Rektor Nonaktif Universitas Pancasila Serahkan Bukti dan Siapkan Langkah Hukum
Proses hukum tetap berjalan meski pihak rektor menepis adanya pelecehan seksual.
Oleh
AGUIDO ADRI, RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rektor nonaktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno memenuhi panggilan pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Selasa (5/3/2024). Kuasa hukum menyerahkan bukti untuk menunjukkan bahwa kliennya tidak bersalah atas kasus dugaan pelecehan seksual.
Seperti diberitakan sebelumnya (Kompas.id, 25 Februari 2024), Edie diduga melakukan pelecehan seksual terhadap dua perempuan karyawan Universitas Pancasila, RZ dan DF. Kasus itu dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Jumat (12/1/2024) dan ke Bareskrim Polri pada Senin (29/1/2024). Edie diduga melecehkan dua pegawainya itu dalam kurun waktu berbeda setahun yang lalu.
Pada Selasa, penyidik Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Metro Jaya memeriksa Edie sebagai saksi terlapor sekitar tiga jam. ”Proses penyidikan masih terus berlangsung untuk mengetahui peristiwa pidana atau bukan," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi.
Dalam proses penyidikan kasus ini, polisi berkolaborasi dengan Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi DKI Jakarta hingga tim kedokteran terutama untuk pemeriksaan psikologi korban DF dan RZ.
Hingga saat ini, tim penyidik sudah memeriksa enam saksi dalam kasus dugaan kasus pelecehan seksual kepada korban DF. Sementara, untuk korban RZ, ada sembilan saksi yang telah diperiksa. Saksi yang diperiksa itu termasuk terlapor Edie.
Faizal Hafied, kuasa hukum Edie, mengatakan, dalam pemeriksaan yang berlangsung sekitar 3 jam, penyidik mengajukan sekitar 32 pertanyaan. Pihaknya juga membawa serta bukti-bukti kuat bahwa kliennya tidak terlibat dalam perkara dugaan pelecehan seksual.
”Kami berharap bukti yang kami bawa bisa memperjelas duduk perkara dari kasus ini dan bisa memulihkan nama baik dari klien kami,” ujar Faizal.
Ia mengklaim, bukti yang diberikan akurat dan otentik sehingga bisa membuat duduk perkara ini kian terang. Walakin, ia enggan memerinci bukti apa saja yang diberikan kepada penyidik.
Tidak hanya bukti kuat, pihaknya akan melakukan segala upaya hukum dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat kliennya itu. ”Bentuk upaya hukum yang akan dilakukan mungkin dalam dua atau tiga hari ke depan,” ujar Faizal.
Ia pun meminta agar mahasiswa yang mengenal kliennya sebagai orang baik untuk bersuara. Suara mereka juga akan membantu kliennya untuk menyelesaikan kasus ini.
Dia berpendapat bahwa kasus yang sedang mencuat saat ini sarat dengan kepentingan politis. Apalagi, saat ini merupakan momentum pemilihan rektor.
Sementara itu, Amanda Manthovani, kuasa hukum korban DF dan RZ, mengatakan, proses hukum atas kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami kliennya tetap berjalan meski pihak rektor membantahnya. Ia juga menepis bahwa laporan dugaan pelecehan seksual itu terkait masalah politis pemilihan rektor baru Universitas Pancasila.
”Silakan, proses hukum berjalan. Tidak ada hubungan karena klien saya tidak mencalonkan (rektor),” ujar Amanda.
DF diduga mengalami pelecehan seksual pada 9 Desember 2022. Saat itu, DF dipanggil dengan alasan urusan pekerjaan. Namun, di dalam ruang kerja rektor, DF diminta untuk meneteskan cairan air mata. Di situ diduga terjadi pelecehan seksual.
Sementara RZ mendapat pelecehan seksual pada 6 Februari 2023 dengan modus yang sama seperti yang dialami oleh DF.