Atasi Polusi, Kawasan Rendah Emisi Jakarta Diperluas
Kawasan rendah emisi di Jakarta akan diperluas untuk kurangi polusi udara. Namun, belum dipastikan kawasan berikutnya.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kawasan rendah emisi (low emission zone)di DKI Jakarta bakal diperluas. Perluasan kawasan rendah emisi ini untuk mengurangi polusi udara Jakarta. Walau demikian, penerapan sistem ini di lokasi sebelumnya masih perlu disempurnakan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, perluasan low emission zone atau LEZ merupakan bagian dari strategi pengendalian pencemaran udara di Jakarta. Upaya ini ditindaklanjuti serius dengan adanya Keputusan Gubernur Nomor 576 Tahun 2023 tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara.
”Keputusan gubernur itu mengatur kajian terkait kriteria kawasan rendah emisi, penyusunan peraturan terkait kriteria kawasan rendah emisi, dan penetapan lokasi Kawasan Bebas Kendaraan Bermotor,” ujar Asep, Minggu (21/1/2024).
Saat ini, DKI Jakarta memiliki dua kawasan rendah emisi yang berlokasi di Kawasan Kota Tua dan Tebet Eco Park. Gagasan mengenai kawasan rendah emisi ini akan semakin diperdalam dengan mengedepankan manfaat yang bisa dirasakan warga.
Untuk mewujudkan misi perluasan kawasan rendah emisi tersebut, DLH bersinergi dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Sejumlah faktor diperhitungkan, di antaranya kebutuhan mobilitas warga sehari-hari, kenyamanan, kesehatan, dan keamanan warga.
Dalam proses kajian kawasan rendah emisi, DLH DKI dibantu berbagai pihak, salah satunya adalah konsorsium Clean Air Catalyst (Catalyst), yang didukung oleh United States Agency for International Development (USAID) dan dilaksanakan oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia, Vital Strategies, dan Institute for Transportation and Development Policy (ITDP). Sejauh ini belum ditentukan kawasan rendah emisi berikutnya selain Kota Tua dan Tebet Eco Park.
”Kami berharap, dengan perluasan kawasan rendah emisi, Jakarta akan naik kelas menuju kota global dengan kualitas udara yang semakin membaik,” kata Asep.
Tak hanya menambah kawasan rendah emisi, Pemprov DKI juga akan menambah sembilan stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) pada tahun ini. Adapun saat ini, DKI sudah memiliki 12 SPKU yang bertaraf reference grade.
Sementara itu, Manajer Program Clean Air Catalyst Satya Utama menyampaikan, Clean Air Catalyst berperan untuk mengoptimalkan desain dan pelaksanaan kawasan rendah emisi yang lebih inklusif, serta mengikutsertakan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Pihaknya akan turut menjembatani aspirasi dan harapan warga.
Intervensi kebijakan
Ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Puji Lestari mengatakan, berdasarkan hasil inventarisasi emisi sektor transportasi pada 2023, penyumbang terbesar emisi PM2.5 dan Black Carbon ialah Heavy-Duty Vehicle atau kendaraan berat, seperti truk dan kendaraan penumpang berbahan bakar diesel, dengan kontribusi masing-masing 28,6 persen untuk PM2.5 dan 38,9 persen untuk Black Carbon.
Sementara itu, penyumbang tertinggi untuk gas rumah kaca (GRK), karbon monoksida (CO), dan volatile organic compounds (VOC) adalah kendaraan berbahan bakar bensin, sepeda motor, dan mobil penumpang.
”Maka dari itu, perlu ada intervensi kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan emisi tersebut, salah satunya penerapan kawasan rendah emisi,” tutur Puji.
Puji menjelaskan, pengertian dasar LEZ adalah kawasan yang dibatasi aksesnya bagi kendaraan bermotor yang memiliki emisi tinggi. Kebijakan ini telah diterapkan di sejumlah kota dunia, termasuk di Singapura, London, dan Mexico.
Masyarakat masih sulit diatur. Seharusnya sistemnya dibuat seperti zona Monas dan zona Ancol yang dikhususkan untuk rekreasi dan dipagari dulu. (Afandi Nofrizal)
London, Inggris, menjadi salah satu contoh kota yang memiliki kebijakan zona rendah emisi paling kuat. Kebijakan LEZ pertama kali diterapkan pada Februari 2008 yang mencakup hampir seluruh wilayah London Raya. Penerapannya setiap hari selama 24 jam. Pada LEZ ini, kendaraan seperti bus, minibus, pengangkut atau kargo harus memenuhi standar batas emisi yang berlaku.
”LEZ efektif dalam mengurangi polusi udara di perkotaan. Di Singapura, misalnya, penerapan LEZ telah menurunkan emisi PM2.5 hingga 30 persen,” ujar Puji.
Perlu disempurnakan
Kota Tua telah ditetapkan sebagai kawasan rendah emisi sejak 8 Februari 2021. Meski begitu, penerapan sistem ini masih perlu disempurnakan lagi.
Kepala Seksi Operasi Suku Dinas Perhubungan Jakarta Barat Afandi Nofrisal menyebutkan, penjagaan dengan sistem portal dirasa kurang tepat. Penjagaan dengan sistem pengawasan juga diperlukan.
”Masyarakat masih sulit diatur. Seharusnya sistemnya dibuat seperti zona Monas dan zona Ancol yang dikhususkan untuk rekreasi dan dipagari dulu,” katanya.
Untuk mendukung kawasan rendah emisi, semua pihak dinilai Afandi harus bekerja sama. Pemerintah juga harus menyiapkan jalanan baru bagi warga permukiman setempat agar tidak melewati kawasan rendah emisi di Kota Tua.
Menurut pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah dari Universitas Trisakti, sejak kebijakan zona rendah emisi di kawasan Kota Tua dibuat, implementasinya masih lemah karena tidak ada pendekatan mengenai gas rendah emisi. Pemerintah seperti setengah hati, hanya sekadar menunjukkan bahwa Indonesia sudah melangkah menuju kota rendah emisi dan Kota Tua dijadikan salah satu contoh.
”Pemerintah dapat mengupayakan implementasi zona rendah emisi dengan mengedukasi masyarakat di wilayah Kota Tua secara lebih masif. Kolaborasi secara sinergis dengan RT dan RW setempat juga perlu dibangun,” tuturnya.