Dicoret sebagai Penerima KJMU, Mahasiswa dari Keluarga Miskin Terancam Putus Kuliah
Mahasiswa dari keluarga miskin terancam putus kuliah karena dicoret sebagai penerima bantuan dana pendidikan KJMU.
JAKARTA, KOMPAS — Dana bantuan pendidikan berupa Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul atau KJMU membuat banyak mahasiswa dari keluarga miskin di Jakarta mampu mengenyam pendidikan tinggi. Bagi warga miskin Jakarta, persoalan biaya pendidikan tinggi yang mahal sedikit teratasi dengan KJMU.
Namun, pencoretan tiba-tiba nama mahasiswa miskin dari daftar penerima KJMU oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat mereka terancam putus kuliah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tiba-tiba mencabut sejumlah nama mahasiswa dari daftar keluarga miskin penerima KJMU.
KJMU merupakan program bantuan dana pendidikan yang diberikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak awal September 2016. Program ini digagas Basuki Tjahaja Purnama yang dilanjutkan Anies Baswedan semasa keduanya menjabat sebagai gubernur Jakarta.
Baca juga: Pilu Tiba-tiba Tidak Terdaftar KJMU
Pencoretan nama mahasiswa dari keluarga miskin sebagai penerima KJMU bisa membuat angka putus kuliah semakin tinggi. Data Statistik Pendidikan Tinggi Dirjen Dikti menunjukkan persentase putus kuliah cukup banyak. Pada 2022, dari total 9,3 juta mahasiswa, sebesar 4,25 persen atau 375.134 mahasiswa di antaranya putus kuliah.
Baca juga: Kucuran Dana KJMU Tahun Ini Hanya Separuh dari Anggaran 2023
Selama ini, mahasiswa asal Jakarta dari keluarga miskin sangat mengandalkan dana bantuan pendidikan seperti KJMU agar dapat mengenyam pendidikan. Harapan mengubah nasib lewat pendidikan bisa hancur jika nama mereka dicoret dari daftar penerima KJMU.
Pupus harapan
Hal ini yang dirasakan Iema (19), mahasiswa asal Jakarta Timur. Iema saat ini sudah dua semester mengenyam pendidikan di Universitas Sebelas Maret (UNS) di Kota Surakarta. Iema bersyukur dapat melanjutkan studinya di jenjang perguruan tinggi berkat bantuan KJMU.
Baca juga: Kelas Menengah Indonesia Sulit Menjadi Kaya
KJMU merupakan program bantuan dana pendidikan yang diharapkan dapat membantu pelajar pemegang Kartu Jakarta Pintar (KPJ) yang hendak melanjutkan studi di perguruan tinggi, baik jenjang diploma maupun sarjana. Sasaran utamanya adalah pelajar DKI Jakarta dari keluarga miskin.
Program inilah yang membuat Iema dapat menggapai mimpinya sekolah hingga perguruan tinggi. Namun, saat ini ia khawatir karena dua hari lalu Iema mendapat pemberitahuan tidak lagi terdaftar di sistem KJMU.
”Aku terancam bakalan putus kuliah. Buat gaji ayahku yang belum UMR, bener-bener berat banget. Apalagi, UKT kuliahku lumayan gede, belum biaya kos dan kebutuhan sehari-hari di perantauan,” kata Iema menceritakan.
Aku terancam bakalan putus kuliah. Buat gaji ayahku yang belum UMR bener-bener berat banget. Apalagi, UKT kuliahku lumayan gede.
Ayah Iema bekerja sebagai petugas satpam di perusahaan swasta. Dengan penghasilan sebagai tenaga keamanan, terasa sangat berat bagi ayahnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Iema memiliki dua adik. Satu adiknya masih SMP, sedangkan adik satunya lagi masih usia 6 tahun dan perlu lebih diperhatikan karena berkebutuhan khusus.
Biaya sekolah adiknya yang masih SMP juga dibantu Pemprov DKI Jakarta melalui KJP. Namun, bersamaan dengan perubahan status KJMU Iema, ia khawatir KJP adiknya ikut berubah.
”Karena kebijakan keluar tiba-tiba bulan ini, KJP adik saya bulan ini masih keluar. Tapi, aku tidak tahu apakah bulan depan sudah diblokir atau tidak karena di SMP adikku belum ada konfirmasi,” tutur Icha menjelaskan.
Desil atau status sosial ekonomi keluarga Iema yang berubah menjadi desil 5 otomatis menjadikannya tidak layak atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai penerima KJMU untuk Iema dan KJP untuk adik-adiknya. Hanya keluarga desil 1 hingga 4 yang dapat menerima bantuan dana pendidikan tersebut.
Desil 1 merupakan kelompok rumah tangga paling rendah tingkat kesehateraannya alias sangat miskin, desil 2 miskin, desil 3 hampir miskin, dan desil 4 rentan miskin. Semakin tinggi desilnya, semakin baik kesejahteraan keluarganya.
Orangtua Iema sudah mencoba bertanya kepada salah satu pegawai Dinas Sosial Pemprov DKI. Pihak dinsos menjelaskan bahwa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ditentukan oleh dinsos, tetapi desil kemiskinan bersumber dari data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Pemprov DKI melalui dinas pendidikan berdalih, pencoretan sejumlah nama mahasiswa dari daftar penerima KJMU dilakukan setelah ada penyesuaian data penerima KJMU berdasarkan DTKS kategori layak yang ditetapkan pada Februari dan November 2022 serta Januari dan Desember 2023. Data itu kemudian dipadankan dengan Regsosek BPS.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Purwosusilo mengatakan, pendaftaran calon penerima KJP Plus dan KJMU Tahap I Tahun 2024 merujuk DTKS yang dipadankan dengan data regsosek BPS.
”Unit Pelayanan Teknis Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (UPT P4OP) Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta hanya sebagai pengguna (user) data DTKS dan data regsosek,” kata Purwosusilo melalui keterangan tertulis,
Kaji ulang
Seperti Iema, mahasiswa Jakarta dari keluarga miskin lainnya, Icha (19), khawatir pencoretan namanya dari daftar penerima KJMU bisa membuatnya putus kuliah. Icha yang asli Jakarta Utara ini tengah mengambil kuliah di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa di Banten semester 2. Sebelumnya, Icha telah menerima KJP sejak SMP, kemudian mendaftar sebagai penerima KJMU menjelang lulus SMA.
Meski sudah masuk kuliah di semester 2, dana KJMU baru turun Januari 2024. Untuk biaya kuliah dan biaya hidup selama semester 1, Icha menggunakan dana sendiri. Namun, baru satu bulan menerima bantuan, per 4 Maret 2024 Icha kaget karena tidak terdaftar sebagai penerima KJMU.
”Waktu simulasi pendaftaran ulang kemarin Sabtu, aku masih terdaftar di sistem. Namun, Hari Senin tanggal 4 Maret kemarin tidak-tiba tidak terdaftar,” kata Icha.
Bagi Icha, dana bantuan pendidikan sangat berarti untuk menggapai mimpinya bersekolah hingga perguruan tinggi. Tidak hanya Icha, kakak pertamanya juga bisa mengambil kuliah berkat beasiswa dari Baznas.
Begitu juga dengan satu adiknya yang masih SMP dan dua adiknya yang masih SD, semuanya sekolah dengan bantuan KJP. Sementara adik terkecilnya masih berusia 4 tahun.
Tanpa dana bantuan, menurut Icha, sulit keluarganya dapat mengenyam dunia pendidikan. Ayahnya yang bekerja sebagai guru honorer dan ibunya sebagai ibu rumah tangga sangat berat membiayai Icha dan lima saudaranya.
Icha sudah memiliki rencana agar dana bantuan KJMU sebesar Rp 1,5 juta per bulan dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Icha bahkan sengaja menyewa kamar kos untuk dua orang bersama temannya.
Menurut Icha, ia harus berhemat karena selain biaya UKT yang cukup tinggi, tinggal di perantauan membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Namun, saat Icha tahu jika ia tidak lagi terdaftar KJMU, sirna rencananya berhemat dan melanjutkan kuliah. Gaji ayah dan penghasilan sampingan ibunya dari mengajar ngaji tidak cukup untuk membayar biaya kuliah dan biaya hidup Icha hingga lulus. Ditambah lagi ayahnya sudah mendekati usia pensiun.
Ia berharap kepada pemerintah agar bantuan dana pendidikannya terus berlanjut. ”Jika memang ada pengurangan penerima, harap dikaji ulang. Jika memang perlu survei rumah saya lagi, silakan disurvei,” tutur Icha penuh harap.