannya di tiap kompetisi baik di dalam maupun luar negeri. ”Lumayan, ada tabungan,” katanya malu-malu saat ditanya berapa besar tabungannya.
Mohamad Norhaikal sejak kecil juga sudah senang bermain gim itu. ”Sejak kecil sudah main gim, tetapi tamat sekolah baru saya fokus main gim sampai berjaya. Pada awalnya, orangtua marah (melihat Haikal main gim berjam-jam), tetapi saya sudah buktikan yang main sekarang buat masa berjaya,” kata pemegang ijazah Diploma In Resources Planning dari DRB Hicom University, Malaysia, ini.
Ia sekarang fokus menjadi atlet sampai puas bertanding lalu akan menjadi coach atlet e-sport dan pengusaha berkait dengan e-sport.
Susah sinyal
Eka, atlet asal Nunukan, juga mulai suka bermain gim saat masih remaja. Ia terkendala oleh sulitnya mendapat sinyal di tempat tinggalnya yang berada di tengah Pulau Kalimantan. ”Saya harus berpindah-pindah tempat untuk mencari sinyal yang bagus,” ujar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Atma Jaya Makassar yang sedang cuti kuliah demi menjadi atlet.
Di Piala Presiden E-sport 2020, Eka membentuk tim Big Akar untuk bertarung di nomor Free Fire. Lucunya, anggota tim dari lain kota, seperti Makassar, Lampung, dan Bontang. ”Latihan diadakan secara online dan kami berkomunikasi lewat WhatsApp,” katanya. Pekerjaan menjadi atlet e-sport ia lakoni selain karena senang bermain gim, juga agar bisa membawa nama Indonesia ke forum internasional.
Kecintaan pada permainan gim juga yang membuat atlet asal Filipina, Robbis Michael Nicdao Bartulaba (20), memutuskan tak lagi meneruskan kuliahnya di Manila . ”Sebagai pemain e-sport, Anda harus mengorbankan beberapa hal dalam hidup untuk mencapai sesuatu,” kata Robbis yang biasa dipanggil Robbie dan nick name Morgana.
Anak muda yang bergabung di tim Pak Royal Army itu sudah dua tahun menjadi pemain gim Free Fire dan rajin ikut lomba di Filipina dan luar negeri. Ia pernah mendapat medali perak di sebuah kejuaraan di Singapura dan Malaysia.
Robbie menyatakan setelah Piala Presiden 2020, dirinya dan tim benar-benar mendapat banyak pengakuan tidak hanya di negaranya sendiri, tetapi juga dari protim dan penggemar lainnya. ”Kami dapat menunjukkan dapat bersaing dan bertarung bahkan mengalahkan salah satu tim terbaik Indonesia,” kata Robbie yang haus kompetisi. (LUK/*)