Hampir seluruh Jakarta diprediksi cerah berawan. Langit biru setia mengakrabi kota seperti kemarin. Cerah dan hangat.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Langit biru dan cuaca cerah berawan menaungi wilayah Jakarta pada Rabu (20/3/2024) pagi hingga siang ini. Kualitas udara di Jakarta pada pagi tadi masuk kategori sedang. Ada kemungkinan polusi yang menurun di Jakarta diakibatkan oleh hujan yang terjadi beberapa hari terakhir.
Dari Petamburan, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2024), pukul 10.00 WIB, langit Jakarta tampak biru. Awan putih tampak menghiasi bentangan biru langit Ibu Kota. Cuaca di Jakarta diprediksi cerah berawan. Padahal, dalam beberapa hari terakhir sebelumnya, Jakarta terus-menerus diguyur hujan dari pagi hingga sore.
Selain langit biru, kabut polusi yang sering menyelimuti Jakarta seakan ikut sirna. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 09.00 WIB, Jakarta mencatatkan konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM 2,5) sebesar 17 mikrogram per meter kubik. Pada waktu tersebut, Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta mencapai 61.
Cuaca cerah ini juga dirasakan banyak warga. Warga Jakarta Selatan, Marinka Devi (23), misalnya. Ia memotret awan biru sekitar kantornya pagi ini. Awan cerah ia rasakan sejak beberapa hari terakhir.
”Meskipun Jakarta mulai panas kembali, disyukuri saja dampak baiknya. Misal, bisa mencuci dengan tenang,” katanya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, siang nanti, hampir seluruh cuaca Jakarta diprediksi cerah berawan, kecuali Jakarta Barat yang diprakirakan turun hujan dengan intensitas ringan. Sementara untuk malam harinya, seluruh wilayah Jakarta diprediksi berawan.
Menurut Kepala Subbidang Prediksi Cuaca BMKG Ida Pramuwardani, cuaca cerah di Jakarta dengan langit berwarna biru merupakan fenomena alamiah yang bisa terjadi di segala musim.
Hal tersebut terjadi karena beberapa hal, seperti kondisi angin yang relatif cukup kencang, kelembaban udara cukup kering, sinar matahari, dan partikel penyusun di atmosfer.
Selain itu, ada beberapa faktor dinamika atmosfer yang menyebabkan cuaca cerah di Jakarta. Saat ini, wilayah Indonesia bagian barat sedang berada di fase 6, yakni fase kering Madden-Julian Oscillation (MJO)/suppressed MJO, dengan peningkatan konveksi (curah hujan) bergerak lebih jauh ke timur ke arah barat Pasifik dan berakhir di tengah Pasifik untuk memulai lagi fase MJO berikutnya.
Kemudian, faktor menghangatnya suhu muka laut di perairan Afrika (IOD Positif). Hal ini menyebabkan potensi hujan di wilayah barat Indonesia lebih rendah dari normalnya.
Peningkatan kecepatan angin yang disebabkan oleh tertariknya massa udara akibat bibit siklon tropis 91S dan Ex TC Megan juga menghambat pertumbuhan awan hujan di wilayah Jabodetabek.
”Kemudian, ada kemungkinan juga polusi yang menurun di Jakarta diakibatkan oleh hujan yang terjadi beberapa hari terakhir. Dalam beberapa penelitian, hujan diklaim dapat membersihkan polusi udara,” katanya.
Menurut Ida, hujan adalah fenomena alam, yaitu tetesan air jatuh dari langit ke permukaan bumi karena kondensasi. Hujan juga sering dianggap memiliki kemampuan untuk membersihkan asap dan mengurangi polusi udara.
Beberapa studi juga telah menunjukkan bahwa hujan dapat meningkatkan kualitas udara. Secara teknis, tetesan hujan dapat menarik ratusan partikel PM 2,5 ke permukaan saat bergerak melalui atmosfer sebelum jatuh ke tanah.
”Meski demikian, perlu analisis yang lebih mendalam dengan data yang cukup banyak untuk memastikan bahwa hujan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir menjadi penyebab langit biru Jakarta hari ini,” ujarnya.
Belajar dari negara lain
Meskipun begitu, Jakarta tetap harus menerapkan sejumlah cara untuk terus memangkas polusi. Salah satunya bisa belajar dari negara lain.
Menurut pendiri Think Policy, Andhyta Firselly Utami, polusi udara harus dilihat dan diatasi dengan perspektif perencanaan wilayah. Sebagai contoh, kota Amsterdam di Belanda pernah membatalkan untuk membangun lebih banyak pusat bisnis karena ada penolakan dari warganya. Pembangunan pusat bisnis yang berorientasi kendaraan pribadi akan memicu kepadatan di kota tersebut.
Beberapa studi juga telah menunjukkan bahwa hujan dapat meningkatkan kualitas udara.
Penolakan ini menjadi salah satu alasan Amsterdam mengubah perencanaan dan penataan kawasannya. Alih-alih membangun pusat bisnis, Amsterdam kemudian menata kawasannya agar menjadi lebih ramah untuk pesepeda dan pejalan kaki.
Akan tetapi, upaya mengatasi polusi udara dari contoh tersebut akan cukup sulit dilakukan bagi kota-kota yang penataannya telanjur tidak ramah pejalan kaki, seperti kawasan Jabodetabek.
”Oleh karena itu, para pemangku kebijakan bisa mempertimbangkan aspek pendekatan lain, seperti mengurangi kebutuhan mobilitas penduduk ke pusat kota,” katanya.
Solusi lain dalam mengatasi polusi udara adalah menekan emisi dari sumbernya, termasuk yang berasal dari kendaraan pribadi. Sebab, mayoritas sumber emisi penyebab pencemaran udara di Jabodetabek berasal dari aktivitas lokal, khususnya dari sektor transportasi.