Proyek Perluasan Jalur KRL hingga Karawang Masih Jadi Wacana
Soal perpanjangan jalur KRL hingga Karawang, selain kendala sarana dan prasarana, aspek anggaran juga jadi pertimbangan.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jalur kereta rel listrik atau KRL Commuter Line Jabodetabek pernah direncanakan bakal diperpanjang sampai Karawang, Jawa Barat, pada 2019. Namun, hingga kini belum ada upaya serius terkait proyek tersebut. Selain kendala sarana dan prasarana, aspek lain, seperti anggaran, juga menjadi pertimbangan.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Risal Wasal, Kamis (25/1/2024), mengatakan, sampai saat ini belum ada pembahasan lanjutan soal wacana KRL akan diperpanjang ke Karawang. Meskipun wacana tersebut sempat muncul dan sempat dibahas sebelum pandemi Covid-19, sejauh ini perpanjangan KRL ke Karawang bukan menjadi prioritas.
Risal menambahkan, terdapat sejumlah pertimbangan dan kendala terkait kelanjutan proyek KRL tersebut, terutama dalam aspek sarana dan prasarana. Beberapa kendalanya itu mencangkup dibutuhkannya perluasan listrik aliran atas serta keterbatasan waktu perjalanan pada sejumlah KRL.
Menurut Risal, penambahan jaringan ke Karawang kemungkinan akan membuat frekuensi semakin tinggi. Sementara itu, masalah utama KRL saat ini adalah sarana perkeretaapian yang masih terbatas.
Juru bicara Kemenhub, Adita Irawati, juga membenarkan, pada 2019 pernah ada usulan memperpanjang jaringan KRL hingga ke Karawang. Hanya saja, rencana itu berhenti saat pandemi Covid-19 dan hingga saat ini belum diketahui kepastiannya.
Menurut dia, masih banyak pembahasan yang perlu dilakukan untuk proyek tersebut. Pembahasan perpanjangan rute KRL Jabodetabek tersebut juga perlu memperhatikan aspek lain, seperti anggaran. Hal ini pula yang jadi pertimbangan soal kelanjutan rencana tersebut.
”Kemenhub masih dalam tahapan mengkaji perpanjangan rel tersebut. Hal-hal teknis hingga persiapan anggaran akan diketahui setelah merampungkan kajian,” katanya.
Sebelumnya, pada Selasa (13/8/2023), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebut relasi KRL akan sampai Karawang. Bahkan, pembangunan ditargetkan akan dimulai pada akhir 2020.
PT KAI Commuter (KCI) mencatat, pada 2023 jumlah penumpang KRL di wilayah Jabodetabek mencapai 290.890.677 orang atau naik 35 persen dibanding pada 2022 yang sebanyak 215.049.339 orang.
Namun, Budi mengatakan agar bisa dilintasi KRL, jalur rel ke Karawang harus jalur dwiganda atau double double track, sementara jalur tersebut baru ditargetkan sampai Cikarang.
Keberadaan KRL di Jabodetabek memang sangat dibutuhkan untuk mobilitas warga. PT KAI Commuter (KCI) mencatat, pada 2023 jumlah penumpang KRL di wilayah Jabodetabek mencapai 290.890.677 orang atau naik 35 persen dibandingkan pada 2022 yang sebanyak 215.049.339 orang.
Direktur Utama KCI Asdo Artrivianto menjelaskan, dari jumlah itu, rata-rata pengguna KRL di wilayah Jabodetabek pada hari normal mencapai 870.782 orang per hari. Adapun pada akhir pekan, rata-rata pengguna hanya 656.935 orang.
Saat ini, pihaknya berencana menambah jumlah kereta dari 107 kereta yang sudah ada. Menurut rencana, ada target penambahan 16 rangkaian kereta baru hingga tahun 2027.
Selain itu, KAI Commuter juga sedang melancarkan peremajaan armada atau retrofit. Sebanyak 19 KRL akan dikirim ke PT Industri Kereta Api (PT INKA) secara bertahap untuk diremajakan.
Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Tory Damantoro menyetujui rencana perpanjangan jalur KRL Jabodetabek dari Cikarang sampai ke Karawang, Jawa Barat. Menurut dia, rute ini dibutuhkan oleh masyarakat Karawang yang bermobilisasi ke Jakarta setiap harinya.
”Meskipun ada moda transportasi umum lainnya yang mengakomodasi masyarakat Karawang menuju Jakarta, tetapi KRL merupakan menjadi pilihan yang nyaman untuk masyarakat,” katanya.
Namun, ada sejumlah catatan yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Misalnya, elektrifikasi jalur dari dari Cikarang menuju ke Karawang serta pembangunan double-double track. Sebab, saat ini rute ke Karawang masih digunakan untuk kereta api jarak jauh.
Menurut Tory, pengaturan dengan kereta jarak jauh, pengaturan pelintasan sebidang, serta layanan sambungan yang diperpanjang perlu diperhatikan dengan merinci.
”Sebab, untuk pengaturan pelintasan sebidang itu masih banyak catatan kecelakaan. Kita sudah double track, tetapi mungkin di beberapa segmen harus dibikin triple track,” katanya.
Sekretaris Forum Jalan Transportasi Darat dan Kereta Api David Tjahjana menilai, apabila proyek perpanjangan jaringan KRL sampai Karawang jadi dilakukan, jalur rel yang dilewati KRL dengan kereta api jarak jauh harus dipisahkan.
”Harus dipisahkan antara kereta jarak jauh dan KRL karena sistemnya berbeda. Sekarang prioritas masih di kereta jarak jauh. Kalau ada kereta jarak jauh itu yang diutamakan, tetapi dalam persinyalan masih belum bisa dibedakan, jadi mestinya dipisahkan,” kata David.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang memiliki pendapat lain. Ia menilai, KRL kurang cocok untuk diperpanjang ke Karawang karena jaraknya terlalu jauh.
Menurut dia, untuk daerah dengan jarak 25 kilometer dari Jakarta sebaiknya menggunakan kereta jarak jauh yang konfigurasi duduknya tidak seperti KRL. Sejauh ini, KRL ke Bogor dan Rangkasbitung pun dinilai Deddy terlalu jauh untuk dilayani kereta perkotaan.
”Jarak ke Karawang itu terlalu jauh apabila sarananya KRL dengan konfigurasi duduk seperti sekarang karena banyak penumpang yang berdiri. Jarak Jakarta ke Karawang itu 80 kilometer, tidak tepat untuk urban rail. Kalau jaraknya di atas 25 kilometer memang sebaiknya menggunakan kereta antarkota yang duduknya saling berhadapan,” tuturnya.
Adapun saat ini KRL baru beroperasi hingga Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Sementara untuk menuju Karawang, penumpang perlu melanjutkan perjalanan dengan berganti ke moda kereta lokal.