Arena pertunjukan berkapasitas 180 orang itu ramai, tapi tak padat. Band Kabar Burung melantunkan musik pop puitik, dengan balutan harmonisasi vokal yang meninggalkan kesan hangat.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·4 menit baca
Kabar Burung yang ini bukanlah kabar sumir, melainkan kelompok tujuh orang yang memainkan musik pop. Mereka mengeluarkan format cakram padat album perdana berjudul Pesan lewat pertunjukan kecil di Auditorium IFI, Jakarta Pusat, Sabtu (21/12/2019). Lewat album fisik itu, keberadaan mereka tak lagi sebatas ”kabar burung”, tetapi telah mewujud.
Kolektif yang terbentuk di daerah Rawamangun, Jakarta Timur, ini mengelola pertunjukan itu dengan sokongan dari Institut Francais d’Indonesie (IFI) dan Demajors. IFI menyediakan tempat pertunjukan, sedangkan Demajors adalah label yang memproduksi dan mengedarkan CD mereka.
Kabar pertunjukan ini mereka unggah pertama kali di kanal media sosial sejak awal Desember. Harga tiketnya tak bisa dibilang murah, yaitu Rp 100.000 per orang. Keberanian mematok harga segitu berbuah baik. Sepekan sebelum hari-H, sebanyak 100 karcis ludes terjual.
Arena pertunjukan berkapasitas 180 orang itu ramai, tapi tak padat. Mungkin ada beberapa tamu undangan yang berhalangan hadir. Bisa jadi mereka merugi karena melewatkan perkenalan utuh dengan band ini.
Pertunjukan dibuka pukul 19.15. Duo folk asal Bekasi, Rangkai, memberi pemanasan. Mereka mengusung lagu-lagu bertema spiritual dengan alat musik gambang dan gitar. Gambang dimainkan lirih melengkapi melodi dan ritme dari gitar. Bima, salah satu anggotanya, berujar, mereka baru dua kali manggung dan bertekad menggratiskan bayaran panggung mereka sampai 100 pentas.
Kabar Burung, yang punya acara, baru naik panggung sekitar pukul 20.00 setelah pemutaran video lagu ”Pesan” yang berdurasi tak sampai 2 menit. Tujuh anggotanya muncul dengan pakaian yang terbilang rapi, berpantalon dan kemeja. Hanya vokalisnya, Kibar M Pembela, yang berkaus, tapi berlengan panjang. Sepatu-sepatu kets mereka masih pada bersih; baru-baru semua.
Mereka langsung memainkan lagu ”Telepon”. Sepertinya ini adalah lagu yang tepat untuk berkenalan dengan mereka. Kata-kata dalam liriknya dipilih dengan cermat. Bait pertamanya begini, ”Udara pagi sungguh bersahaja, ketika celsius masih malu-malu, pada angka yang tak terlalu.”
Vokal Kibar mengalun jernih. Dia memang vokalis utamanya. Tapi dia tak sendiri. Seluruh anggota, Nalendra Yusa Faidil (gitar), Juan Alberto (gitar), Cakra Gumilang (bas), Ryan Rizki Ramanda (drum), Danang Estu (kibor), dan Fachri Fajarudin (biola), turut bersenandung dalam nada yang dicacah layaknya paduan suara.
Harmonisasi vokal ini merdu didengar, seperti yang pernah ditenarkan grup asal AS, The Beach Boys, pada tahun 1960-an. Pola band dengan harmonisasi vokal semacam ini selalu meninggalkan kesan hangat, apa pun tema lagunya, mau itu jatuh cinta, atau patah hati. Grup vokal Pahama dari Bandung pernah mengusung pola ini pada dekade 1970-an.
Begitulah cita rasa yang ditawarkan Kabar Burung. Lagu-lagu berikutnya, ”Cemas”, ”Kamu Rahasia”, dan ”Tak Ada Kata”, mengukuhkan citra itu. Ada kesan romantisisme di sana-sini. ”Bangunan” musik itu melengkapi lagu-lagu bertema percintaan.
”Lagu ’Cemas’ adalah salah satu lagu dari periode awal, masih saya dengan Yusa,” kata Kibar. Dia menulis liriknya dan Yusa meracik musiknya. Kala itu, mereka masih sama-sama kuliah di Universitas Negeri Jakarta, Kampus Rawamangun. Kibar jurusan sastra, sedangkan Yusa musik. Kebutuhan musikalitas membuat formasi menjadi bengkak dengan tambahan teman-teman sekampus.
”Kami kerja kelompok, kok, walaupun beda jurusan,” seloroh Yusa, yang berusaha meyakinkan orangtua bahwa mereka benar-benar kuliah, tak cuma main band. Pertemuan itu terjadi sekitar tahun 2012. Namun, nama Kabar Burung baru ditetapkan pada 2017 ketika lagu ”Telepon” hendak dimasukkan ke album kompilasi Samping Jakarta.
Album kompilasi itu besutan Kedubes Bekasi, sebuah kolektif budaya populer di Bekasi, tentu saja. Kawan-kawan dari Kedubes Bekasi inilah yang turut hadir di acara malam itu. Mereka tak hanya menonton, tetapi menimpali dengan celetukan-celetukan dari ucapan Kibar dan Yusa. Ini mencairkan suasana pertunjukan.
Dua sesi
Pertunjukan ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, yang terasa singkat, berisi empat lagu. Di masa jeda, penonton keluar arena dan berkerumun di selasar ketika hujan deras turun. Ada kopi dan teh hangat sebagai pengiring kudapan biskuit dan brownies.
Bukan kebetulan, mereka memainkan lagu berjudul ”Hujan” di sesi kedua dengan pakaian yang lebih rapi: berjas. Lagu itu bercerita tentang kerinduan yang menguar saat hujan turun. Lagi-lagi, harmonisasi vokal membuat lagu pilu itu terasa hangat. Apalagi, aransemen musiknya ditambah dua instrumen tiup dan satu selo.
Mereka memainkan sembilan lagu, sesuai dengan jumlah lagu di album Pesan, yang format digitalnya beredar sejak Maret silam. Sebagian besar penonton telah akrab dengan lagu-lagu mereka. Penonton ikutan bernyanyi tanpa diminta.
Setelah lagu kesembilan, ”Bersua Denganmu”, penonton minta lagi. Mereka siap. Rupanya ada satu komposisi yang sering mereka bawakan, tapi tidak termaktub di dalam album. Mereka lantas membawakan lagu ”Telah Satu” yang merupakan musikalisasi puisi dari WS Rendra.
Penonton juga akrab dengan lagu ini. Mereka bernyanyi pada bagian refrein, ”Engkau adalah peniti yang telah disematkan, aku adalah kapal yang telah berlabuh dan ditambatkan.”
Larik itu mengiringi langkah penonton dalam perjalanan pulang menyusuri aspal basah Jakarta yang masih tertitik rintik gerimis. Ah, menonton pertunjukan Kabar Burung bisa mengakibatkan puitik mendadak.