Jabodetabek Dibayangi Kasus DBD yang Sebabkan Kematian
Masing-masing empat anak di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor meninggal karena DBD. Warga diimbau waspada.
BOGOR, KOMPAS — Demam berdarah dengue atau DBD di sejumlah wilayah, seperti Kota dan Kabupaten Bogor, Tangerang Selatan, dan DKI Jakarta, mengalami kenaikan kasus yang berujung kematian. Selain faktor cuaca, kebersihan lingkungan menjadi penyebab tingginya kasus DBD.
Dinas Kesehatan Kota Bogor mencatat, dari awal tahun 2024 hingga saat ini ada 845 kasus DBD dengan empat kasus di antaranya meninggal. Semua korban meninggal merupakan anak-anak.
Baca juga: Kasus DBD Meningkat, Delapan Warga Banten Meninggal
Jumlah kasus DBD tahun ini bahkan lebih tinggi dari jumlah kasus pada 2021, yaitu 526 kasus dengan 7 orang meninggal. Pemerintah Kota Bogor pun terus berupaya menekan angka kasus dan kematian akibat dari DBD ini. Adapun pada 2022 tercatat ada 1.531 kasus dengan 9 orang meninggal. Lalu pada 2023 tercatat ada 1.474 kasus dengan 9 orang meninggal.
Tingginya angka kasus DBD ini membuat sejumlah rumah sakit mengalami okupansi pasien yang rata-rata merupakan anak-anak. Seperti di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bogor telah menangani 259 pasien sejak awal tahun dengan keterisian tempat tidur mencapai 96 persen.
Wali Kota Bogor Bima Arya menyatakan terus menggencarkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di seluruh wilayah. Peningkatan jumlah kasus DBD di Kota Bogor pada dua bulan terakhir ini tidak lepas dari faktor cuaca. Namun, ada faktor kebersihan lingkungan juga menjadi penyebab pendorong tingginya kasus DBD di dua bulan terakhir 2024.
Bima juga meminta keaktifan warga untuk rutin gotong royong melakukan gerakan 3M, menguras tempat penampungan air dan menutupnya, serta membersihkan barang-barang yang dapat menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti, pembawa virus dengue. Selain itu, warga juga rutin menggiatkan gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik) nyamuk.
”RT/RW, para kader, puskesmas, pemerintah, dan warga juga bersama saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan lingkungan. Kita bergerak membersihkan lingkungan, genangan air, jentik, semuanya mengantisipasi DBD bersama. Puskesmas cepat mendiagnosis dan langsung merujuk pasien DBD ke rumah sakit,” ujar Bima, Minggu (3/3/2024).
Hal serupa terjadi di Kabupaten Bogor yang mencatat 392 kasus DBD dengan empat kasus meninggal. Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinkes Kabupaten Bogor Adang Mulyana mengatakan, empat kasus meninggal merupakan anak-anak. Rentang usia mereka 6-13 tahun. Ke empat anak itu telah menjalani perawatan di rumah sakit, tetapi kondisinya terus menurun sehingga meninggal.
Adang merinci, kasus DBD tertinggi terjadi di Kecamatan Nanggung 28 kasus, Cibungbulang 28 kasus, Pamijahan 27 kasus, Cileungsi 27 kasus, serta Leuwiliang dan Jonggol 25 kasus. Pihaknya terus berupaya menurunkan angka kematian akibat kasus DBD. Selain itu, warga selalu diingatkan untuk menjaga kebersihan lingkungan dan segera mengambil tindakan jika keluarga mengalami gejala DBD.
RT/RW, para kader, puskesmas, pemerintah, dan warga juga bersama saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Berdasarkan data, kasus DBD di Kabupaten Bogor cukup tinggi. Pada Januari-November 2023 tercatat ada 1.555 kasus dengan empat orang meninggal. Tidak hanya anak-anak, banyak pula usia produktif yang menderita DBD.
Jika melihat data tahunan sebelumnya, kasus DBD pada 2023 lebih rendah. Pada 2021, tercatat ada 2.220 kasus dengan 22 orang meninggal. Sementara pada 2022 tercatat 1.954 kasus dengan 14 orang meninggal.
Kasus di Tangsel
Peningkatan jumlah kasus juga terjadi di Kota Tangerang Selatan, Banten. Dinkes Kota Tangerang Selatan mencatat, ada 201 kasus DBD sejak Januari hingga Februari 2024. Dari jumlah itu, Kecamatan Serpong menempati urutan tertinggi mencapai 40 kasus, disusul Kecamatan Pamulang 36 kasus, dan Kecamatan Serpong Utara 29 kasus. Selanjutnya, Kecamatan Pondok Aren 27 kasus, Kecamatan Ciputat Timur 24 kasus, Kecamatan Setu 23 kasus, dan Kecamatan Ciputat 22 kasus.
Berdasarkan data Dinkes Kota Tangerang Selatan, pada 2021 tercatat ada 437 kasus DBD. Lalu pada 2022 ada 756 kasus DBD dan pada 2023 tercatat ada 420 kasus DBD. Dari tahun ke tahun tren kasus DBD meningkat terjadi pada Desember hingga April.
Kepala Dinkes Kota Tangsel Allin Hendalin Mahdaniar mengatakan, kasus DBD yang tercatat pada 2024 tidak menimbulkan korban jiwa. Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, kasus DBD pada tahun ini meningkat.
”Data Januari-Februari 2023 ada 86 kasus. Total 2023 berjumlah 420 kasus, tidak ada kematian. Perbandingan data DBD 2024 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2023 di bulan yang sama. Serpong dan Pamulang berurutan wilayah tertinggi kasus DBD,” ujarnya.
Allin mengajak masyarakat untuk mengantisipasi DBD dengan upaya PSN melalui 3M serta rajin membersihkan lingkungan, terutama genangan air tempat sarang bertelur.
Sementara itu, di DKI Jakarta, tercatat ada sebanyak 627 kasus DBD. Dari 627 kasus, sebanyak 34 kasus DBD di wilayah Jakarta Pusat, 74 kasus di Jakarta Utara, 208 kasus di Jakarta Barat, 145 kasus di Jakarta Selatan, 161 kasus di Jakarta Timur, dan 5 kasus di Kepulauan Seribu. Sejauh ini belum ada laporan kematian kasus DBD.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati melalui keterangan tertulis menjelaskan, indeks rasio kasus DBD saat ini mencapai 5,57/100 ribu penduduk. Meski begitu, tanpa merinci datanya, ia menyebut kasus tahun ini masih di bawah kasus tahun 2023 lalu.
”Kami mengimbau warga waspada dan menerapkan PSN melalui 3M (menguras, menutup, mendaur ulang) plus (kegiatan lain yang mencegah perkembangbiakan dan gigitan nyamuk Aedes aegypti),” katanya.
Baca juga: Cegah Demam Berdarah pada Masa Pancaroba
Ani meminta warga untuk segera melaporkan atau membawa keluarga yang mengalami gejala DBD. Adapun gejala itu ditandai dengan demam 2-7 hari disertai manifestasi pendarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya hemakonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit, asites, efusi pleura, hipoalbuminemia), serta beberapa gejala lainnya, seperti nyeri kepala, nyeri otot dan tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata.
”Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi DBD berat. Ada yang hanya demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit (asimtomatik). Sebagian lagi menderita demam dengue saja yang tidak menimbulkan kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian,” ujarnya.
Kelembaban yang tinggi dan meningkatnya curah hujan berpotensi pada peningkatan vektor penular DBD, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu, perlu ada upaya pengendalian vektor DBD secara masif dengan melibatkan peran masyarakat pada tujuh tatanan, yakni permukiman, perkantoran, institusi pendidikan, tempat-tempat umum, tempat pengelolaan makanan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan fasilitas olahraga.
Ani telah menginstruksikan semua fasilitas pelayanan kesehatan di Jakarta untuk dapat melakukan deteksi dini dan tata laksana kasus DBD sesuai dengan standar, serta menyiapkan ketersediaan ruang rawat dan logistik untuk perawatan pasien.