Lokasi Gudang Amunisi Ciangsana, Bekas Hutan yang Kini Dipadati Rumah
Ledakan gudang amunisi menguak sejarah masa lalu. Sebelum dijadikan gudang, kawasan itu merupakan hutan.
Ledakan besar di gudang amunisi daerah (gudmurah) milik Kodam Jaya di Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/3/2024), menguak sejarah puluhan tahun silam. Kawasan ini dulunya merupakan permukiman penduduk yang diwariskan secara turun-temurun. Namun sejak tahun 1997, permukiman modern semakin menjamur tak terkendali.
Yayah (55), warga Parung Pinang, Desa Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri, hanya bisa termenung melihat rumah yang sudah 35 tahun ia tinggali rusak parah. Plafon di kamar dan ruang tamunya jebol akibat ledakan di gudang amunisi daerah milik Kodam Jaya yang berjarak hanya 100 meter dari rumahnya itu.
Tidak hanya plafon, daun pintu dan asbesnya pun porak-poranda. Yayah tidak sendiri, setidaknya ada delapan rumah dengan 20 penghuninya yang mengalami nasib serupa.
Karena kondisinya yang masih rentan, mereka hanya boleh menempati rumah itu pada siang hari, sedangkan pada malam hari, Yayah harus bernaung di sebuah kontrakan sampai nanti huniannya dinyatakan aman.
Sudah sejak lahir Yayah tinggal di sana. Tanah yang ia tempati sekarang merupakan warisan dari orangtuanya. ”Kebanyakan yang tinggal di wilayah ini adalah keluarga, hanya segelintir warga yang berstatus pendatang,” katanya.
Adapun gudang amunisi diperkirakan baru dibangun pada tahun 1980-an. ”Waktu itu, saya masih remaja, jadi hanya mendengar sekadarnya saja,” kata Yayah.
Awalnya, dia tidak tahu bahwa kawasan yang berada dekat dengan rumahnya itu akan dibangun gudang amunisi. ”Yang saya tahu hanya dibeli oleh ABRI (sekarang TNI), tetapi untuk peruntukannya tidak diketahui,” kata Yayah.
Baca juga: 38 Rumah Rusak akibat Ledakan Gudang Amunisi di Ciangsana
Ia baru menyadari kawasan itu akan dijadikan gudang amunisi setelah pembangunan beberapa gudang rampung sekitar tahun 1995. Waktu itu, keresahan sempat menyelimuti warga, tetapi beberapa anggota ABRI menerangkan bahwa kebanyakan amunisi yang disimpan di gudang itu merupakan amunisi berkaliber kecil. Adapun untuk kaliber besar sudah dipindahkan ke Cilandak, Jakarta Selatan. ”Karena itu, kami tenang-tenang saja,” kata ibu lima anak ini.
Sampai akhirnya, ledakan besar terjadi, Sabtu. Hal itu membuat Yayah berpikir ulang untuk menempati rumahnya itu lagi. Semua keluarganya telah dievakuasi, termasuk sang suami yang kini tengah menderita berbagai penyakit komplikasi dan cucunya yang baru berusia dua bulan. ”Setelah ledakan itu, tekanan darah darah saya naik sehingga selalu pusing dan terkena maag,” katanya.
Warga Parung Pinang, Jamin (70), merupakan orang yang terlibat dalam pembangunan gudang amunisi pada tahun 1987. Saat itu, dia bertugas menjadi petugas keamanan di lokasi pembangunan. Ia teringat, gudang amunisi ini mulai dibangun tidak lama setelah ledakan gudang amunisi di Cilandak, Jakarta Selatan, tahun 1984 lalu.
Dulu tidak banyak warga yang protes karena yang tinggal di sini sangat sedikit. Mungkin hanya belasan keluarga. Sisanya merupakan hutan. ”Waktu itu harga tanah masih Rp 500 per meter, sekarang sudah melonjak jadi Rp 2 juta per meter,” katanya.
Kemudian, keempat keluarga itu terus berkembang. Mewariskan tanah kepada anak cucunya. Ada beberapa yang masih tinggal, sisanya memutuskan untuk menjual lahannya dan pindah ke tempat lain.
Masifnya ”serangan” pendatang baru terjadi pada tahun 1997, tepatnya ketika perumahan modern mulai mengokupasi daerah ini. ”Mereka yang tergusur karena lahannya dialihfungsikan menjadi perumahan memutuskan pindah ke Parung Pinang dan akhirnya menetap hingga saat ini,” kata Jamin.
Hal yang sama diutarakan oleh Encas (77), warga Parigi Curug, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, yang pernah menjadi pekerja pembangunan gudang amunisi di tahun 1989.
Keluarganya telah lama tinggal di sana, bahkan sebelum ia lahir. Tanah seluas 600 meter persegi yang ia tempati sekarang merupakan pemberian dari orangtuanya. Lokasi rumahnya kini hanya berjarak sekitar 100 meter dari gudang amunisi.
Dia pun teringat sebelum dialihfungsikan menjadi gudang amunisi, kawasan itu adalah permukiman warga yang kemudian dipindahkan ke kawasan Parung Pinang.
Samat Sanjaya, Ketua RW 11 Desa Parung Pinang, Kecamatan Gunung Putri, menyatakan hal serupa. Jauh sebelum gudang amunisi dibangun, warga sudah menempati area ini.
Leluhur dari daerah ini bernama Aothin yang datang dari Banten dan membangun perkampungan di wilayah ini. Namanya kini disematkan untuk nama jalan dan juga nama masjid di kawasan Parung Pinang.
Di kawasan inilah keluarga besar Aothin bermukim. Beberapa anak dan cucunya menjual lahan untuk pembangunan permukiman dan gudang amunisi. ”Jadi, jauh sebelum adanya gudang amunisi, keluarga besar Aothin sudah lama bermukim di sini,” jelas Samat.
Hanya saja, terkait status lahan, kebanyakan warga hanya dibekali dengan girik dan akta jual-beli (AJB). Adapun yang memiliki sertifikat hak milik (SHM) hanya 9 orang. Itu pun berkat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang diberikan sekitar tahun 2022 lalu.
Baca juga: Ledakan Gudang Amunisi, dari Bandung Lautan Api hingga Ciangsana
”Secara keseluruhan di RW 11 ada 100 kapling yang dilengkapi SHM, tetapi untuk Kampung Parung Pinang hanya ada 9 SHM,” ujar Samat.
Dia menerangkan, sebenarnya pihak pengembang perumahan sejak tahun 2023 sudah memiliki niat membeli lahan warga. Namun, rencana itu kandas karena tidak menemui kesepakatan harga. ”Pihak perumahan mau membeli lahan sekitar Rp 2,5 juta per meter, sedangkan warga minta Rp 10 juta per meter.
Tahun 1982
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto meninjau gudang amunisi, Minggu siang. Dia menyebut, ledakan terjadi di gudang berisi amunisi sisa latihan, temuan, dan kedaluwarsa. Amunisi ini secara sistematis akan dimusnahkan atau diledakkan setelah pemeriksaan.
Agus memastikan amunisi di dalam gudang 6 yang meledak sebanyak 65 ton. Amunisi ini tengah diperiksa dan meledak sebelum hasil pemeriksaannya keluar.
”Pukul 03.45 dini hari, api padam. Setelah ledakan, Pangdam Jaya dibantu Jihandak dan POM menyisir serta membersihkan lokasi ledakan dan pasukan teritorial mendata serta mengecek permukiman di sekitar lokasi ledakan,” kata Agus.
Agus menjelaskan, amunisi punya masa berlaku yang biasanya maksimal 10 tahun, lalu kedaluwarsa. Ini berlaku untuk kaliber kecil hingga besar. Setelah itu, amunisi tak terpakai dikumpulkan dari satuan-satuan wilayah. Amunisi lantas diperiksa dan diledakkan jika sudah ada hasil pemeriksaan.
Leluhur dari daerah ini bernama Aothin yang datang Banten dan membangun perkampungan di wilayah ini. Namanya kini disematkan untuk nama jalan dan juga nama masjid di kawasan Parung Pinang.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi mengatakan, pihaknya masih menginvestigasi penyebab kebakaran gudang amunisi di Gudmurah Kodam Jaya. Investigasi itu juga jadi bagian dari evaluasi untuk keamanan secara keseluruhan gudang amunisi.
Hanya saja, kata Kristomei, gudang amunisi itu sudah ada sejak 1982 dan saat itu jauh dari permukiman. ”Kalau mau dipindah, gudang ini sudah ada sejak lama. Lebih dahulu mana gudang TNI dengan permukiman? Kadang-kadang kami membangun instalasi militer lambat laun kanan kiri ada perumahan,” ujarnya, Minggu.
Melihat dilema pada keberadaan gudang amunisi militer yang kini dikepung permukiman, pengamat tata ruang IPB University, Ernan Rustiadi, mengatakan, hal itu mengindikasikan ada aturan longgar terkait dengan penataan ruang dan kota. Begitu pula sebaliknya, pemerintah atau pengembang tidak memperhatikan pembangunan permukiman di area zona potensi bahaya.
”Apa pun itu, seharusnya ini tidak boleh karena terlalu dekat area dengan risiko keamanan tinggi dengan permukiman. Buffer area sterilnya terlalu sempit. Apakah ini tidak memenuhi aturan atau ada peraturan yang dilanggar dan longgar. Seharusnya tidak ada tawar-menawar jika kompleks permukiman dekat dengan kompleks militer yang memiliki risiko keamanan tinggi,” ujar Ernan (Kompas, Senin, 1/4/2024).