Warga, koalisi masyarakat, tokoh masyarakat dan politik menyayangkan pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta yang tertutup.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masih ada waktu bagi Jakarta untuk mempersiapkan diri sebelum status ibu kota negara pindah ke Nusantara di Kalimantan Timur. Warga, koalisi masyarakat sipil, tokoh masyarakat dan politik ingin pelibatan dalam menentukan nasib Jakarta ke depan melalui keterbukaan informasi dan penyerapan aspirasi.
Ibu kota negara pindah dari Jakarta ke Nusantara setelah keluar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang disahkan dan diundangkan pada 15 Februari 2022. Lebih lanjut dalam beleid itu disebutkan, pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara ditetapkan dengan keputusan presiden.
Namun, belum ada keputusan presiden sampai Kamis (7/3/2024) atau sepekan menjelang 2 tahun keluarnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Di saat yang sama masih berlangsung pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta yang menimbulkan pro dan kontra. Satu sisi Jakarta hendak menjadi kota global selepas ibu kota dan sisi lainnya ada pasal kontroversi tentang presiden menunjuk, mengangkat, dan memberhentikan gubernur dan wakil gubernur Jakarta dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
”Masih ada waktu transisi (dari ibu kota ke kota global). RUU Daerah Khusus Jakarta belum disahkan. Sedang berproses,” ujar Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menanggapi status Jakarta selepas ibu kota.
Serap aspirasi
Warga, koalisi masyarakat sipil, tokoh masyarakat dan politik menyayangkan pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta yang tertutup. Mereka ingin dilibatkan dalam menentukan nasib Jakarta ke depan melalui keterbukaan informasi dan penyerapan aspirasi.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono meminta RUU Daerah Khusus Jakarta sebagai representasi warga sehingga pembahasannya harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Dengan begitu, rancangan besar Jakarta akan menjadi apa dan dibawa ke mana dapat lebih ideal atau sesuai aspirasi warga Jakarta.
”Ada kesatuan visi dalam pembangunan Jakarta ke depan. Proses pembahasan harus komprehensif dan matang. Jangan grasa-grusu. Apalagi hanya untuk kejar tayang karena akan berdampak pada kelangsungan hidup jutaan warga Jakarta,” ucap Mujiyono.
Hanya ada satu organisasi masyarakat sipil yang memberikan masukan. Padahal banyak diprotes elemen masyarakat.
Selain itu, RUU Daerah Khusus Jakarta juga wajib menjelaskan sekaligus menjawab bentuk kota global dan dukungan dari pemerintah pusat agar terwujud kota global yang bersaing dengan kota besar lain di dunia.
Dukungan itu sangat diperlukan lantaran Jakarta tidak hanya mengandalkan kemampuan APBD semata, tetapi juga skema lain, seperti program pemulihan ekonomi saat pandemi Covid-19.
Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta ini menambahkan, ada tiga hal krusial bagi Jakarta selepas ibu kota dan menuju kota global. Pertama, kelayakan huni mencakup aspek perumahan hingga kesehatan bagi warga. Kedua, aspek lingkungan, yaitu fasilitas pengolahan sampah, sanitasi, dan air limbah.
”Ketiga terkait aksesibilitas. Aspek pembangunan transportasi umum dan jaringan jalan yang berkelanjutan,” kata Mujiyono.
Surat cinta
Koalisi masyarakat sipil di Jakarta juga menuntut keterbukaan informasi. Mereka pun menyorot pasal kontroversi yang mengebiri hak warga Jakarta.
Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Indonesia Budget Center, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Komite Pemantau Legislatif Jabodetabek, dan Gusdurian Jakarta mengirimkan surat tertanggal 5 Maret 2024 kepada Ketua DPR Puan Maharani.
Mereka menentang presiden menunjuk kepala daerah. Sebab, warga mempunyai hak politik seperti provinsi lain di Indonesia. Pasal tersebut akan mengebiri hak politik warga Jakarta dan kemunduran demokrasi.
Sekretaris Jenderal SPRI Dika Muhammad menuturkan, tidak ada transparansi dalam pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta. Misalnya, beleid tersebut tidak dipublikasikan drafnya secara daring dan luring.
”Tidak partisipatif. Hanya ada satu organisasi masyarakat sipil yang memberikan masukan. Padahal banyak diprotes elemen masyarakat,” kata Dika.
Koalisi meminta DPR dan pemerintah untuk terbuka dalam pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta. Tidak lupa menyerap aspirasi masyarakat.
Salah satu warga Jakarta Utara, Ramli (44), misalnya, berharap Jakarta menjadi kota global yang tetap bisa mengakomodasi hajat hidup warga kecil seperti dia. Jakarta juga mempunyai kekhasan sebagai daya saing.
”Kami warga kecil tetap bisa bersuara, salurkan (menyalurkan) hak politik. Janganlah kepala daerah dipilih presiden karena rentan konflik kepentingan,” ujar Ramli.