Oknum TNI Terima Uang dan Tahu Kejahatan Kendaraan Bodong
Tiga oknum TNI Angkatan Darat dinilai tahu kejahatan kendaraan bodong dan menerima uang dari tersangka warga sipil.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Oknum prajurit TNI Angkatan Darat, Mayor BPR, dinilai menikmati hasil kejahatan dari uang sewa gudang penyimpanan ratusan kendaraan di gudang pengembalian akhir atau Gudbalkir Pusat Zeni Angkatan Darat di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Hukuman berat menanti tiga oknum TNI, termasuk BPR, yang terlibat atau melanggar hukum itu.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (AD) Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi mengatakan, seorang oknum anggota TNI yang menjabat Kepala Gudang Pengembalian Akhir Pusat Zeni AD Mayor BPR diketahui mengizinkan lahan atau gudang pengembalian akhir untuk menampung ratusan kendaraan kendaraan tanpa surat resmi alias bodong.
Polisi Militer Kodam (Pomdam) V/Brawijaya dan Subdirektorat Kendaraan Bermotor Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkap, barang bukti kendaraan yang disita adalah 46 roda empat dan 214 roda dua atau total 260 kendaraan.
Dari ratusan kendaraan yang disimpan dalam gudang itu, BPR mendapatkan uang sewa Rp 30 juta dari tersangka EI, seorang warga sipil yang berperan sebagai pengepul sekaligus pemberi biaya pengiriman ke Timor Leste.
”Tiga oknum mengetahui kendaraan tersebut hasil kejahatan. Uang sewa (dibagikan) ke tiga oknum itu,” ujar Kristomei, Kamis (11/1/2024).
Ketiga tersangka itu adalah Kopral Dua AS, Prajurit Kepala Jz, dan Mayor BPR. Ia menambahkan, BPR mengizinkan gudang pengembalian akhir digunakan menampung ratusan kendaraan atas permintaan AS.
Warga sipil lainnya yang juga terlibat adalah My yang berperan sebagai pengepul kendaraan. Ada satu tersangka berinisial GS yang berperan sebagai debitor. GS masuk daftar pencarian orang (DPO).
Saat ini penyidik Pomdam V/Brawijaya masih mendalami dan memeriksa kasus penggelapan kendaraan bodong itu. ”Yakin dan percayalah atas instruksi pimpinan TNI AD, kami akan menghukum oknum anggota yang terlibat dan melanggar hukum. Kami akan kenakan ancaman hukuman secara maksimal,” lanjutnya.
Seperti diberitakan Kompas.id, (10/1/2024), atas tindakan penggelapan kendaraan, para tersangka sipil dikenai Pasal 363, Pasal 480, Pasal 481, Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), serta Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
”Ketiga prajurit sudah kami tahan. Ketiga prajurit melanggar Pasal 480 KUHP dan Pasal 56 KUHP (membantu kejahatan), kami berikan (hukuman pemberat) Pasal 126 KUHPM (Kita Undang-undang Hukum Pidana Militer) atas kewenangannya melakukan tindak pidana, juga Pasal 103 KUHPM, yaitu tidak menaati perintah atasan,” ujar Wakil Komandan Puspomad Mayor Jenderal Eka Wijaya Permana.
Ratusan sepeda motor dan mobil tanpa kelengkapan surat itu dikirim ke Dili Port, Timor Leste, dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wira Satya Triputra mengatakan, terungkap bahwa ratusan sepeda motor dan mobil tanpa kelengkapan surat itu dikirim ke Dili Port, Timor Leste, dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur.
Tersangka mendapat keuntungan besar dari hasil penjualan kendaraan yang didapat dari berbagai wilayah di Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat itu.
My dan EI membeli kendaraan roda dua berkisar Rp 8 juta-Rp 10 juta per unit, lalu dijual kembali ke pemesan di Timor Leste seharga Rp 15 juta-Rp 20 juta per unit, tergantung merek kendaraan.
Adapun untuk kendaraan roda empat, para tersangka membeli seharga Rp 60 juta-Rp 120 juta per unit dan dijual kembali dengan harga Rp 100 juta-200 juta. Setiap bulan keuntungan yang didapat para tersangka mencapai Rp 400 juta atau bisa mencapai Rp 3 miliar-Rp 4 miliar per tahun.