Tim Ekspedisi Sesar Baribis Susuri Tanah Bergerak di Purwakarta
Desa Panyindangan dan Desa Pasanggrahan di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, termasuk wilayah rawan tanah bergerak.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Tim ekspedisi Sesar Baribis memulai perjalanan menyingkap sejarah, cerita, pengetahuan lokal warga, dan menilai ketangguhan bencana dari Desa Panyindangan, Kecamatan Sukatani, dan Desa Pasanggrahan, Kecamatan Tegalwaru di Kabupaten Purwakarta. Kedua desa di Jawa Barat ini termasuk wilayah rawan tanah bergerak.
Sesar Baribis merupakan salah satu zona sesar mayor di Jawa bagian barat yang mengikuti pola pulaunya. Sesar ini membentang dari timur ke barat dengan jalur terbagi dari beberapa segmen, seperti Sungai Cipanas, Ciremai, selatan Jakarta, dan sisi timur Bekasi-Purwakarta (Kompas, 26 April 2024).
Tim ekspedisi melibatkan warga setempat, ahli geologi, antropologi, sosiologi, arkeologi, arsitek, praktisi kebencanaan, dan tim dokumentasi perjalanan ataupun temuan lapangan. Selain kedua desa di atas, tim akan menyusuri Indramayu, Cirebon, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Subang, Karawang, Bogor, dan Jakarta hingga 24 Mei nanti.
Tim ekspedisi yang terbagi dalam dua tim ini tiba di Desa Panyindangan dan Desa Pasanggrahan, Senin (13/5/2024) siang. Masing-masing berjarak 23 kilometer dan 25 kilometer dari pusat kota Purwakarta. Rutenya berupa tanjakan dan turunan curam membelah perbukitan. Kedua desa ini juga dekat dengan Waduk Jatiluhur.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Purwakarta melaporkan, fenomena tanah bergerak di Desa Panyindangan terjadi secara bertahap sejak awal April 2024. Kejadian ini menyebabkan 18 rumah rusak ringan, 11 rumah rusak sedang, 21 rumah berat, 6 tempat usaha rusak, 20 petak sawah rusak, 1 sekolah rusak ringan, dan 8 rumah yang berpotensi terdampak.
Rumah miring. Sementara tahan pakai bambu. Kalau hujan waswas, takut roboh.
Selain itu, 9 keluarga atau 25 jiwa berpotensi terdampak tanah bergerak di kemudian hari. Secara keseluruhan tanah bergerak sesudah hujan deras ini menyebabkan 51 keluarga atau 180 jiwa mengungsi.
Material tanah bergerak berupa bebatuan dan lumpur masih tersisa di antara sawah dan puing rumah warga Kampung Cibodas dan Kampung Panyindangan. Sebagian atap rumah warga roboh dan temboknya retak-retak.
Tanah bergerak juga nyaris memutus satu-satunya akses jalan desa yang terdiri dari 4 dusun, 24 RT, 9 RW, dan 7.370 warga. Warga membuat jalan darurat dari batu dan bambu yang dipadatkan agar kendaraan dapat melintas.
”Rumah miring. Sementara tahan pakai bambu. Kalau hujan waswas, takut roboh,” ujar Lilis (45), salah satu warga Kampung Panyindangan, yang hingga kini terpaksa mengungsi.
Lilis dan warga lainnya kerap mendengar suara gesekan atau patahan dari dalam tanah, terutama pada malam hari, sebelum hingga sesudah terjadinya tanah bergerak. Saat ini sebagian warga menancapkan bambu ke dalam tanah untuk mengetahui pergerakan tanah dari bergesernya bambu.
”Suaranya krek-krek. Terdengar dari dalam tanah. Ketika hujan deras tanahnya ambyar (bergerak),” kata Kepala Seksi Kesejahteraan Desa Panyindangan Cepi.
Warga yang rumahnya terdampak fenomena tanah bergerak ini sebagian besar mengungsi ke kerabatnya. Sebagian lainnya mengungsi di masjid. Pihak desa dan Pemkab Purwakarta masih membahas rencana relokasi warga ke lahan Perum Perhutani yang dinilai lebih aman.
Situasi di Desa Pasanggrahan tak jauh berbeda. Sebanyak 20 rumah rusak akibat tanah bergerak sehingga 14 keluarga atau 56 jiwa mengungsi.
Pertemuan tiga sesar
BPBD Purwakarta melaporkan, wilayahnya merupakan jalur pertemuan tiga sesar, yaitu Lembang, Baribis, dan Cimandiri. Sesar Baribis melewati Kecamatan Sukatani dam Kecamatan Tegalwaru.
Pada dua kecamatan tersebut ada Desa Panyindangan dan Desa Pesanggrahan, yang masuk kategori rawan pergerakan tanah, khususnya saat hujan deras. Pergerakan tanah di Panyindangan bergerak seperti mendorong ke samping, sedangkan di Pesanggrahan bergerak seperti jatuh ke bawah.
Atas dasar itu, tim ekspedisi menelusuri cerita hingga ketangguhan bencana di kedua desa tersebut.