Umat Islam menyambut sukacita Lebaran 2024. Kemeriahan Lebaran pun sudah terasa sejak selesai Shalat Id.
Oleh
STEFANUS ATO, YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
Ucapan selamat Lebaran, berfoto bersama keluarga, kerabat, hingga berburu kuliner menjadi ekspresi awal sejumlah umat Islam seusai shalat Idul Fitri 1445 Hijriah. Hari yang fitri itu boleh saja dimaknai berbeda-beda oleh sebagian umat Islam, tetapi dirayakan dengan penuh sukacita.
Situasi di sekitar halaman Masjid Istiqlal, Jakarta, penuh dengan jemaah yang mengikuti shalat Idul Fitri, Rabu (10/4/2024) pagi. Mereka yang tak mendapat tempat di area bagian dalam masjid khusyuk mengikuti shalat di ruang-ruang kosong halaman masjid. Setiap jengkal lahan Istiqlal pagi itu padat.
Sebagian warga yang mengikuti shalat pun memanfaatkan koran bekas sebagai sajadah. Koran bekas itu dibagikan secara sukarela oleh sejumlah warga yang sudah ada di sana sejak hari menjelang terang.
Setelah satu jam berlalu, shalat Idul Fitri berakhir. Ekspresi bahagia warga seusai shalat pun beragam. Ada sebagian umat yang langsung beranjak pergi.
Sebagian lagi saling menyapa dan memberi ucapan, lalu saling memaafkan. Ada pula umat yang berfoto atau swafoto bersama keluarga, kerabat, ataupun pasangan. Raut wajah mereka semringah. Sementara itu, di area luar masjid, ada pula orang-orag yang sibuk berburu beragam jenis kuliner yang berjejer di tepi jalan.
Saefullah (56), seusai shalat Idul Fitri, masih duduk bersama dua anaknya di halaman Masjid Istiqlal. Shalat Idul Fitri kali ini terasa berbeda bagi lelaki asal Padang, Sumatera Barat, itu.
”Ini pertama kali shalat Id di Istiqlal. Selama 35 tahun, biasanya kalau Idul Fitri di masjid sekitar rumah atau di kampung,” katanya.
Safelullah pun tak memiliki persiapan khusus saat Lebaran 2024. Dia bakal mengajak keluarganya untuk mengunjungi kerabat dekat di wilayah Jabodetabek, lalu kembali ke rumah.
Shalat Idul Fitri ini dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Tema khotbahnya tentang ”Memperkuat Kebersamaan dalam Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa”. Khotbah Idul Fitri itu disampaikan oleh KH Abd. A’la Basyir yang bertindak sebagai khatib.
Hal serupa ditemukan pada rumah ibadah lainnya. Keceriaan hari kemenangan terpancar dari jalannya shalat Idul Fitri yang berlangsung takzim.
Masyarakat berdatangan guna shalat Idul Fitri merayakan 1445 H ke Masjid Al-Bina, Jakarta. Mayoritas hadir bersama keluarganya. Ada yang berpakaian putih, ada pula yang berwarna seragam.
Berada di kawasan Gelora Bung Karno yang dikelilingi pepohonan, masjid terasa sejuk di pagi hari. Suara burung bersahut-sahutan, menambah keceriaan para jemaah yang merayakan Idul Fitri.
Jangan sebatas ritual
Isi khotbah berkaitan dengan evaluasi rangkaian ibadah yang dilakukan saat Ramadhan lalu. Tak hanya itu, khatib juga mengajak jemaah melanjutkan ibadah melalui ragam kegiatan baik yang konsisten hingga menemui Ramadhan selanjutnya.
”Karena tak ada keberkahan selain sungguh-sungguh beribadah seperti yang diajarkan para nabi,” ujar khatib shalat Idul Fitri Masjid Al-Bina, Tubagus Wahyudi.
Ia menyayangkan masih banyak umat Islam yang tak memaksimalkan ibadahnya. Banyak yang hanya menahan lapar di kala puasa, tetapi kembali berbuat dosa pada malam harinya. Banyak pula yang beribadah hanya saat awal puasa, tampak dari masjid yang penuh. Namun, lambat laun, jumlah jemaahnya berkurang.
”Banyak yang hanya melakukan ritual, tetapi mengabaikan hakikat keilmuannya. Hanya semangat saat Ramadhan saja. Setelah Ramadhan pergi, ibadah lenyap. Masjid yang tadinya ramai shalat berjamaah, setelah itu kosong dan sepi,” tutur Tubagus.
Padahal, Tubagus menambahkan, seluruh ibadah berujung pada ketakwaan. Ia berharap hari ini dapat menjadi simbol kemenangan bagi seluruh umat Islam dengan kembali ke jalan yang benar, menjaga fitrah.
Kemenangan ini dirasakan juga para jemaah. Ambar, misalnya, sengaja menghabiskan waktu berdua dengan suami untuk merayakan Lebaran bersama.
”Lebaran dimaknai dengan pembaruan diri untuk kembali ke fitrah. Menjadi orang yang baru seperti bayi yang baru lahir. Diterima atau enggak amal ibadah kita, itu urusan Allah,” katanya seusai mengikuti ibadah pagi ini.
Menuju Ramadhan selanjutnya
Setelah melewati Ramadhan, jemaah diharapkan bisa kembali ”berlatih” untuk 11 bulan ke depan hingga menemui bulan suci selanjutnya. Tubagus menyarankan sejumlah strategi yang bisa diikuti.
Pertama, jemaah didorong untuk terus belajar agama dengan cara yang benar agar memahami hakikat ilmu. Al Quran perlu dipahami utuh, tak sekadar membaca huruf-huruf Arab, tetapi mengkaji serta menemukan isi dalam kita tersebut.
”Tinggalkan pola anggapan lama bahwa yang belajar Al Quran hanya untuk jadi ustaz dan ustazah. Padahal, semua orang Islam wajib belajar agama, terutama memperdalam kitab suci sehingga Al Quran itu benar-benar jadi pedoman hidup,” tutur Tubagus.
Kedua, selalu siapkan niat yang benar tiap beramal. Amal hanya didapatkan bergantung niat seseorang yang diawali dengan kesadaran niat, ditujukan pada Allah SWT.
Tiap individu perlu bertanya kembali kepada diri sendiri, aktivitas yang dilakukan apakah sudah dilandasi niat yang benar. Larangan Allah juga perlu dijauhi.
Ketiga, berpikir merupakan hal penting bagi manusia. Cara berpikir manusia perlu diperbaiki dan diselaraskan dengan akal. Sebab, akal merupakan suplemen bagi manusia untuk membedakan hal yang baik dan benar, serta benar dan salah.
”Bekerja berorientasi pada prestasi dan manfaat bagi orang banyak. Orang-orang seperti itu yang akan dapat nikmat ketika menghadap Allah,” kata Tubagus.
Keempat, manusia perlu beristikamah. Hal ini perlu dipahami bahwa dunia penuh dengan tipu daya dan senda gurau belaka. Manusia yang berhasil kadang kala merasa takabur sehingga merasa tak ada masalah yang dihadapi. Apabila terpuruk, mereka akan menyalahkan Tuhan.
”Istikamah teruslah bertakwa dan bertakwalah terus. Semoga kita dapat memenuhi keinginan Allah dengan berakhirnya Ramadhan,” kata Tubagus.