Mengisi Waktu Membaca Buku di Perpustakaan Mini Stasiun Kota dan Bogor
Masyarakat merespons perkembangan ruang dan ingin merasakan pengalamannya dengan membaca buku di stasiun.
Keberadaan perpustakaan di Stasiun Jakarta Kota dan Stasiun Besar Bogor cukup menarik minat warga untuk datang dan membaca buku. Jika dikelola dengan baik, perpustakaan di stasiun bisa menjadi ruang baru bagi warga mengisi waktu luang.
Sambil mendengar musik dan segelas es kopi susu yang telah dipesan, tak terasa Wulandini (22), telah menghabiskan waktu sekitar satu jam duduk di atas karpet biru sambil membaca buku The One You Love karya Astrid Zeng, di Stasiun Jakarta Kota, Sabtu (2/3/2024).
Baca juga: Membaca Buku Mendukung Kesehatan Mental
Warga Mangga Dua, Jakarta Pusat, itu memanfaatkan perpustakaan mini Gramedia di Stasiun Jakarta Kota untuk mengisi waktu liburnya.
”Aku sebenarnya lagi tunggu teman, tetapi terlalu awal datang dan teman ngaret. Terus aku lihat ada buku, perpus ini. Ya, sudah beli kopi dulu dan mampir ke sini baca-baca,” kata perempuan yang akrab disapa Dini itu, Sabtu (2/3/2024).
Dini menilai, keberadaan perpustakaan mini di Stasiun Jakarta Kota merupakan hal unik dan tidak biasa. Oleh karena itu, sebagai pengguna transportasi KRL yang ingin datang ke Kota Tua, ia tertarik untuk mengunjunginya.
Hanya saja, kata Dini, perpustakaan mini Gramedia perlu sedikit dibenahi atau ditata ulang agar semakin banyak yang mau datang membaca buku. Ia juga berharap koleksi buku di perpustakaan mini Gramedia ditambah lebih banyak.
”Mungkin sedikit didekorasi agar mata pengguna KRL pas sebelum keluar gate bisa melirik ke perpus. Terus penting banget ada kursi dan tempat isi daya handphone. Atau kalaupun duduk di lantai, ada bantalnya. Biar makin asyik dan betah,” kata perempuan penyuka buku genre fantasi itu.
Karsiani (39), warga Depok, juga tertarik dengan keberadaan perpustakaan mini Gramedia di Stasiun Jakarta Kota. Awalnya, Ani panggilan akrabnya, bersama anak dan adiknya berniat jalan-jalan ke Kota Tua. Namun, saat melihat ada perpustakaan, ia memutuskan untuk mampir sejenak.
”Ngadem dulu, masih panas di luar. Tetap nanti ke sana (Kota Tua). Ini bagus sih ada perpustakaan jadi bisa sambil istirahat dulu sambil baca-baca. Nah, saya malah keterusan di sini, asyik juga,” ujarnya yang berharap koleksi buku anak-anak diperbanyak.
Kurang strategis
Perpustakaan mini Gramedia juga ada di Stasiun Besar Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat. Tak seperti di Stasiun Jakarta Kota yang memiliki karpet agar para pengunjung bisa duduk membaca, di Stasiun Besar Bogor pengunjung harus berdiri dan jongkok untuk membaca buku.
Keberadaan perpustakaan itu juga kurang strategis karena berada di sisi kanan pintu barat, Jalan Mayor Oking. Dari sisi luar, perpustakaan terhalang oleh hiasan pagar bunga. Satu jam lebih Kompas berdiri di depan perpustakaan, tak satu pun ada pengunjung atau calon penumpang yang mampir ke perpustakaan itu.
Saat hendak meninggalkan lokasi, ada seorang pemuda yang baru tiba mampir ke perpustakaan itu. Setelah memilih buku, pemuda itu berdiri di sudut perpustakaan hampir setengah jam.
”Wah, baru tahu ada perpustakaan di stasiun. Bagus, bagus ada perpustakaan. Mungkin jangan hanya di sini saja, rak (buku) taruh di sana juga (pintu selatan Alun-alun Kota Bogor). Jadi setidaknya ada dua rak. Satu lagi, kasih kursi, capek juga berdiri begini atau ada karpet enggak apa-apa,” kata Fajar Abdul Malik (23), warga Depok.
Pria asal Depok itu juga menilai keberadaan perpustakaan mini Gramedia di pintu barat kurang strategis. Selain itu, buku di perpustakaan kurang variatif.
”Terlalu nyempil sih. Kalau mau tetap di sini (pintu barat) bisa geser sedikit ke sana dekat pintu tapping, mungkin ya. Kalau saya, tambah bukunya kayak buku puisi, komik, dan buku motivasi. Kalau novel-novelnya sudah oke,” katanya.
Meski begitu, Fajar mengapresiasi keberadaan perpustakaan mini Gramedia karena tidak hanya bisa baca buku langsung di lokasi, tetapi juga melalui e-book di gawai.
Literasi kekinian dirancang dengan perkembangan teknologi dan dinamika sosial masyarakat urban.
Perpustakaan mini Gramedia di Stasiun Besar Bogor dan Stasiun Jakarta Kota, pengunjung bisa memindai barcode e-book yang tersedia di samping rak buku. Banyak buku yang bisa dipilih pengunjung untuk dibaca di perjalanan KRL atau di mana pun.
”Saya pulang ke Depok, mau mampir lagi ke sini, mau scane-book untuk saya baca di kereta. Ini banyak juga loh bukunya, keren-keren,” kata Fajar.
Ardi Koto (30) bersama istri dan dua anaknya juga mengapresiasi keberadaan perpustakaan mini Gramedia di Stasiun Besar Bogor. Hanya saja, keberadaan perpustakaan ini dirasa kurang penataan dan tidak ada inovasi untuk menarik warga berkunjung.
Beberapa inovasi itu seperti memberikan voucer belanja atau diskon bagi pengunjung untuk membeli buku di toko Gramedia. Ia yakin, jika dikelola dengan seriusm, banyak orang yang akan mengunjungi perpustakaan mini Gramedia.
”Seperti halnya buku, ada sampulnya yang bagus dan menarik. Ini (perpustakaan) kurang, tidak ada. Seharusnya ada petugas yang jaga di sini juga. Namun, keberadaan perpustakaan ini sudah bagus dan sangat penting terutama untuk anak-anak menumbuhkan minat baca,” ujarnya.
Literasi
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, mengatakan, di kota-kota maju di dunia, perpustakaan di stasiun kereta atau di MRT sudah sangat jamak. Perpustakaan tumbuh subur karena banyak dan mudah diakses oleh warga.
Mudahnya warga mengakses perpustakaan itu karena terintegrasi dengan ruang publik, kafe, tempat makan, dan workspace, dan minimarket. Orang bisa menghabiskan banyak waktu untuk beraktivitas, seperti bekerja, belajar, dan membaca, di satu tempat sekaligus.
”Literasi tidak harus melalui pendekatan konvensional dengan perpustakaan di gedung pemerintahan, sekolah, atau di kampus. Literasi kekinian dirancang dengan perkembangan teknologi dan dinamika sosial masyarakat urban. Bahwa membaca bisa di mana saja bahkan di stasiun bisa menyenangkan,” ujarnya.
Baca juga: Mitos Literasi dan Kemalasan
Perpustakaan Stasiun Jakarta Kota dan Stasiun Besar Bogor memainkan peran penting dalam gerakan literasi. Perpustakaan di dua stasiun itu memiliki modal untuk lebih berkembang dan dilirik luas oleh warga.
Dua stasiun itu bisa memaafkan modal ruang publik, seperti wisata Kota Tua dan Alun alun Kota Bogor, untuk menarik perhatian warga datang ke perpustakaan.
Ini awal yang bagus untuk selanjutnya bisa diperluas di stasiun lainnya.
Keberadaan kafe, minimarket, dan ruang publik di luar serta dalam stasiun bisa diintegrasikan dengan perpustakaan. Tidak masalah jika perpustakaan itu kecil asal tersebar di beberapa titik sehingga mudah diakses oleh warga.
Jika melihat stasiun di Jabodetabek yang telah dan terus berbenah, membuat penumpang tidak sebatas datang dan langsung menuju peron menunggu kedatangan kereta.
Baca juga: Mendekatkan Akses Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi
Transformasi stasiun perlahan mengubah kebiasaan dari sekadar sarana angkut-turun penumpang menjadi ruang tunggu yang lebih dinamis untuk aktualisasi mengembangkan diri.
Masyarakat merespons perkembangan ruang yang ada di sekitarnya entah melalui interaksi sesama manusia dan interaksi dari sesuatu yang menarik untuk didatangi serta dirasakan pengalamannya seperti membaca buku .
”Ini awal yang bagus untuk selanjutnya bisa diperluas di stasiun lainnya. Perpustakaan terintegrasi dengan stasiun, kafe, dan ruang publik sehingga menarik orang untuk datang dan merasa betah untuk duduk membaca. Gerakan ini harus masif dilakukan lembaga dan pemerintah,” ujar Rakhmat.
Membaca buku di stasiun, kenapa tidak?