Provokasi di Media Sosial yang Memicu Maraknya Tawuran
Beredarnya unggahan soal tawuran di medsos dan jadi viral membuat kelompok lain terprovokasi untuk melakukan hal serupa.
Tawuran antarpemuda atau kelompok di Jakarta masih marak terjadi, salah satunya dipicu oleh unggahan di media sosial. Tawuran tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan hukum, tetapi juga memerlukan pendekatan lingkungan dan keluarga serta peran berbagai pihak dalam menghadirkan solusi komprehensif.
Tawuran antarpemuda di jalan layang Pasar Rebo, Jakarta Timur, yang mengakibatkan salah satu tangan pelaku tawuran itu putus, mengundang keprihatinan. Apalagi dalam penyelidikan polisi terungkap, tawuran dipicu oleh provokasi di media sosial (medsos).
Tawuran di Pasar Rebo, Minggu (28/1/2024), mengakibatkan pergelangan tangan PA (15) putus. Polisi menangkap pelaku, yakni SA (21 tahun), YA (23 tahun), G (19 tahun), dan ADD (16 tahun). Keempatnya diduga melakukan provokasi melalui medsos. Satu pelaku masih buron.
”Para tersangka mengunggah konten yang bermuatan kesusilaan dan ujaran kebencian kekerasan (tawuran) terhadap antargolongan masyarakat sehingga memicu terjadinya perkelahian antarkelompok masyarakat,” ujar Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hendri Umar, Kamis (1/2/2024).
Menurut Hendri, penangkapan keempat tersangka ini berawal dari patroli siber di medsos. Kemudian, pihaknya menemukan adanya provokasi yang dilakukan oleh pelaku di medsos, seperti Instagram dan X (Kompas.id, 1/2/2024).
Akun-akun yang ditemukan terdeteksi melakukan provokasi dengan mengucapkan kata-kata yang bersifat ajakan atau memancing kelompok-kelompok tertentu. ”Provokasi ini memicu terjadinya bentrokan ataupun tawuran khususnya di wilayah Jakarta,” kata Hendri.
Dalam kasus terkini, Tim Patroli Perintis Presisi (TP3) Kepolisian Metro Jakarta Timur menggagalkan tawuran antarpemuda atau kelompok yang melibatkan sebanyak 24 orang di tiga lokasi berbeda. Mereka diketahui melakukan provokasi tawuran di medsos.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Nicolas Ary Lilipaly mengatakan, sejumlah 11 pelaku yang tengah berkumpul dan hendak tawuran ditangkap di Kelurahan Klender, Duren Sawit, Minggu (4/2/2024). Saat diinterogasi terungkap bahwa senjata tajam yang hendak digunakan dalam tawuran itu disembunyikan di salah satu rumah kontrakan pelaku. Di rumah itu, polisi tidak hanya menemukan senjata tajam, tetapi juga minuman keras dalam jumlah yang cukup banyak, seperti 13 botol kaca arak, 28 botol kecil alkohol oplosan dan 28 botol ukuran 1 liter alkohol oplosan, serta satu botol Vodka.
Baca juga: Tawuran, Perang Tanpa Alasan yang Terus Memanaskan Jakarta
Setelah penangkapan itu, tim kembali menyusuri lokasi lainnya dan menangkap lima pelaku beserta barang bukti berupa senjata tajam jenis celurit dan bom molotov di Kelurahan Pondok Kopi, Duren Sawit.
Di lokasi lainnya, sehari sebelumnya, pada Sabtu (3/2/2024) malam, tim TP3 menangkap delapan anak yang sedang berkumpul berserta barang bukti berupa senjata tajam di pinggir kali Jalan KRT Rajiman, Rawa Terate, Cakung. Penangkapan ini berkat laporan warga yang merasa curiga dengan gerak-gerik para pemuda di pinggir kali Jalan KRT Rajiman.
”Dari tiga itu, rata-rata pelaku masih di bawah umur dengan usia 15, 16, dan 17 tahun atau anak berhadapan dengan hukum. Kami bekerja sama dengan dinas sosial untuk diperlukan sebagaimana layaknya anak berhadapan dengan hukum,” kata Nicolas, Selasa (6/2/2024).
Selain informasi dari warga, lanjutnya, aksi tawuran bisa dicegah karena ada tiga pemuda yang ketahuan sedang merekam kegiatan apel unit TP3 Polres Metro Jakarta Timur. Rekaman itu mereka kirim ke medsos agar kelompoknya tidak bergerak dulu. Saat polisi menyelidiki akun medsos, kelompok tawuran itu sudah berjanji untuk tawuran. Jika tawuran terjadi, kelompok-kelompok ini pun akan saling merekam aksinya.
Selain penangkapan 24 orang itu, terbaru, Nicolas ikut serta dalam penangkapan empat provokator tawuran antarpemuda di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Prumpung, Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Senin (5/2/2024) malam.
Patroli lapangan dan siber
Nicolas menyatakan akan rutin mengelar patroli untuk menekan angka kekerasan jalanan atau tawuran, terutama di daerah rawan seperti Kramatjati, Ciracas, dan Jatinegara. Tak hanya itu, kepolisian juga meningkatkan patroli siber serta melibatkan warga dalam menjaga lingkungannya dan laporan jika ada hal yang mencurigakan.
”Kami juga bekerja sama dengan Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur, RT, dan RW,” kata Nicolas yang mengimbau pula keaktifan orangtua untuk lebih mengawasi anak-anaknya agar tidak keluar dari atau berkumpul pada malam hingga dini hari yang bisa memicu tawuran. Dari kasus penangkapan 24 orang dan kasus tawuran sebelumnya, aksi tawuran itu dipicu oleh minuman keras dari aktivitas menongkrong.
Pengawasan atau patroli Siber juga ditegaskan Hendri. Peningkatan patroli ini tak lepas dari kembali maraknya tawuran di sejumlah wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Berkembangnya teknologi informasi, salah satunya kemunculan berbagai platform media sosial, membuat aksi tawuran bisa di mana saja. Tawuran bahkan di luar kawasan rawan atau langganan lokasi tawuran. Akhir Desember 2023 lalu, misalnya, di Jalan Kramat Pulo Dalam II, Senen, terjadi tawuran maut.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro mengatakan, kawasan itu sudah lama tidak terjadi tawuran karena warga, pranata sosial seperti RT/RW, lurah, dan bhabinkamtibmas sangat proaktif dalam menjaga lingkungan agar tidak terjadi tawuran. Namun, karena media sosial yang berisi provokasi, tawuran pun terjadi.
Ilustrasi-Spanduk imbauan terkait tawuran di Jalan Prof Dr Hamka, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Senin (27/3/2023). Kasus tawuran di sejumlah wilayah di Jakarta masih marak trerjadi dan kerap kali memakan korban jiwa.
Bahaya teknologi
Menurut sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Rachmat Hidayat, tawuran memang tidak lepas dari beberapa faktor, seperti unsur dendam, persaingan kelompok dan sekolah, narkoba dan minuman keras, serta warisan orangtua atau para senior terdahulu kepada generasi selanjutnya. Berbagai faktor itu kemudian semakin diperkeruh dengan media sosial yang menjadi ruang untuk menunjukkan kekuatan, saling menantang, hingga eksistensi diri dan kelompok.
Berbagai postingan tawuran itu yang kemudian banyak dibicarakan dan viral justru menjadi fenomena bagi sebagian kelompok untuk mengikutinya. Mereka tidak mau kalah dalam eksistensi unjuk keberanian. Hal itu dilakukan agar kelompok mereka juga diakui.
Ini sisi negatif dan positif dari perkembangan teknologi. Medsos bisa digunakan untuk hal baik dan buruk. Tawuran pun akhirnya bisa bergeser ke medsos yang berawal dari saling ejek dan berlanjut ke jalanan.
Namun, di satu sisi, menurut dia, dengan media sosial pula kepolisian bisa mengungkap dan memetakan berbagai kasus kekerasan dan tawuran. Media sosial pun menjadi dua sisi mata uang yang bisa sangat merugikan sekaligus menguntungkan. Sayangnya, saat ini belum ada regulasi kuat untuk memfilter konten-konten negatif seperti tawuran yang bisa berdampak buruk di lingkungan sosial. Filterisasi ini perlu melibatkan pemerintah yang mempunyai sumber daya kuat.
Baca juga: Tawuran Pelajar Terus Berulang dan Kian Meresahkan
Oleh karena itu, tawuran tidak bisa hanya diselesaikan dengan pendekatan hukum atau patroli kepolisian. Namun, juga peran aktif masyarakat dalam menjaga lingkungannya dan pemerintah dalam melihat perkembangan dunia teknologi informasi hingga permasalahan sosial dampak dari pendidikan dan pekerjaan.
”Ini sisi negatif dan positif dari perkembangan teknologi. Medsos bisa digunakan untuk hal baik dan buruk. Tawuran pun akhirnya bisa bergeser ke medsos yang berawal dari saling ejek dan berlanjut ke jalanan,” katanya.
Berkembangnya konten di media sosial sebagai ruang ekspresi bagi para generasi muda, kata Rachmat, juga tak lepas dari ketimpangan sosial di masyarakat dalam hal pendidikan, pekerjaan, hingga ruang-ruang publik untuk saling berinteraksi dan berkreasi yang semakin sempit.
”Gesekan di medsos bisa jauh lebih rentan karena tidak ada kontrol dan pengawasan. Dari hal sepele bisa sangat memancing masalah hingga tawuran. Di media sosial memungkinkan potensi besar terjadi disinformasi karena hoaks atau berita bohong sehingga mudah memicu reaksi lanjutan ke dunia nyata. Medsos bisa menggeser perilaku manusia untuk lebih agresif karena informasi yang mereka dapat,” kata Rachmat.
Keberadaan media sosial di era sekarang tak terelakkan. Namun, penggunaan media sosial yang berdampak negatif juga perlu menjadi perhatian, khususnya dalam berbagai kasus tawuran, agar tidak ada lagi pemuda yang menjadi korban.