Perdebatan Atap JPO Mengubur Persoalan Mendasar Pejalan Kaki
Isu JPO yang ramai di media sosial menenggelamkan isu yang lebih butuh energi untuk dikawal, yaitu pembangunan trotoar.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA, ADRYAN YOGA PARAMADWYA
·5 menit baca
Seorang pengguna media sosial X (sebelumnya Twitter) mencuitkan keluhan soal jembatan penyeberangan orang (JPO), diduga di Jakarta. Ia mengatakan dalam bahasa inggris, panas terik saat hari cerah tidak berguna saat hujan.
Cuitan Rabu (28/2/2024) itu pada Jumat (1/3/2024) terpantau disukai 5.000-an akun, dicuit ulang 3.000-an akun, dan dikomentari seribuan akun. Namun, tanggapan di komentar kebanyakan berkutat pada bagaimana JPO semestinya, hingga memicu perdebatan antara yang pro dan kontra adanya atap pada JPO. Bahkan, ada pula yang mengarahkannya ke dukungan pada tokoh politik tertentu.
Perbincangan dan perdebatan tersebut mengubur persoalan mendasar hak pejalan kaki karena mau seperti apa pun JPO dibuat, JPO tidaklah ideal, terutama bagi penyandang disabilitas. Penyeberangan sebidang semacam penyeberangan swakendali (pelican crossing) yang menjamin kenyamanan pedestrian tenggelam di interaksi dalam ruang komentar di cuitan tadi.
Tenggelamnya penyeberangan sebidang dibandingkan dengan JPO tecermin pula dari kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Laman Dinas Bina Marga DKI mengabarkan sudah membangun lima JPO selama 2023 dan berencana menambah empat lagi di 2024.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki (Kopeka) Alfred Sitorus gemas dengan kegemaran Pemprov DKI membangun JPO. Pemprov terkesan mengutamakan pengguna kendaraan dibandingkan dengan pejalan kaki—yang kerap dituduh sebagai biang macet. ”Padahal, UU Lalu Lintas (Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) menyebut yang punya hak cuma pejalan kaki, sedangkan pengguna kendaraan hanya punya kewajiban,” ucapnya saat dijumpai pada Jumat.
Isu JPO yang ramai di media sosial pun hanya menyentuh persoalan akses menyeberang jalan. Persoalan lebih besar, yaitu trotoar, membutuhkan energi lebih banyak untuk dikawal.
Kopeka mencatat, Ibu Kota dilalui ruas jalan dengan total panjang 7.000-an kilometer. Namun, hingga 2023 baru sekitar 610 km ruas jalan yang bertrotoar.
Tidak semua orang memiliki kendaraan, tetapi setiap orang merupakan pejalan kaki. Karena itu, bagi Alfred, penyediaan trotoar tidak boleh ditawar.
Kepala Bidang Kelengkapan Jalan Dinas Bina Marga DKI Hananto Krisnawardono mengatakan, Pemprov DKI terus berkomitmen melanjutkan penataan trotoar di 2024. Berdasarkan informasi di laman dinas, trotoar bakal dilengkapi bollard (tiang pembatas trotoar), tempat duduk, lampu penerangan jalan umum, dan ubin jalur pemandu disabilitas netra (guiding block).
Trotoar yang bakal direvitalisasi Dinas Bina Marga DKI ialah di Jalan Taman Jatibaru-Jalan Jatibaru Bengkel sekitar 400 meter, Jalan Raya Duri Kosambi sekitar 2.100 meter (dua sisi), Jalan HR Rasuna Said sekitar 3.000 meter, dan Jalan Letjen MT Haryono sekitar 3.500 meter. Selain itu, Suku Dinas Bina Marga di lima kota administrasi juga mengerjakan revitalisasi trotoar, dengan masing-masing menangani panjang ratusan meter hingga ribuan meter.
Hananto mengatakan, pihaknya pada 2023 telah merevitalisasi trotoar seluas 55.000 meter persegi, dengan panjang total sekitar 11 kilometer. ”Itu, antara lain, di kawasan Blok M untuk mendukung KTT ASEAN, di Velodrome, di Jalan Mangga Dua, kemudian Jalan Matraman Raya,” ujarnya.
Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Gonggomtua Sitanggang menambahkan, meningkatkan layanan bagi pejalan kaki bakal berkontribusi pada upaya menekan polusi dan emisi gas rumah kaca. Itu termasuk dibandingkan dengan kebijakan mendorong peralihan pengguna kendaraan berbahan bakar minyak ke yang bertenaga listrik.
Listrik masih berasal dari sumber yang tidak terbarukan. ”Dan juga walaupun kendaraan listrik, tetap ada polusi yang dihasilkan dari gesekan ban dengan aspal,” ujar Gonggom.
Daripada membiarkan jumlah kendaraan bertambah dengan alasan kendaraan listrik lebih ramah lingkungan, lebih baik memacu penggunaan angkutan publik. Untuk ini, meningkatkan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki di trotoar jadi kunci.
Pengalaman Keisha (16), seorang siswa sekolah di daerah Menteng, Jakarta Pusat, jadi bukti. Ia berangsur betah menggunakan transportasi umum untuk pulang ke Rawamangun, Jakarta Timur.
”Awalnya, sih, karena disuruh orangtua, jadi naik Transjakarta. Tapi, lama-lama nyaman juga. Salah satunya, ya, karena trotoar yang mendukung,” imbuhnya.
Selain soal polusi dan pengurangan kendaraan pribadi, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki adalah juga soal pertumbuhan ekonomi. Urban Planning and Inclusivity Manager ITDP Deliani Poetriayu Siregar mencontohkan, tempat makan dan minum yang mudah diakses pejalan kaki dari trotoar bermunculan dari gedung-gedung pencakar langit di kawasan Sudirman-Thamrin. Ini tentu juga berkaitan dengan peningkatan pendapatan lewat pajak bagi DKI.
Pergerakan ekonomi karena trotoar juga terlihat di Cikini, Jakarta Pusat. Imastari (27), warga Bogor yang bekerja di Jakarta, mengakui bahwa Cikini menjadi tujuan favoritnya untuk berjalan-jalan. Ia senang menghabiskan waktu di Perpustakaan Jakarta di Taman Ismail Marzuki serta berburu kuliner. Pedagang makanan dan minuman tentu dapat manfaat.
Trotoar berkaitan pula tentang penurunan beban negara akibat menanggung pengobatan warga yang sakit. Dokter Samsuridjal Djauzi dalam tulisan di Kompas menyebut, jalan cepat membantu memperkuat jantung, melancarkan aliran darah pembuluh koroner, dan bisa menurunkan gula darah.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan, penyakit jantung membuat 250.000 orang meninggal per tahun dan klaim ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencapai Rp 12 triliun (Kompas, 14/4/2023).
Studi dari Universitas Stanford Amerika Serikat mendapati, orang Indonesia paling malas berjalan kaki sedunia. Orang Indonesia rata-rata hanya mengayunkan 3.513 langkah per hari, jauh di bawah angka rata-rata global yang 5.000 langkah per hari.
Jadi, mari beralih dari perdebatan atap di JPO yang ujung-ujungnya ternyata kurang bermanfaat.