UU Daerah Khusus Jakarta Mengesampingkan Pemulihan Ekologis
Koalisi masyarakat menyoal UU Daerah Khusus Jakarta yang minim pemulihan ekologis.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi masyarakat sipil melihat keseluruhan naskah Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta fokus memfasilitasi kepentingan elite atau pemodal dalam menjadikan Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global. Beleid tersebut mengesampingkan pemulihan ekologis Jakarta dan partisipasi masyarakat secara bermakna dalam seluruh kebijakan dan pembangunan.
Masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Dewan Keprihatinan Jakarta menuntut pencabutan Undang-Undang (UU) Daerah Khusus Jakarta. Akan tetapi, koalisi belum akan bersurat ke presiden dan DPR ataupun mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Koalisi mempertanyakan bagaimana status Jakarta setelah UU Daerah Khusus Jakarta disahkan dan apa dampak dari sinkronisasi pembangunan Jakarta dengan tetangganya setelah dibentuk Dewan Kawasan Aglomerasi.
Direktur LBH Jakarta Citra Referandum menuturkan, jika membaca keseluruhan naskah UU Daerah Khusus Jakarta maka dapat dilihat tujuannya untuk memfasilitasi kepentingan elite atau pemodal. Meskipun memuat perwujudan kesejahteraan dan pemenuhan terhadap hak asasi manusia, hal ini dinilai hanya menjadi tempelan.
Menurut dia, timbul masalah untuk menjadikan Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global karena tidak benar-benar memastikan jaminan pemenuhan hak asasi manusia dan kesejahteraan. Sebab, berbagai ketentuan beleid itu hanya fokus memberikan peran kepada dewan kota/kabupaten serta Dewan Kawasan Aglomerasi yang akan diatur oleh presiden dan gubernur.
”Tidak adanya partisipasi masyarakat juga akan terjadi pada tahap pelaksanaan UU karena substansi pengaturannya meminggirkan hak masyarakat, khususnya kelompok miskin perkotaan,” kata Citra, Kamis (4/4/2024).
Koalisi Dewan Keprihatinan Jakarta menuntut agar UU Daerah Khusus Jakarta dicabut. Saat yang sama, koalisi juga mendesak pemerintah untuk memastikan kekhususan Jakarta pada pemulihan ekologisnya serta memastikan masyarakat berpartisipasi secara bermakna dalam seluruh kebijakan dan pembangunan di Jakarta dan wilayah sekitarnya.
”Sementara masih berupa tuntutan dan desakan. Belum untuk advokasi litigasi seperti ke Mahkamah Konstitusi. Bersurat ke lembaga terkait juga masih dalam proses diskusi,” ujar Citra.
Minim partisipasi
UU Daerah Khusus Jakarta disahkan dalam Rapat Paripurna DPR Ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, Kamis (28/3/2024). Beleid ini terdiri atas 12 bab dan 73 pasal. Fraksi PKS satu-satunya fraksi yang menolak pengesahan tersebut.
Citra menyebutkan, koalisi tidak menemukan pengaturan khusus mengenai partisipasi masyarakat dalam UU Daerah Khusus Jakarta. Hanya ada satu frasa partisipasi dalam naskah.
Frasa ini terdapat dalam Pasal 1 di Bab I Ketentuan Umum pada bagian Lembaga Musyawarah Kelurahan adalah lembaga musyawarah pada tingkat kelurahan untuk menampung aspirasi serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
”Pemerintah dan DPR tidak pernah belajar dari berbagai masukan masyarakat selama proses legislasi beberapa tahun belakangan. Jika disebut-sebut atau dicantumkan dalam naskah undang-undang, partisipasi hanya sebatas formalitas,” ucap Citra.
Koalisi meyakini otomatis pengaturan hingga pelaksanaan undang-undang tersebut akan mengabaikan hak-hak asasi warga negara.
Dewan kawasan
Dewan Kawasan Aglomerasi juga dinilai bakal berfungsi sebagai alat legitimasi bagi elite atau pemodal. Hal ini berdasarkan Pasal 53 tentang dokumen rencana pembangunan sebagaimana dituangkan dalam Rencana Induk Pembangunan Kawasan Aglomerasi.
Penyusunan dokumen rencana induk sebagaimana dimaksud mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, serta kebijakan strategis pemerintah pusat dan Jakarta sebagai kota global.
Citra mengatakan, hal ini hanya untuk memperkuat dominasi kapitalis dan oligarki politik semata serta merugikan kepentingan masyarakat, terutama di kawasan aglomerasi yang seharusnya menjadi fokus pembangunan berkelanjutan.
”Kemudian, Badan Layanan Bersama dalam Pasal 57. Ini mengarah pada pengusahaan sektor-sektor pelayanan publik yang berorientasi pada keuntungan daerah,” ujar Citra.
Koalisi menyayangkan hal tersebut karena sistem kerja sama antardaerah lewat mekanisme ini berpotensi menghambat pemenuhan hak dasar. Warga dapat diletakan sebagai bagian dari konsumen yang dapat menjadi sumber daya perputaran modal di tingkat daerah.
Pasal 57 mengatur dalam rangka penyediaan layanan lintas daerah atau berdampak lintas daerah, pemerintah daerah pada kawasan aglomerasi dapat melakukan kerja sama pembentukan badan layanan bersama.
Badan layanan bersama sebagaimana dimaksud merupakan badan hukum yang berhak mempunyai kekayaan sendiri, mengelola anggaran sendiri, mengelola pegawai sendiri, dan melakukan kerja sama dengan pihak lain.
Pembentukan badan layanan bersama sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan keputusan bersama kepala daerah setelah mendapat persetujuan DPRD. Sementara sumber pendapatan badan layanan bersama terdiri dari APBD, pendapatan sendiri, dan penerimaan lain yang sah.
Persoalan mendasar yang dialami Jakarta adalah sudah tidak seimbangnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sehingga menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Kekhususan Jakarta seharusnya terletak pada pemulihan lingkungan hidup agar menjadi kota yang aman bagi masyarakatnya,
Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Suci Fitriah Tanjung menyebut, paradigma pembangunan Jakarta masih bertumpu pada pendekatan kapitalistik yang terus mengupayakan peningkatan nilai ekonomi tanpa batas dan tidak mempertimbangkan keberlanjutan ekologis. Padahal, pemerintah memindahkan ibu kota karena Jakarta sudah melebihi kapasitas lingkungan hidupnya dan mengalami permasalahan lingkungan.
”Persoalan mendasar yang dialami Jakarta adalah sudah tidak seimbangnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sehingga menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Kekhususan Jakarta seharusnya terletak pada pemulihan lingkungan hidup agar menjadi kota yang aman bagi masyarakatnya,” kata Suci.
Selaras
Aedapun panitia khusus pascaibukota negara DPRD DKI Jakarta meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyelaraskan regulasi setelah sahnya UU Daerah Khusus Jakarta.
Ketua panitia khusus pascaibukota negara DPRD DKI Jakarta DPRD Provinsi DKI Jakarta, Pantas Nainggolan, meminta hal tersebut agar mencegah permasalahan kawasan di masa yang akan datang. Misalnya, penurunan muka tanah dan rob pantai utara.
”Semua permasalahan bisa terjawab secara efektif dalam aturan yang akan datang. Aturan juga harus berdampak positif terhadap masyarakat dan penataan kawasan di daerah khusus Jakarta,” kata Pantas.
Sehubungan dengan sahnya UU Daerah Khusus Jakarta, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menanti adanya peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan keputusan presiden untuk tindak lanjut.