Penghentian bantuan dana berlangsung selama kepala sekolah tak mengajukan surat rekomendasi penghentian pencabutan KJP.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Pendidikan DKI Jakarta mencabut 163 Kartu Jakarta Pintar atau KJP Plus siswa sekolah dasar sampai sekolah menengah atas atau sederajat karena tawuran selama tahun 2023. Secara keseluruhan pada tahun lalu ada 492 siswa yang melanggar aturan karena tawuran, perundungan, kekerasan seksual, menggadaikan kartu, dan tidak masuk sekolah.
Pencabutan KJP Plus ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengurangi kenakalan remaja, seperti tawuran. Namun, upaya itu dinilai belum efektif. Pada Minggu (28/1/2024) dini hari, misalnya, tawuran dua kelompok remaja pecah di sekitar jalan layang Pasar Rebo, Jakarta Timur, hingga pergelangan tangan seorang remaja putus akibat sabetan senjata tajam.
Kepala Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan Dinas Pendidikan DKI Jakarta Waluyo Hadi menyebutkan, pembatalan KJP Plus pada 2023 ditempuh karena siswa melakukan tindakan asusila, berkelahi, berkendara sambil membawa senjata tajam, merundung, mencuri, merokok, serta mengonsumsi miras dan narkoba.
Pembatalan KJP Plus lain dilakukan karena penerima sudah lulus sekolah, menggadaikan ATM KJP Plus, mengundurkan diri, menikah, meninggal, menolak KJP Plus, orangtuanya terbukti sebagai aparatur sipil negara (ASN), pindah sekolah, sudah bekerja, dan tidak masuk sekolah.
Ketentuan tentang seluruh pelanggaran tersebut sudah diatur dalam Pasal 23 sampai Pasal 26 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 110 Tahun 2021 tentang Bantuan Sosial Biaya Pendidikan.
”Penghentian KJP Plus atas surat rekomendasi dari kepala sekolah. Penghentian bantuan dana berlangsung selama kepala sekolah tidak mengajukan surat pencabutan rekomendasi penghentian KJP Plus,” kata Waluyo, Selasa (30/1/2024).
KJP Plus hadir untuk mendukung program wajib belajar 12 tahun, meningkatkan akses layanan pendidikan secara adil dan merata, menjamin kepastian mendapatkan layanan pendidikan, serta meningkatkan mutu layanan dan kualitas hasil pendidikan di Jakarta.
Penerima berusia 6-21 tahun, memiliki nomor induk kependudukan dan berdomisili di Jakarta, terdaftar sebagai peserta didik pada satuan pendidikan negeri atau swasta di Jakarta, serta terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial.
Waluyo memastikan Pemprov DKI Jakarta tidak hanya memberikan bantuan dana pendidikan semata. Siswa penerima KJP Plus juga mendapatkan bimbingan dari sekolah dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Bimbingan itu agar penerima berprestasi secara akademik dan non-akademik, disiplin bersekolah, serta patuh pada tata tertib sekolah.
”Kami analisis nilai rata-rata rapor, prestasi akademik dan non-akademik, pelanggaran aturan, dan kehadiran siswa penerima KJP Plus,” ujar Waluyo.
Pada 2023 berlangsung analisis terhadap 596.233 siswa dari total 656.390 penerima KJP Plus. Hasilnya, 92,17 persen siswa memiliki nila rata-rata rapor 76-91. Kemudian, 0,52 persen siswa memperoleh prestasi akademik dan non-akademik dari perlombaan atau kejuaraan serta 0,08 persen melanggar ketentuan penerima KJP Plus dan 97,74 persen siswa menghadiri 203 hari belajar efektif.
Sementara pada tahun yang sama disalurkan Rp 3,02 triliun bantuan dana pendidikan dalam dua tahap kepada 656.390 penerima KJP Plus. Realisasi penyaluran dananya mencapai 98,71 persen dari alokasi anggaran Rp 3,06 triliun.
Pencabutan itu tidak permanen, tetapi dikembalikan lagi setelah siswa pulih dari perilaku negatifnya.
Sebelumnya, terkait pencabutan KJP Plus tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan Pemprov DKI Jakarta agar membina siswa yang melanggar ketentuan KJP Plus. Pembinaan berlangsung secara intensif, termasuk merehabilitasi dan mengawasi hingga mereka pulih dan kembali berperilaku positif.
Anggota KPAI, Aries Adi Leksono, mengatakan, pemerintah wajib melindungi siswa tidak mampu sesuai dengan amanat undang-undang. Jika siswa penerima KJP Plus melakukan tindakan menyimpang atau berperilaku negatif, merugikan diri sendiri dan orang lain, maka langkah penanganannya dengan membina secara intensif, merehabilitasi, dan mengawasi hingga siswa pulih dan kembali berperilaku positif.
”Mencabut KJP Plus harus dibarengi dengan langkah pembinaan. Kami berharap pencabutan itu tidak permanen, tetapi dikembalikan lagi setelah siswa pulih dari perilaku negatifnya. Jika dicabut permanen, berpotensi timbul masalah baru, misalnya putus sekolah lantaran keluarga tidak mampu,” kata Aries.