Lima panggung yang ada di festival musik Soundrenaline 2018 bergantian menyemburkan aneka rupa genre musik sepanjang Sabtu (8/9/2018) hingga Minggu dini hari di Garuda Wisnu Kencana Cultural Park, Badung, Bali. Keriaan ini masih akan berlanjut hingga malam ini dengan Limp Bizkit dari AS sebagai band yang paling dinanti.
Band Sheila on 7 mengharu biru puluhan ribu orang di pengujung malam. Empat sekawan dari Yogyakarta ini naik panggung utama, atau A Stage, tepat pukul 00.00. Mereka membuka penampilan primanya dengan lagu lawas ”Pejantan Tangguh” dan ”Seberapa Pantas”.
Mereka mengusung 11 lagu—dua di antaranya medley—selama 1 jam. Nyaris seluruh pengunjung Soundrenaline tumpah ruah di arena panggung. Ruang antarpenonton terasa sesak. Sheila on 7 membuka dan menutup set mereka dengan lagu lawas, dan sesi tengahnya dengan lagu baru termasuk ”Film Favorit”.
Lagu lama, seperti ”Kita”, dan dua yang diuntai ”Dan” dan ”Itu Aku” tetap terdengar segar. Duta dan kawan-kawan seolah tak mau menyajikan nostalgia belaka. Lagu-lagu itu dikemas dengan nuansa baru dengan menyisipkan bebunyian sintetis dan ketukan elektronik. Suasananya nyaris seperti berada di diskotik dengan lagu yang begitu akrab. Ini menyenangkan.
Saking asyiknya, Sheila on 7 memberi bonus kepada penonton. Mereka menutup dengan lagu ”JAP” dari album perdana mereka pada tahun 1999. Sejatinya, penampilan itu ditutup dengan medley ”Dan/Itu Aku”. Duta berujar, lagu tambahan itu merupakan bentuk terima kasih kepada penggemarnya yang selalu menanti penampilan mereka kapan pun, termasuk rela bertahan hingga tengah malam di arena itu.
Begitu musik dan lampu dari panggung utama mati, penonton beringsut dengan senyum di wajah mereka. Sebagian keluar arena, sebagian lagi ”turun bukit” ke Platinum Stage. Ada disc jockey Dipha Barus yang siap menyambung malam itu dengan lagu disko di sana.
Sementara di sudut lainnya, di Camp Stage, duo Sunmantra, membesut musik elektronik mereka. Kerumunan massa terpecah, tetapi sebagian besar memilih keluar arena atau ke panggung Dipha Barus. Sebab, penampilan di Camp Stage untuk kalangan terbatas dengan tanda identitas khusus.
Kolaborasi menawan
Sebelumnya, band akustik asal Bali, Dialog Dini Hari (DDH), menyuguhkan kolaborasi menawan dengan band rock Scaller di Slim Refine Stage. Kolaborasi ini cukup mengejutkan. Kedua unit ini belum pernah meracik musik bersama, dan tak banyak informasi beredar mengenai hal tersebut.
Maka, tak heran, kerja sama dua kubu ini memantik rasa penasaran penonton. Pintu masuk arena amfiteater itu terpaksa harus ditutup sesaat sebelum mereka tampil pukul 18.30. Sebab di dalam arena yang kapasitasnya terbatas itu sudah penuh, sementara antrean masih panjang.
DDH dan Scaller membawakan delapan lagu. Empat lagu milik DDH dan empat lainnya milik Scaller yang dibawakan berselang-seling. Pembukanya adalah tembang ”Flair” dari Scaller, disusul ”Nyanyian Langit” yang khidmat milik DDH.
”Kami ini dianggap seperti anak hutan, atau anak kebun, yang tiba-tiba harus bertemu dengan anak teknik,” kata Dadang, vokalis DDH. Gurauan itu disambung Stella, vokalis Scaller. ”Ibaratnya seperti kolaborasi anak IPB (kampus pertanian) dengan anak STM, ya.” Penonton tertawa.
Musik bernuansa folk dari DDH seperti tidak canggung bertemu dengan bebunyian sintetis dari Scaller. Ada dimensi bunyi baru yang tercipta dari pertemuan mereka ini. Permainan dua drumer bisa saling mengisi, tanpa menimbulkan kesan bising belaka. Nuansa itu terasa betul di dua lagu penutup ”The Youth” dan ”Oksigen”.
Kolaborasi seperti ini terasa pantas diteruskan di pentas lain. Namun, mereka sepertinya masih enggan membocorkan kelangsungannya. ”(Kolaborasi) dengan Scaller ini baru mulai. Jadi, mungkin nanti malam setelah main, kami akan pikirkan lagi (kelanjutannya),” kata Dadang pada sore hari sebelum berpentas.
Jika Scaller dan DDH merajut kerja sama di area musik, ada kolaborasi lainnya yang lintas dimensi. Band heavy metal Seringai bekerja sama dengan seniman visual Ahmad Muarif, Anggareza, dan Arian, sang vokalis, dalam menampilkan gambar di layar panggung Platinum. Gambar-gambar itu merunut cerita lirik mereka.
Seringai membawakan 11 lagu, 3 di antaranya dari album anyar Seperti Api, yaitu ”Adrenalin Merusuh”, ”Selamanya”, dan ”Persetan”. ”Tahun depan adalah tahun politik. Jangan sampai terseret perpecahan. Ini lagu buat mereka, ’Persetan’,” kata Arian mengenalkan lagu itu.
Penampilan mereka dinantikan lantaran baru saja melepas album baru. Kociw, penonton dari Bandung, sampai ikutan ber-slamdancing di arena, padahal usianya hampir berkepala empat. ”Ah udah lupa kapan terakhir pogo (berlari berputaran di arena panggung), lama banget-lah. Ini karena album baru Seringai asyik pisan,” katanya.
Keasyikan itu sepertinya bakal terulang hari ini. Penggemar musik cadas bakal bertemu dengan Burgerkill dari Bandung yang main di panggung utama. Seperti Seringai, Burgerkill juga baru saja melepas album anyar Adamantine pada Agustus lalu.
Penampilan paling ditunggu bisa jadi adalah band hip-metal dari AS, Limp Bizkit, yang bakal main tengah malam nanti. Bagi yang mau berdansa menggoyangkan kaki ada band ska Shaggydog dan Sentimental Moods. Namun, kakinya siapkan juga untuk menelusuri arena yang luas dan seratusan anak tangga. Itu bikin pegal juga. (HEI)