Selain Dipaksa Mengamen, Bocah N Sudah Berulang Kali Dianiaya Ayahnya
N sudah beberapa kali disiksa oleh ayah kandungnya. Ia disiksa saat hasil mengamen tak sesuai harapan ayah dan ibu tiri.
JAKARTA, KOMPAS — SH tidak hanya sekali menganiaya putri kandungnya, N (7). Penderitaan yang dialami oleh N sudah berlangsung sejak lama. Namun, warga baru melaporkan SH ke kepolisian pada Jumat (2/2/2024) malam.
Malam itu, warga melaporkan SH ke kepolisian karena melihat N disiksa menggunakan gantungan baju hingga tubuhnya lebam. Warga yang berusaha melindungi N pun dihalangi oleh ibu tiri N.
Darmi, yang merupakan tetangga N di Desa Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, memberikan kesaksian mengenai penderitaan N yang disiksa oleh ayah kandungnya. Ia menuturkan, N mengalami kekerasan saat hasil mengamen tidak sesuai dengan harapan orangtuanya.
Baca juga: Hilangnya Keceriaan N, Dipaksa Mengamen dan Disiksa Ayah Sendiri
”SH tidak hanya sekali menganiaya anaknya. N sering disiksa hingga lebam sehingga tubuhnya banyak bekas luka,” tutur Darmi, Jumat (9/2/2024).
Menurut Darmi, penderitaan yang dialami oleh N sudah berlangsung sejak lama, sekitar beberapa bulan yang lalu sejak N pindah ke Bogor ikut ayahnya. Dulu, N tinggal di luar Bogor bersama ibu kandungnya. Sekitar delapan bulan lalu, N baru dibawa ke Parung, Bogor, oleh ayahnya dan tinggal bersama ibu tirinya, D, di kontrakan.
Sejak N tinggal di Bogor, Darmi kerap melihat N disiksa oleh SH hingga tubuhnya lebam. Penganiayaan terparah yang pernah ia lihat ialah saat N dipukul menggunakan gantungan pakaian hingga punggung dan bagian tubuh lainnya lebam, juga saat N dipukul menggunakan pancing beberapa bulan lalu.
”Sebelumnya, N juga pernah dipukul hingga mengakibatkan luka berat di bagian mulut dan pipinya karena dipukul menggunakan pancing,” kata Darmi.
Meskipun demikian, Darmi tidak mengetahui secara pasti kapan pertama kali N mulai disiksa. Sebab, N tidak pernah bercerita.
Baca juga: KPAI: Indonesia Darurat Kekerasan pada Anak
Warga lainnya, Surgiani (47), juga melihat ada bekas luka di tangan N. Selain itu, luka di punggung N akibat dipukul menggunakan gantungan baju itu juga membekas.
Menurut Surgiani, N adalah anak yang baik dan ceria sehingga ia sangat kasihan melihat banyak bekas lukas di sekujur tubuh bocah perempuan itu. Ia tidak habis pikir mengapa SH tega melakukan perbuatan biadab kepada anaknya sendiri.
”Sejak sebulan yang lalu saya melihat keceriaan N hilang. N seakan menghindar dan ketakutan jika diajak berbaur atau sekadar saya ajak makan. Memang seperti ada yang disembunyikan,” katanya.
Selain disiksa, N juga dipaksa mengamen. Bocah tujuh tahun itu kerap ditemani ibu tirinya yang bertugas mengawasinya selama mengamen.
”N pernah disuruh mengamen hingga pukul satu malam. Makanya sekolahnya terhambat,” ujar Darmi.
Darmi mengatakan, SH tidak lagi bekerja sejak sekitar tiga bulan. SH sebelumnya seorang buruh bangunan. Faktor ekonomi diduga kuat sebagai pemicu N dipaksa mengamen.
Adapun tetangga N lainnya, Tri Rahayu, menyebut jika ayah N termasuk orang yang pendiam. Sebelum berhenti bekerja, ayah N merupakan seorang kuli bangunan.
Ditetapkan sebagai tersangka
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Teguh Kumara mengatakan, berdasarkan pemeriksaan, N dipaksa mengamen oleh ibu tirinya, D. Sementara tindak kekerasan terhadap N dilakukan oleh ayahnya, SH.
Saat diperiksa, SH beralasan anaknya itu sering rewel sehingga ia memukulinya. Kekerasan fisik oleh SH dan tindakan D yang memaksa N untuk bekerja sebagai pengamen diduga karena motif ekonomi.
Polisi telah mengantongi tiga alat bukti terkait kasus kekerasan ini. Alat bukti itu mencakup keterangan para saksi, hasil visum, dan alat yang digunakan untuk memukul korban.
Teguh melanjutkan, N saat ini mendapat perawatan dan pendampingan psikologi atas perlakuan yang diterimanya. Kekerasan fisik membuat N mengalami trauma.
Namun, saat ini kondisi N berangsur membaik. N akan diserahkan sepenuhnya kepada pihak keluarga ibu kandungnya jika perkembangan fisik dan psikisnya terus menunjukkan hasil positif.
N pernah disuruh mengamen hingga pukul satu malam. Makanya sekolahnya terhambat.
Adapun terhadap SH, ujar Teguh, polisi baru saja menetapkan SH menjadi tersangka atas tindak kekerasan terhadap N. Atas perbuatannya itu, SH dikenai Pasal 80 Avat (2) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
”Sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sekarang masih dalam pemberkasan melengkapi administrasi penyidikan. Setelah itu berkas akan dilimpahkan ke kejaksaan,” kata Teguh.
Selanjutnya, terkait dugaan eksploitasi anak atau mempekerjakan N sebagai pengamen, polisi masih mendalami kasusnya.
Sejumlah rekomendasi
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menyampaikan, data anak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan eksploitasi pada 2023 didominasi oleh kasus anak korban penculikan sebanyak 43 kasus, anak sebagai korban eksploitasi ekonomi 30 kasus, dan anak sebagai korban eksploitasi seksual atau prostitusi secara jaringan 20 kasus.
”Pada 2023, KPAI telah melaksanakan pengawasan pekerja anak sektor formal pada 10 lokus atau obyek pengawasan di Indonesia berbasis pentahelix. Kemudian, dari 10 titik ini, tiga di antaranya berbasis pada pengaduan di KPAI dan 7 titik diambil dari beberapa data di Kementerian PPA dan Kemenaker,” ujar Ai Maryati.
Lebih lanjut, KPAI memberikan beberapa rekomendasi kepada Kementerian PPA terkait kebijakan penyelenggaraan perlindungan anak, antara lain memastikan anak berada dalam pengasuhan positif di keluarga serta menghindarkan anak dari kekerasan dan diskriminasi.
Kemudian, meningkatkan perlindungan anak berbasis siber dan kejahatan transnasional melalui pencegahan ataupun penanganan, serta mengoptimalkan edukasi literasi digital dengan melibatkan sekolah, keluarga, masyarakat, media, dan pihak terkait. Lalu, meningkatkan kualitas layanan pemulihan dan rehabilitasi sosial anak serta meningkatkan kualitas forum anak sebagai pelopor dan pelapor (2P) perlindungan anak.
”Aparat penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, dan hakim pengadilan juga perlu meningkatkan kualitas hukum yang berperspektif perlindungan anak, baik dalam proses hukum maupun mendorong pemenuhan hak restitusi anak korban pidana,” kata Ai Maryati.